26. Kebetulan, Katanya

1.5K 179 91
                                    

Baru saja Davka beradaptasi dengan teriknya sinar matahari karena baru keluar, kini ia harus mencari tahu siapakah yang baru saja memasuki pekarangan rumahnya. Namun, dari bentuk motornya, Davka yakin itu adalah sahabatnya. Setelah motor itu terparkir di depan teras dan sang pemiliknya turun, dahi Davka masih saja berkerut.

"Ngapain lo ke sini? Perasaan, kita gak ada janjian kumpul, deh?" tanya lelaki itu, memberikan sambutan yang sangat hangat.

"Ya ... gak apa-apa. Pengen main aja. Sepi juga kalau gue seharian di apartemen," jawab Angkasa seraya mengangkat bahunya tak acuh. Lalu, ia memperhatikan penampilan Davka. "Lo baru bangun, ya?"

Tanpa malu, Davka pun mengangguk. "Baru cuci muka juga."

"Parah banget. Matahari udah di atas ubun-ubun, lo baru bangun. Lihat gue, dong, udah ganteng begini."

"Gak usah sok, deh! Biasanya juga Lo gak mandi seharian kalau lagi libur. Gue curiga lo ke sini karena ada sesuatu!" semprot Davka seraya melemparkan tatapan dongkol. Ia pun masuk kembali ke rumah. Tanpa perlu dipersilakan, Angkasa pasti mengekorinya.

Padahal, Davka berencana tiduran seharian ini. Ia ingin melepaskan lelah yang menggerogoti tubuh setelah penerbangan dari Raja Ampat. Ia memang menghabiskan masa libur di sana, bersama kedua orang tuanya. Bisa dikatakan Davka menjadi nyamuk untuk bulan madu sang mami papi.

Sayang sekali rencana mengurung diri di kamar itu harus berantakan karena kedatangan Angkasa.

Lelaki itu mengedarkan pandangan ke seisi rumah. "Kok, sepi?"

"Bokap ada rapat. Nyokap harus ketemu klien," jawab Davka tanpa berbalik sedikit pun.

Angkasa mengangguk paham. Sebenarnya, ia menunggu Davka mengatakan keberadaan Rindu-karena gadis itu pun sudah kembali ke Bandung kemarin sore-tetapi tidak ada penjelasan apa pun. Mau bertanya, Angkasa takut tindakannya akan menimbulkan kecurigaan. Hingga akhirnya, ia hanya duduk di sofa ruang tengah seraya memainkan gitar.

Angkasa memang bukan morning person. Jika ada libur, ia akan menghabiskan waktu di apartemen. Entah itu menonton Netflix, work out, atau bermain game online. Kegiatan apa pun akan ia lakukan demi membunuh waktu. Namun, demi Rindu, ia rela datang ke rumah Davka padahal tubuhnya masih pegal setelah membawa motor dari Jakarta kemarin.

"Dav, pesen makanan, dong," cetus Angkasa seketika. Ia menyimpan gitar yang sudah ia petik sekitar lima belas menit. Kini, ponsel yang ia mainkan.

"Mau apaan?" tanya Davka. Ia keluar dari sosial media, beralih pada aplikasi ojek online.

"Pizza kayaknya enak, deh." Angkasa berdeham. "Coba tawarin Rindu juga, kali aja dia mau sesuatu."

Pergerakan jemari Davka terhenti seketika. Ia melirik Angkasa dengan mata memicing. "Kok, lo tahu Rindu udah ada di rumah gue? Lo stalking tentang dia, ya?"

"Apaan, sih?" dengkus Angkasa. Ia tersenyum miring, berusaha menyembunyikan rasa paniknya. "Kan, dia bikin story kemarin. OTW Bandung, pasti dia ada di rumah ini, kan?"

"Tapi, tumben banget lo mau nawarin Rindu? Biasanya juga pesen masing-masing, tuh? Malahan lo suka sengaja bikin dia kesel."

"Udah waktunya berubah, Dav. Gue udah dua puluh dua tahun sekarang. Aneh kalau gue masih kekanakan kayak gitu," kilah Angkasa, masih berusaha mengusir kecurigaan Davka. Ia menyambar remot televisi dan melemparkannya ke wajah sang sahabat. "Berhenti lihat gue kayak gitu! Geli, anjir!"

Davka terkekeh. "Alah, bilang aja salting!"

"Najis!"

Baru saja Angkasa bisa bernapas lega karena bisa mengakhiri kecurigaan Davka, cobaan yang lain datang. Matanya langsung melotot begitu melihat unggahan cerita Juanda di Instagram. Saking terkejutnya, ia sampai berdiri dengan sekali entakan dan melotot kepada Davka.

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang