74

71 11 0
                                    

Rumah utama sudah dirapikan, dipersiapkan untuk makan malam bersama keluarga Tuan Tara. Vhi yang baru saja pulang dari rumah Iva cukup terkejut melihat itu semua.

Vhi berjalan menuju tangga dan semakin terkejut ketika ia melihat sang nenek yang duduk di sofa dekat lorong.

"Nenek?" gumam Vhi. Segera berjalan cepat menghampiri Ayu dan mencium tangan wanita senja itu.

"Seneng kamu ya, enggak ada nenek di rumah?" tanya Ayu pada sang cucu.

"Enggak Nek enggak. Kok negatif thinking gitu sih? Nenek juga ke Singapura enggak bilang aku dulu?" Vhi kemudian duduk di samping Ayu dan segera bertingkah manja dengan merangkul sang nenek.

Ayu hanya melirik ke arah Vhi, seperti biasa memang terkadang anak itu memang sangat manja pada sang nenek. Sebenarnya, Ayu juga sangat menyayangi sang cucu. Hanya saja tingkah cucu sama tahu yang itu yang tidak bisa diatur dan mempunyai seringkali kesal dan marah.

"Hari ini, kita ada makan malam sama keluarga Pak Tara. Kamu harus siapkan diri dengan baik. Nanti juga akan ada Kiran. "

Mendengar nama yang disebutkan membuat wajah Vhi sedikit muram. dia tahu pasti pembahasan makan malam ini adalah mengenai pertunangan dan perjodohannya dengan gadis itu.

"Iya nek," kata Vhi dengan pasrah.

Sebenarnya dia masih terus memikirkan bagaimana caranya untuk memberitahu hal ini mengenai hubungannya dengan Iva. Namun sepertinya masih membutuhkan waktu yang lebih tepat lagi untuk mengatakan hal ini. Apa lagi dia perginya kata-kata Rei yang menceritakan tentang bagaimana dan apa saja yang dilakukan Ayu untuk membuat Rei menyetujui keinginannya.

Setelah berbicara dengan sang nenek , Vhi berjalan ke kamarnya. Pria itu kemudian duduk di tepi tempat tidur. Jadi pusing sendiri, seharusnya dia mengikuti apa yang dikatakan Rei. Sayang semua sudah terlambat.

"Harus gimana?" gumamnya bingung.

***

Rei kini melangkahkan kakinya keluar kantor. Melangkah dengan cepat karena tadi Yuga mengatakan kalau ia akan menjemput. Tentu saja itu membuat perasaannya senang karena akan bertemu dengan sang kekasih. Hari ini mereka juga akan menuju rumah Eri, untuk meminta wanita itu membantu Yuga mengatakan yang sebenarnya untuk memperbaiki nama baiknya.

Pria berkulit putih itu berdiri di depan mobilnya, menunggu. Sudah hampir sepuluh menit sejak kedatangannya. Ia menatap ke dalam, terlihat Rei yang berjalan sambil melambaikan tangan. Melihat Rei saja membuat hatinya merasa lega dan berbunga-bunga. Yuga ikut melambaikan tangan, sambil tersenyum ke arah sang kekasih.

"Hari ini Mas Rizal pulang ya," kata Rei.

"Hari ini ada makan malam sama keluarga Pak Tara, Bu?" Rizal mencoba untuk mengingatkan.

"Iya, saya pulanh sebelum jam makan malam." Rei menjawab, tak ingin Rizal cemas. Karena tau jika ia tak datang, Ayu pasti akan memarahi Rizal.

Rizal terdiam sejenak, sebelum akhirnya menganggukkan kepala. "Baik kalau begitu. Tolong jangan terlambat Bu Rei."

"Iya Mas, tenang aja." Rei coba menenangkan.

Langkah Rizal terhenti membiarkan Rei berjalan keluar seorang diri. Rizal sudah diminta pulang, maka ia sadar kalau tugasnya hari ini sudah selesai. Pria itu melangkahkan kakinya ke parkiran belakang. Ia memarkir mobilnya di sana.

Sementara itu Rei berjalan cepatmenghampiri kekasihnya. Sama seperti Yuga yang merasa kalau Rei membuatnya begitu bersemangat, Rei juga masakan hal yang sama.

Yuga memeluk Rei setelah sang kekasih berada di dekatnya. "Kangen banget sama Mine," ucap pria itu.

"Aku juga kangen sama kamu Mas. Kita jalan yuk, soalnya aku ada makan malam sama kolega Nenek malam ini."

Yuga anggukan kepala, kemudian ia melepaskan pelukannya pada Rei. Segera berjalan menuju mobil dan membukakan pintu.

Mereka akan segera menuju rumah Eri. Sepanjang jalan tak banyak juga hal yang dibicarakan oleh keduanya, mereka sama-sama memikirkan apa yang mungkin akan mereka katakan kepada wanita itu. Bagaimanapun Eri saat ini tengah mengandung , emosinya pasti tak stabil.

"Kamu udah tau mau ngomong apa Mas?" tanya Rei.

Yuga anggukan kepala. "Aku akan minta baik- baik dulu."

"Kalau ngomong baik- baik enggak digubris gimana?' tanya Rei pada kekasihnya itu.

"Aku akan lakukan tuntutan hukum Mine. Mungkin memang terkesan kejam, tapi ini juga demi nama baik aku." Yuga sebenarnya tak tega melakukan itu, Hanya saja, ia tak mungkin tinggal diam karena nama baiknya dipertaruhkan dan juga ini demi kestabilan perusahaan.

Mobil milik Yuga terhenti tepat di depan pagar rumah Eri. Tak ada siapapun di sana. Rumah itu terlihat kosong. Yuga dan Rei kemudian berjalan ke luar dari dalam mobil untuk memastikan lagi situasinya.

"Kayaknya enggak ada orang deh Mas. Lihat aja itu tamannya kelihatan kotor banget." Rei menunjuk taman yang terlihat penuh dengan daun kering.

Yuga menekan bel rumah yang bahkan tak berbunyi. Masih berharap kalau ada Eri di sana. Masih mencoba menahan emosinya. Pria itu merasa Eri tengah mengkhianatinya.

"Aku berharap dia ada di dalam. lagian  ngapain dia sampai berbuat sejauh ini sih?" Yuga mengambil ponsel miliknya kemudian mencoba menghubungi ponsel Eri.

Rei mendekati Yuga, sesekali mengusap bahu kekasihnya yang terlihat menahan emosinya. Ia iba dengan apa yang terjadi dengan Yuga, hanya saja ia tak tau apa yang harus ia lakukan saat ini.

"Enggak diangkat mas?"

Yuga gelengkan kepala. "Aku antar kamu pulang aja. Aku akan coba tanya pengacara perusahaan besok. Aku takut Ibu Ayu marah sama kamu kalau kamu terlambat nanti."

Keduanya memutuskan untuk pulang, lagipula hari sudah semakin malam. Di dalam mobil, Rei me-retouch make up, menata sedikit rambutnya agar tak terburu-buru nanti saat sampai di rumah. Ia juga menyemprotkan parfum. Aroma vanilla, peer yang segar dan manis menyeruak di indrea penciuman. Jelas Yuga tergoda meski tak ada niat menggoda dari Rei.

Yuga sesekali memerhatikan, tak tahan rasanya melihat apa yang dilakukan Rei saat ini. ia memilih menepikan mobilnya. Jantung yang berdebar dan hasrat yang menggebu buat ia hilang akal. Apalagi Rei mengikat rambutnya sedikit ke atas dan membuat leher gadisnya itu terlihat.

"Kok minggir Mas?" tanya Rei bingung.

Yuga menatap dengan tatapan menggoda, bahkan sedikit menggigit bibir bawahnya. "Memang boleh secantik ini?"

Bingung tentu saja, sedikit takut juga rei rasanya melihat kelakukan kekasihnya yang seperti ini. "Memang cantik Mas?"

"He,em." Yuga menjawab sambil anggukan kepalanya perlahan.  "Mau ciuman Mine."

Mata Rei terbelalak mendengar apa yang dikatakan oleh Yuga barusan. "A-pa mas?" tanya gadis itu tergagap atas nada suara dan tatapan seduktif yang ia terima. Apalagi sepertinya tadi Yuga baru saja merasa kesal, dan sekarang malah meminta ciuman.

"Mine, jangan diem. Aku ijin dulu nih, mau cium kamu."

Rei mendekatkan pipi dan menunjukknya. "Ini," kata Rei.

"Bibir kamu Mine, mau bibir kamu."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang