Banyak dari kita lebih menyanggupi terluka sekujur tubuh dibandingkan melihat orang yang kita sayang menderita. Banyak dari kita lebih kuasa berdarah-darah sekujur tubuh dibandingkan membiarkan orang yang kita sayang mencicipi nestapa. Namun, hidup bisa menjadi kejam kapan saja, di saat kita lengah, di saat kita baru merasakan bahagia dalam sekejap.
Bu Fany hanya bisa termenung di koridor salah satu rumah sakit di Bogor. Beliau sendirian, tidak ada seorang pun yang menjadi sandaran atau tempat berbagi ketakutan. Angkasa dan Rindu masih ditangani dokter, belum ada kabar lanjutan tentang keduanya. Bu Fany hanya bisa memeluk mereka dalam doa.
Awalnya, Bu Fany enggan mengangkat telepon dari sebuah nomor yang tidak dikenal. Takutnya itu adalah teror dari Keluarga Pramudya yang tidak ada bosan-bosannya untuk terus mengusik ketenangan Bu Fany. Namun, karena nomor itu pantang menyerah, akhirnya beliau mengangkat panggilan ke lima. Cemas langsung memenuhi rongga dada saat ditanya apakah perempuan paruh baya itu benar bundanya Angkasa.
"Anak ibu mengalami kecelakaan. Sekarang sedang dilarikan ke RS Azra Bogor."
Detik itu juga, langit seakan runtuh. Seisi bumi seakan porak-poranda. Perasaan cemas berubah menjadi takut luar biasa. Mimpi buruk itu datang lagi di saat semuanya diperkirakan akan berjalan dengan baik. Kenyataan mempersembahkan luka baru yang beribu kali lipat lebih menyakitkan dibandingkan dikhianati oleh pasangan. Semesta kembali merenggut Angkasa.
"Bunda!"
Bu Fany langsung menoleh ke arah sumber suara. Dari ujung koridor sana, suaminya berlari dengan cepat. Wajahnya tidak jauh beda dengan Bu Fany, penuh ketakutan.
"Gimana keadaan anak kita?" tanya Pak Lionel. Beliau tidak memedulikan napas yang masih berantakan, mengetahui kabar Angkasa adalah hal yang didambakannya sejak tadi.
Hanya gelengan kecil, itulah yang bisa diberikan Bu Fany sebagai jawaban.
Bahu Pak Lionel merosot saat itu juga. Langkah cepat tadi berubah menjadi gontai. Perlahan tetapi pasti, beliau menghampiri kursi tunggu dan duduk berdampingan dengan istrinya itu. Lalu, beliau menarik tubuh Bu Fany ke dalam pelukan. Tak berselang lama, terdengar isakan tangis dari perempuan senja itu.
"Gimana kalau Angkasa kenapa-kenapa, Yah? Gimana kalau kejadian empat tahun silam terulang kembali? Atau ... lebih parah dari amnesia?" rintih Bu Fany, tak bisa lagi membendung air mata yang sedari tadi ditahannya. "Aku gak sanggup kehilangan Angkasa untuk ke dua kalinya. Aku gak sanggup ...."
"Semuanya pasti akan baik-baik aja, Bun. Angkasa anak yang kuat. Dia pasti akan bertahan sekuat tenaga." Pak Lionel mengusap bahu istrinya, berusaha memberikan kekuatan. Padahal, beliau pun sedang rapuh saat ini. Ketakutan terus menggerogoti dadanya sepanjang perjalanan.
"Rindu ...." Bu Fany melerai pelukan itu. Beliau menatap sang suami dengan mata sembab sempurna. "Keadaan Rindu juga cukup parah, Yah."
Dahi Pak Lionel lantas berkerut. "Angkasa gak sendirian? Dia sama Rindu?"
Bu Fany mengangguk lesu. "Mereka di Puncak dari kemarin. Aku minta Angkasa nyamperin ke tempat aku karena takut kamu sama papanya Rindu nyusulin."
"Emangnya kenapa kalau aku nyusulin, Bun?" sahut Pak Lionel dengan nada tak terima.
"Aku takut kamu berbuat yang enggak-enggak sama Angkasa. Situasinya lagi gak baik-baik aja, kan?" jawab Bu Fany. "Angkasa juga bilang kalau Rindu kabur dari rumah. Pak Ferdi udah berbuat jahat sama dia."
"Berbuat jahat gimana?"
"Angkasa gak cerita lengkapnya, Yah. Tapi pasti perbuatannya udah di luar batas sampai anak sebaik dan sesabar Rindu memutuskan untuk kabur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Only [Tamat]
RomanceMengagumi diam-diam akan terasa lebih sulit ketika sosoknya ada dalam jangkauan. Itulah yang Rindu rasakan. Angkasa berada di dekatnya, tetapi tidak bisa digapai. Selain karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, masa lalu juga menggerogoti hati...