57. Kinan cemas

155 15 1
                                    

Kinan ini berada di rumah Rei bersama dengan Iva dan Vhi. Mereka bertiga sudah menunggu sejak tadi tetapi gadis itu tak juga pulang. Bahkan Kuki sudah beberapa kali menghubungi nomor ponsel Rei dan sama sekali tak mendapat jawaban.

"Dia nggak apa-apa kan?" Kuki bertanya karena merasa cemas.

Vhi gelengkan kepalanya yakin sekali kalau tak akan ada yang sesuatu terjadi pada Rei. Tapi memang kadang memang Rei sering seperti ini, jika ia telah merasa kesal. "Dia emang suka nggak pulang. Kadang suka keluar kalau emang pikirannya lagi suntuk banget.  Mungkin dia lagi mikirin sesuatu, Jangan cemas. Gue nanti bakal kabarin lo, kalau dia udah pulang."

Hanya anggukan kepala yang bisa dijadikan jawaban oleh Kinan. Sementara hatinya jadi tak karuan, tentu saja ada satu perkara yang dalam pikirannya yang terus menggelitik benaknya. Ketika membayangkan kalau saat ini gadis yang ia sukai tengah bersama dengan Yuga.

"Ya udah, kalau gitu gue balik dulu ya?" Kinan kemudian meninggalkan tempat itu dengan langkah kaki yang berat. Hari ini kerinduannya tak bisa sembuh. Karena tak bertemu dengan pengobatan rindunya.

Iva dan Vhi kini tinggal berdua sementara  Jeno  sudah tertidur di kamar. Sejak tadi perasaan Iva tak menentu. Apalagi kini ia sudah keluar dari pekerjaannya. Yang menjadi beban pikirannya adalah, bagaimana ia menghidupi dirinya dan juga putra semata wayangnya.

"Udah, kamu nggak usah mikirin tentang biaya hidup sama Jeno. Gimana kalau kita nikah aja? Aku jadi bisa hidupin kamu sama Jeno." Vhi menawarkan diri dan jelas ini bukan yang pertama kali.

Banyak pertimbangan dalam benak Iva. Pertama bahwa pria di hadapannya itu kini tak bekerja. Dan juga konten-konten youtube-nya belum banyak menghasilkan. Untuk dirinya saja, masih mengandalkan nenek Ayu. Dan Bagaimana mau membina rumah tangga, ketika belum matang dalam keuangan? Dan juga, pertimbangan lain apakah nenek Ayu akan menerimanya sebagai menantu?

Iva sadar sekali ada tembok tinggi penghalang di antara mereka berdua.  Perihal ekonomi, kasta, sosial, usia dan yang pasti adalah status keduanya juga. Iva sadar kalau masyarakat banyak memandang rendah dengan status janda. Ia juga yakin kalau nenek Ayu juga demikian.

"Kamu aja kerja belum benar sih." Iva lagi-lagi menolak. Karena menurutnya, ini terlalu tergesa-gesa dan hanya mengikuti keinginan Vhi saja.

Vhi berdecak, hela napas, mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sudah bosan dengan semua penolakan yang dilakukan oleh kekasihnya itu. Pria itu memiliki pandangan yang berbeda. Dia percaya Kalau uang bisa datang jika ia berusaha keras. Lagi pulang, apalagi yang mau ditunggu? Jeno sudah sangat dekat juga dengannya. Jadi sepertinya semua akan berlangsung dengan mudah.

"Kalau rezeki itu kan kita bisa cari sama-sama sayang, kenapa sih kamu selalu mikir kayak gitu?"

"Aku bukannya nggak mau berusaha keras sama kamu. Cuman banyak hal yang harus kita pikirin Vhi. Apa nenek kamu bisa nerima aku? Apa nenek kamu bisa nerima Jeno? Jujur, pacaran sama kamu Itu tantangan banget. Emang sih sekarang nggak ada apa-apa. Tapi ke depan? Nggak ada yang tahu. Lihat apa yang terjadi sama Rei ke belakang? Gimana cara nenek kamu buat bikin dia jatuh sejatuh-jatuhnya? Apa mungkin, itu nggak bakal dia lakukan ke aku? Aku bahkan mulai mikir, kalau sekolah ngeluarin aku itu, mungkin aja karena nenek kamu mengintervensi mereka. Karena aku dekat sama kamu."

Iva berpikir bahwa ia dikeluarkan dari sekolah karena ulah nenek dari kekasihnya itu. Sepertinya nenek Ayu mulai melakukan penentangan dan penolakan terhadapnya untuk menjauhi cucu semata wayangnya itu.

"Va, kamu nggak boleh kayak gitu. Aku yakin nenek tuh nggak kayak gitu orangnya."

"Kamu ingat nggak sih, apa aja yang dia lakuin ke Rei? Terus kamu pikir, apa dia nggak bisa ngelakuin hal kayak gini?" Iva bertanya dengan nada suara yang sedikit meninggi. Dia tak tahan lagi dengan penolakan yang terus dilakukan oleh Vhi. Sejujurnya ingin mengatakan kalau nenek Ayu itu adalah orang yang jahat. Tetapi ia masih merasa tak tega untuk itu.

.
.
.

Sementara kini Rei tengah bersama dengan Yuga di ruang kerja pria itu. Keduanya duduk di sofa, kepala Rei bersandar kepada Yuga dan tangannya menggenggam tangan sang duda. Tadi ia menceritakan semuanya kepada pria itu hingga menangis kemudian tertidur.

Yuga tentu saja mengenal Ayu,  Karena sang nenek adalah orang yang cukup berpengaruh di bidang bisnis dan politik.

Nenek Ayu dulu pernah bekerja di menteri kesehatan dan menjadi salah satu kepercayaan dari menteri tersebut. Kemudian ketika menikah dengan Raharjo yang berhenti dari pekerjaannya di kementerian tapi tidak mengurangi pengaruhnya di dunia politik. Karena ayahnya juga dulu berkecimpung di dunia perpolitikan.

Yuga menatap dengan tatapan yang berbinar, seolah ada bintang-bintang yang berada di sinar matanya. Mengisyaratkan begitu mencintai wanita yang ada di sampingnya kini tengah terlelap.  Yuga memainkan rambut dan tangan Rei. Rei kemudian membuka matanya perlahan, terlihat bengkak karena sejak tadi menangis.

Yuga merapikan rambut, menyelipkan di antara telinga Rei. "Udah oke perasaan kamu Mine?"

Rei anggukan kepala. "Maaf jadi ketiduran."

"It's okey, aku seneng nemenin kamu. Tapi—" Yuga menghentikan kata-katanya sementara tangannya memijat bahu kanan yang sejak tadi menjadi sandaran Rei. "Mine, bahu aku pegel."

Rei segera saja memijat bahu itu, merasa bersalah karena membuat bahu Yuga sakit. "Maaf ya Pak."

"Mas? Please. Aku mau jadi sandaran ternyaman kamu. Jangan panggil aku Pak. Itu akan jadi jarak buat kita, Mine."

Perasaan Rei agaknya mulai luluh karena perlakuan Yuga. Jujur saja berbicara pada pria itu memang terasa lebih nyaman dibandingkan dengan Kinan. Padahal Kuki juga adalah sosok yang baik dan perhatian. Tapi mengapa ia merasa lebih nyaman dengan sang duda dibandingkan dengan sang Jejaka?

"Oke Mas," sahut Rei.

Yuga tersenyum senang, ia tahu kalau ada celah di hati Rei yang sedikit terbuka.  Tentu saja Ini adalah kesempatan yang baik dan tak akan sia-siakan.

"Apapun yang terjadi nanti, aku tetap akan berusaha ada di samping kamu Mine. Aku bersedia jadi tempat kamu mengeluh, sandaran kamu waktu nangis, tempat kamu berbagi segalanya. Hmm? Apapun masalah kamu jangan ragu buat datang ke aku.  Aku mau jadi rumah ternyaman buat hati kamu, hm?"

Keduanya saling tatap, sementara Rei mencoba mencari kejujuran dari tatapan Yuga. Dan pria itu juga mencoba untuk memberikan keyakinan kepada Rei bahwa apa yang ia katakan adalah sebuah kejujuran.

"Maksih Mas."

Yuga menggenggam erat tangan Rei, membawanya mendekati bibir dan mengecupnya. "Malam ini mau ikut aku nggak?"

"Ke mana?"

"Ke tempat yang kamu rindukan pasti. Ke tempat yang bisa bikin kamu ngelupain masalah, walaupun untuk sementara. Dan tempat itu bisa menghibur kamu sedikit. Mau?"

Rei terdiam sejenak untuk menimbang penawaran yang diberikan. Kemudian ia menganggukkan kepalanya. Yuga menggandeng tangan gadis itu, dan mengajaknya ke luar dari ruangan untuk menuju ke sebuah tempat ingin membuat Rei merasa spesial malam ini.

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang