20. Gara-Gara Seledri

1.5K 210 156
                                    

Aku maksain ngetik sampe tengah malem, lho. Masa gak mau vote sama komen?

*
*
*

Akhirnya, UAS semester lima benar-benar selesai. Angkasa juga sudah menyelesaikan segala urusan kampus per hari ini. Ia bisa pulang ke Jakarta dengan perasaan tenang. Dia bisa menghabiskan liburan semester bersama bundanya tanpa perlu khawatir akan ditelepon dosen sewaktu-waktu.

Angkasa langsung berbalik begitu mendengar derap langkah seseorang yang lumayan kencang di belakangnya, seperti berlari. Detik selanjutnya, kecanggungan menyelimuti mereka berdua. Baik Angkasa maupun orang itu, mereka membuang muka setelah berpandangan selama beberapa saat. Kejadian semalam langsung berputar di benak masing-masing.

"Kak, lepas." Rindu bersuara menarik tangannya.

Angkasa tidak memberikan apa yang diinginkan gadis itu. Ia malah menatap Rindu dengan tajam dan bertanya, "Kenapa tangan lo ada di kepala gue?"

"Tadi ada remahan orion ring."

Dahi lelaki itu berkerut, ragu dengan jawaban cepat dari Rindu. "Lo panggil gue apa, barusan? Kak Jayen?"

"Gue gak ngomong apa-apa, kok. Lo salah denger kali."

Setelah terdiam selama beberapa detik, Angkasa pun melepaskan pegangannya pada tangan Rindu. Ia mengusap wajah kasar, lalu berlalu begitu saja menuju kamarnya. Bahkan, ia juga enggan keluar meski tahu Rindu dan Kiara memutuskan pulang naik taksi. Ia kalut dengan pemikirannya akan panggilan 'Kak Jayen' yang begitu jelas di telinga. Namun, sudah pasti itu hanya halusinasinya.

Angkasa berdeham, berusaha bersikap normal walaupun canggung yang ia rasakan lumayan besar. "Lo pulang sama Juanda?"

Meskipun ragu, Rindu akhirnya melirik Angkasa dari sudut matanya. "Enggak, sendiri."

"Lho, emang Juanda ke mana?"

"Udah pulang dari tadi. Katanya ada acara keluarga." Rindu menaikkan tali tote bag putihnya yang sempat sedikit turun. "Gue pulang duluan, ya."

"Eh, tunggu!" Angkasa refleks menarik tangan Rindu ketika gadis itu baru melangkah pergi. Sadar tindakannya salah, ia segera kembali menarik tangannya. "Eh, maaf, maaf. Gue gak bermaksud bersikap lancang."

Dahi Rindu berkerut seketika. Hah? Lancang? Gak salah nih cowok bilang begitu?

Angkasa juga membuang muka seraya menyugar rambutnya ke belakang. Kenapa situasinya jadi kayak gini, sih? Canggung banget!

Sebenarnya, Angkasa ingin mengantarkan Rindu dan sahabatnya pulang semalam. Ia khawatir hal buruk akan menimpa keduanya. Namun, Angkasa juga tidak sedang baik-baik saja. Dia merasa linglung karena salah dengar. Memang, gadis cerewet yang selalu mengisi mimpi Angkasa tiap malam semakin mempengaruhi kehidupan nyatanya.

Hanya saja, mengapa berpegangan tangan selama beberapa detik itu bisa mengubah keakraban mereka? Mengapa kejadian saling bertukar pandang yang tidak mencapai satu menit-bahkan dalam keadaan remang-bisa membuat keduanya begitu kikuk? Angkasa bersikap begini karena merasa hampir membongkar rahasianya akan amnesia. Lalu, apa yang menjadi alasan Rindu?

"Kalau gitu, gue anter aja." Angkasa memecah keheningan. Ya, ia masih berusaha untuk memperbaiki keadaan.

"Gak usah. Gue naik ojek aja." Seperti biasa, Rindu menolak bantuan yang ditujukan untuk memperingan beban hidupnya.

"Jangan sok-sokan nolak gitu, deh. Gak jauh ini, gak nyampe lima kilo. Ayo, naik." Angkasa melangkah lebih dulu, menghampiri motornya yang terparkir beberapa meter saja dari tempatnya berdiri. Tindakan gue ini bener, kan? Gue keren, kan?

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang