72

114 11 1
                                    

Pagi ini Rei sudah terbangun seperti biasanya, sudah rapi juga dan bersiap untuk bekerja. Gadis bertubuh gemuk itu berjalan keluar kamar, menuju ruang makan untuk sarapan. Ia mulai terbiasa dengan aktivitas paginya di rumah utama .

Sampai di tangga, berpapasan dengan Vhi. Adiknya itu terlihat cemas, keduanya saling tatap sesaat. Ia kemudian mendorong Rei untuk kembali mundur menuju kamarnya.

"Kenapa sih Vhi?" tanya Rei bingung.

"Kita ke kamar Lo, ada yang harus kita omongin," kata Vhi dengan serius.

Rei menurut saja, keduanya kemudian berjalan masuk kembali ke kamar Rei. Vhi mengajak Rei duduk di tepi tempat tidur. Pria itu terlihat gelisah. Itu   membuat Rei semakin penasaran.

"Kenapa sih? Kenapa lo tiba-tiba ngajak gue ngomong rahasia kayak gini?" Rei bertanya karena penasaran dan juga harus segera berangkat ke kantor. Jadi merasa tak punya waktu cukup banyak untuk berbasa-basi.

Vhi menatap ke arah sang kakak, dia masih belum bisa bicara tangannya saling meremas satu sama lain.  "Gue mau ngomong sama lo. Tapi gue minta lo jangan marah. karena gue nggak minta marah lo, gue minta solusi dari lo."

"Iya, buruan ngomong, gue mau berangkat kerja nggak bisa banyak basa-basi." Rei berkata lagi.

"Iva hamil."

"Hah?! Kok bisa?!!" Pertanyaan bodoh memang. Tapi hanya itu yang mendadak keluar dari bibirnya.

Tentu saja apa yang dikatakan oleh Vhi membuat Rei sangat terkejut. Bagaikan petir di pagi hari, dia harus mendapatkan sebuah pemberitahuan seperti ini. Padahal Ia sudah seringkali mengatakan kalau mereka berdua tidak boleh melakukan hal-hal aneh saat berpacaran. Dia benar-benar takut kalau hal seperti ini terjadi.  dan benar, apa yang di takutkan terjadi juga.

"Ya bisa, gue sama dia baru-baru ini ngelakuin itu. Cuma sekali itu juga gara-gara kelepasan." Vhi terlihat bingung, dia menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

"Iya nikah jalan keluarnya. Jangan bilang lo nggak mau tanggung jawab? Karena tiba-tiba lo nanya hal kayak gini, padahal jawabannya udah jelas." Rei berkata lagi.

Vhi menggelengkan kepalanya. ini bukan seperti apa yang Rei katakan. "Bukan, gue pasti mau tanggung jawab. Tapi gue mikirin nenek. Sebenarnya, ada pembahasan sama nenek tentang perjodohan gue sama Kinar."

"Kinar?"

"Kinar adiknya Kuki, gue itu udah lama dijodoh-jodohin sama nenek."

Rei terdiam, dia tahu jika semua ini ada hubungannya dengan Ayu akan sangat sulit. Apalagi hal seperti ini sangat sensitif dan riskan. Dia tak tahu hal apa yang bisa dilakukan sang nenek kepada Iva jika dia mengetahuinya saat ini.

"Lo gimana sih? Tahu kan, kalau urusan sama nenek itu susah banget. Sekarang lo malah bikin masalah kayak gini. Terus gimana? Gue takut kalau dia ngelakuin sesuatu ke iva dan Jeno. nenek itu bisa ngelakuin apa aja buat ngedapetin hal yang dia mau."

"Gue yakin, nenek nggak akan kayak gitu. Masa dia mau ngebiarin gue nggak bertanggung jawab sih? Gue yakin akan ada caranya supaya dia membatalkan perjodohan di antara gue dan Kinar." Vhi mengatakan itu dengan sangat yakin.

Lalu sebaliknya, Rei sangat tidak yakin dengan hal itu. Dia sangat mengerti dan mengenal jelas bagaimana sifat Ayu. Pada dasarnya wanita senja itu tak akan membiarkan orang lain memberikan penilaian buruk pada keluarganya.

"Lo itu nggak kenal gimana nenek. Lo liat apa yang dilakuin ke gue? Lo pikir dia nggak bisa ngelakuin itu ke Iva? Lo harus tahu, bagaimana akhirnya gua mau dan setuju untuk jadi CEO sementara perusahaan ...."

Mau tidak mau akhirnya Rei menceritakan semua hal yang terjadi, sebelum akhirnya menyetujui permintaan Ayu. Ia menceritakan dari Iva yang terpaksa harus tiba-tiba keluar dari pekerjaan dan juga Jimmy. Dan juga ancaman-ancaman yang dilakukan oleh Ayu padanya. Karena memang dia yakin Ayu bisa melakukan apapun untuk membuat nama baik keluarganya tidak tercemar.

Vhi mendengarkan dengan perasaannya cukup terkejut dan takut. Pasalnya ia mengenal Ayu sosok yang lembut. Padahal dia sendiri dengan jelas mengetahui bagaimana sang nenek melakukan banyak hal kepada Rei untuk menghancurkan pendidikan gadis itu. Dan kini, semakin dia mendengar hal yang diceritakan oleh Rei, membuat dia semakin cemas dengan keadaan Iva.

"Terus, gue harus kayak gimana? Gue nggak mau nenek nyakitin pacar gue." Vhi jadi sangat takut. Apalagi saat ini sang kekasih tengah mengandung bayinya.

Rei marah, dia kemudian memukul bahu sang adik beberapa kali. Seringkali dia mewanti-wanti, tapi kenapa mereka berdua malah melakukan hal seperti itu?

"Gue kan udah bilang ke lo berdua jangan macam-macam. Sekarang, kita harus cari cara supaya nenek nggak tahu."

"Nggak mungkin, gue kan harus nikahin dia. Mau nggak mau, gue harus ngomong ke nenek tentang niat gue ini."

Rei jadi semakin pusing. tentu saja tidak bisa menikahan diam-diam. Apalagi masih ada sang nenek sebagai salah satu keluarga.

"Terus gimana dong? Gue juga bingung. Gue takut dia ngelakuin hal yang buruk ke Iva." Rei tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada sahabatnya itu.

"Gue bakal ngomong sendiri ke nenek. Gue akan ngomong dan akan berusaha supaya dia nggak ngelakuin hal yang aneh sama Iva. Lagian kan gue cucu laki-laki satu-satunya, masa dia mau ngejahatin gue sih? Masa nenek mau buat gue ngerasa sedih sih?"

Rei memukul lagi baru sang adik yang rasanya tidak tahu diri dengan bertanya seperti itu. "Terbalik! dengan ngelakuin hal kayak gini, lo yang bikin nenek sedih dan juga marah. Kenapa lo sekarang mempertanyakan tentang perasaan Lo sendiri sih?" Menurut Rei, Vhi itu egois. Padahal ini terjadi karena ulahnya sendiri. Dan itu adalah sebuah kesalahan yang jelas akan membuat nenek aku kecewa.

"Sorry," ucap Vhi merasa bersalah.

"Gue pusing dan gue harus kerja sekarang. Sumpah gue kecewa banget sama lo dan Iva. Yang jelas lo harus tanggung jawab. Dan harus memastikan kalau sahabat gue itu, akan selalu dalam kondisi yang baik-baik aja."

Rei memutuskan untuk segera berangkat bekerja. Rasanya kepalanya akan benar-benar pecah jika ia masih berada di kamar yang saat ini. Sepanjang perjalanan menuju kantor pun dia sama sekali tidak bisa fokus. Beberapa kali Rizal bahkan bertanya dan dia hanya menjawab bahwa semua baik-baik saja.

Jujur saja, dia juga merasa sangat kecewa. Apalagi bukan hanya satu atau dua kali ia menasehati agar keduanya tidak bertindak terlalu jauh. Dan kini hal yang ia takutkan terjadi. Sepanjang jalan memikirkan apa yang mungkin dilakukan oleh nenek Ayu. Dia yakin sekali, kalau nenek Ayu tidak akan tinggal diam jika ia tahu masalah ini.

"Ibu, ibu," panggil Rizal beberapa kali.

"Iya mas?" Sejak berjalan memasuki kantor pergi sama sekali tidak fokus. Dia bahkan tidak mendengar suara Rizal yang memanggilnya.

"Sudah ada tamu di ruangan, sebaiknya kita lebih cepat jalannya."

Rei anggukan kepala. Kemudian berjalan cepat segera menuju ruangannya.

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang