21. Pulang

1.6K 190 80
                                    

Rindu bergegas membereskan barang-barangnya ketika mobil yang ditumpangi Teguh memasuki pekarangan rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rindu bergegas membereskan barang-barangnya ketika mobil yang ditumpangi Teguh memasuki pekarangan rumah. Gadis itu tersenyum lebar mendapati mama dan papanya sudah berdiri di teras depan. Tepat setelah mobil berhenti, Rindu langsung melepas sabuk pengaman dan turun tanpa menunggu sang kakak. Ia berlari, lalu memeluk mamanya dengan sangat erat.

Aroma keibuan ini yang selalu ingin Rindu cium. Pelukan hangat ini yang selalu ia rindukan. Usapan lembut nan penuh kasih sayang ini yang selalu Rindu bayangkan. Akhirnya, ia pulang. Akhirnya, ia ada di rumah.

"Mama kangen banget sama kamu, Nak," ucap Bu Adelia-mama Rindu-begitu pelukan terlerai.

"Aku juga kangen sama Mama," balas Rindu seraya tersenyum tipis. Kemudian, ia melirik sang papa yang berdiri di samping mamanya. "Apa kabar, Pa?"

"Baik." Bariton rendah Pak Ferdi-papa Rindu-terdengar. Tidak seperti sang istri yang langsung memeluk putrinya, beliau hanya menatap Rindu dalam diam. "Gimana kuliah kamu? Lancar? Nilai UAS kemarin memuaskan? Jangan sampai ada yang kurang, apalagi kalau harus mengulang."

"Papa tenang aja, itu gak akan terjadi," jawab Rindu dengan nada tenang.

"Bagus." Pak Ferdi mengangguk puas. Kemudian, beliau memutar tubuh dan melangkah menuju rumah begitu saja. "Ayo, masuk. Papa masih ada kerjaan."

Bu Adelia mengusap punggung putri cantiknya. "Yang sabar, ya, Sayang? Sebenarnya Papa seneng banget kamu pulang. Tapi emang lagi banyak kerjaan akhir-akhir ini."

"Iya, Ma," singkat Rindu seraya tersenyum tipis.

Mereka pun ikut melangkah, mengekori Pak Ferdi yang sudah menghilang ditelan ruang kerjanya. Bu Adelia sama sekali tidak melepaskan rangkulannya pada Rindu. Beliau sangat bahagia bisa berkumpul kembali dengan putri bungsunya itu. Sementara Teguh harus bersedia menjadi tukang angkut barang sampai kamar Rindu di lantai dua.

"Mama udah bikin puding persik tadi. Kamu tunggu di sini, ya, mama ambil dulu."

"Ma, nanti aja," cegah Rindu seraya menahan pergelangan sang mama.

"Gak apa-apa. Kamu pasti haus. Daripada dehidrasi, pindah dari tempat sejuk ke yang panas. Nanti kita ngobrol sambil ngemil. Oke?" cerocos Bu Adelia, begitu antusias.

Pada akhirnya, Rindu hanya bisa mengangguk pasrah. "Oke."

Saat itu juga, Bu Adelia langsung keluar dari kamar putrinya. Langkahnya terkesan cepat, penuh semangat. Bahkan, senyum lebar sejak bertemu dengan Rindu di depan tadi tidak luntur sama sekali. Padahal, hampir setiap hari mereka bertukar kabar, tetapi Bu Adelia terlihat begitu merindukan putrinya.

"Kamu gak tahu aja, semalem mama terus nanya kita jalan jam berapa dari Bandung. Udah dibilangin jam delapan, paginya masih aja nanya," tutur Teguh seketika.

Perhatian Rindu beralih pada kakaknya itu. "Oh, ya?"

Teguh mengangguk kecil. "Sebenarnya papa juga telepon sebelum kita berangkat tadi, waktu kamu pamitan sama Tante Nia. Papa minta kakak bawa mobilnya gak ngebut, hati-hati. Minta banyak berhenti juga, supaya kamu gak nahan ke toilet."

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang