Rindu menatap pantulan dirinya di cermin. Kini, penampilannya jauh lebih layak dibandingkan lima menit yang lalu. Rambutnya sudah disisir rapi. Baju compang-camping diganti dengan kemeja milik Angkasa. Walaupun membuat tubuh Rindu tenggelam, tetapi itu lebih baik dibandingkan harus tampil seperti gembel di depan orang tua Angkasa.
Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Setelah merasa yakin, Rindu pun keluar dari kamar Angkasa. Namun, baru saja ia selesai menutup pintu dan memutar tubuh, optimisme beberapa saat lalu luncur seketika.
Angkasa tampak duduk di atas karpet. Bukan bersila, kakinya dilipat seperti seorang sinden. Sedangkan Bu Fany duduk tegap di atas sofa. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Wajah senja yang biasanya memancarkan kasih sayang dan kelembutan, kini memasang ekspresi tegas dan ketus yang bercampur menjadi satu.
"Duduk."
Mendengar suara dingin itu, Rindu tahu bawah Bu Fany benar-benar marah saat ini. Ia segera melanjutkan langkah dan mendaratkan bokong di samping Angkasa.
"Leher kamu kenapa?" Bu Fany memulai interogasinya.
"Dicakar Bella," jawab Rindu.
Dahi Bu Fany berkerut seketika. "Bella? Pacarnya Angkasa?"
"Mantan, Bun," koreksi Angkasa dengan cepat. "Kan, aku udah bilang putus sama Bella. Dia selingkuh."
"Selingkuh?" pekik Bu Fany. Beliau menatap Angkasa tak percaya. Meskipun sangat ingin tahu cerita lengkap tentang pengkhianatan Bella, beliau berusaha menjaga sikap. "Terus, kenapa baju kamu robek tadi?"
"Ditarik Bella," jawab Rindu lagi.
Lipatan di dahi Bu Fany semakin menjadi. Beliau menatap Rindu dan Angkasa secara bergantian. "Kenapa Bella lagi?"
Angkasa mengembuskan napas panjang. "Jadi gini, Bun ...."
Mengalirlah cerita kebrutalan Bella dari mulut Angkasa. Mulai dari kepergian mereka yang semula berempat-dengan Davka dan Kiara-Rindu dan Angkasa yang memilih memisahkan diri demi bisa kencan berdua, pertemuan dengan Bella di toko baju perempuan, sampai penyerangan tak terduga kepada Rindu. Tidak lupa Angkasa menyelipkan usahanya untuk menghentikan aksi anarkis Bella, tetapi mendadak kalah tenaga karena perempuan itu dikuasai setan.
Garis tegas di wajah Bu Fany luntur seketika, berubah menjadi kekhawatiran. Bahkan, beliau langsung turun dari sofa dan ikut duduk lesehan. Seraya meraup wajah Rindu, beliau berkata, "Ya ampun, pasti sakit banget, ya, Sayang? Mau ke rumah sakit aja, gak? Bunda anter, yuk."
Rindu tersenyum tipis. "Gak usah, Bun. Udah diobatin sama Kak Jayen, kok."
"Kok, bisa-bisanya Bella bersikap kayak begitu, ya? Bunda kira anaknya baik, gak neko-neko," lanjut Bu Fany seraya menatap nanar perban di leher Rindu. Namun, tiba-tiba beliau teringat sesuatu. Mata teduhnya kembali berubah tajam, melirik Angkasa. "Terus, kenapa tadi kamu gak pake baju?"
"Cuma mau kasih lihat luka di punggung aku. Rindu juga punya luka yang sama di tangannya. Masa dia bilang luka itu bisa bikin aku jijik? Padahal, aku akan terima dia apa adanya," jawab Angkasa.
Dalam sekejap, perhatian Bu Fany beralih kembali pada gadis cantik di hadapannya. "Boleh bunda lihat tangan kamu?"
Walaupun ragu, Rindu akhirnya mengangguk. Ia mengangkat bajunya, memperlihatkan keloid memanjang itu, yang berkolaborasi dengan bekas cakaran Bella yang merah-merah.
Tanpa bisa ditahan, tangan Bu Fany menyentuh tangan Rindu. Beliau meringis dalam hati, menyayangkan tangan cantik Rindu yang kini dihiasi sayatan mengerikan. Sungguh, Bu Fany kira luka karena kecelakaan itu tidak akan meninggalkan kenangan semacam ini. Mereka juga tidak bertemu lagi semenjak Rindu meminta dirahasiakan keberadaannya dari hidup Angkasa, membuat Bu Fany tidak bisa mencari tahu kabar lanjutan mengenai luka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Only [Tamat]
RomanceMengagumi diam-diam akan terasa lebih sulit ketika sosoknya ada dalam jangkauan. Itulah yang Rindu rasakan. Angkasa berada di dekatnya, tetapi tidak bisa digapai. Selain karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan, masa lalu juga menggerogoti hati...