73

62 13 0
                                    

Rei  berjalan menuju ruangan. Perasaannya jadi tak keruan setelah pembicaraan tadi pagi dengan Vhi. Ketika sampai di depan ruangan, ia segera membuka pintu. Seperti apa yang dikatakan stafnya tadi, bahwa ada seseorang yang menunggu.

"Kamu sudah datang?"

Melihat siapa yang kini berada di hadapannya membuat jantung Rei berdebar kencang, perasaannya jadi semakin kacau balau, berantakan.

"Ne-nenek?" Rei terbata.

Dia tak tahu apa tujuan Ayu tiba-tiba saja datang. Tapi jelas ini akan menyulitkan dan membuat situasi semakin rumit. Rei jadi semakin takut bagaimana kalau Ayu mengetahui tentang apa yang terjadi di antara Vhi dan Iva.

Rei berjalan mendekati Ayu yang kini duduk di sofa menatap dengan senyum. Wajah wanita senja itu terlihat lebih segar dibandingkan saat dia berangkat ke Singapura 2 bulan yang lalu. Pengobatan yang dijalaninya di Singapura membuat kesehatannya semakin membaik. Ditambah lagi dia yang beristirahat dan tak harus mengurusi urusan perusahaan. Hal itu yang mempercepat pemulihan penyakitnya.

Rei duduk di kursi sofa kecil yang tepat berada di samping Ayu. Wajahnya menjadi pucat pasi, padahal ini bukanlah kesalahannya. Namun, ketakutan benar-benar menyelimuti dirinya saat ini.

"Kenapa kamu ngeliatin saya kayak gitu? Kenapa kamu ngeliatin saya kayak hantu? Kenapa?" Ayu bertanya karena dia melihat wajah Rei yang begitu ketakutan. Membuat ia heran meskipun sama sekali tak curiga.

"Agak kaget aja,  kenapa nenek tiba-tiba datang?"

"Karena kondisi saya udah lebih baik. Dan rasanya 2 bulan di Singapura untuk berlibur sudah cukup. Saya akan kembali ke sini, kemudian mengurusi urusan lain. Urusan yang akan memperlancar segala hal dan juga perencanaan perusahaan. Bagaimana rasanya kerja di perusahaan?"

Jujur saja Rei cukup terkejut karena Ayu menjadi benar-benar ramah padanya. Tidak ada lagi tatapan dingin dan sinis, tidak ada lagi ucapan yang ketus dan dingin, dan Ayu terlihat sangat menghargai Rei.

"Awalnya cukup bikin bingung. Tapi setelah dijalanin, nggak sesulit yang dipikirkan dan dibayangkan sebelumnya. Tapi, sepertinya saya masih punya kelemahan besar yaitu bicara dengan para direksi."

Ayu menganggukan kepalanya dengan senyum, dia sangat mengerti mengapa Rei merasa demikian. "Kalau itu bukan masalah. Biar saya yang handle dan mengatasi semua urusan relasi kita. Kamu fokus aja sama perusahaan. Rizal juga cerita Kalau kamu bisa menghandle semua kegiatan dengan baik. Kamu juga mengatur laporan dengan sangat teliti. Good," kata Ayu.

Ayu sejujurnya tidak menyangka kalau Rei yang dulu dia halangi semua kegiatan pendidikannya, bisa menjadi seorang gadis yang benar-benar bisa diandalkan.  Kekecewaannya kepada sang cucu kesayangan perlahan sudah luntur. Ayu sudah menerima keputusan Vhi untuk fokus pada kegiatannya. Karena dia sudah memiliki seseorang yang bisa dia percaya untuk memegang kendali perusahaan. Bagaimana pun, perusahaan itu memiliki kisah perjuangan dengan sang suami yang harus ia pertahankan.

"Nanti malam kita ada acara makan malam sama keluarga Pak Tara. Tanpa kamu ketahui, selama saya ada di Singapura Pak Tara yang membantu untuk menghandle beberapa direksi yang susah diatur. Ada beberapa direksi yang susah untuk menerima kamu sebagai pemegang perusahaan yang baru. Tapi Pak Tara yang bantu untuk handle itu. Kita harus jamu dengan baik malam ini."

"Baik nek." Tidak ada lagi yang bisa dikatakan oleh Rei selain setuju. dia tidak bisa memikirkan kata-kata yang lain selain menyetujui ide dari Ayu. Karena pikirannya sendiri pun sedang sangat kacau.

"Kalau begitu, kamu harus pulang lebih cepat dan bersiap. Karena Pak Tara akan datang sekeluarga bersama kedua anaknya."

"Iya nek."

***

Yuga berada di ruangannya, ia duduk di kursi kerja. beberapa hari ini semakin membuat kalut dan bingung. Gosip yang menyebar kentangnya membuat direksi menjadi kacau. Meskipun itu sama sekali tidak merubah antusias pengunjung.

Pikirannya kacau, apalagi ia tak bisa menghubungi Eri.  Sahabatnya itu seolah lepas tangan. Yuga hanya ingin Eri membantunya untuk membuat nama baiknya kembali. Dengan membuat pernyataan di kantornya secara pribadi. Baik berupa surat  ataupun yang lain. Setidaknya bisa meredam para direksi yang frontal ingin menggantikannya di perusahaannya sendiri.

Merasa sakit kepala, ia memilih untuk menghubungi Rei. Kekasihnya selalu bisa membuat perasaan yang berantakan jadi lebih baik. Cukup lama sampai akhirnya panggilan di terima.

"Ya Mas?" sapa Rei. Terdengar cukup antusias mendapat panggilan dari sang kekasih.

"Mine kamu sibuk ya?" tanya Yuga ada rasa tak enak juga karena takut mengganggu.

"Enggak kok Mas. Ini udah selesai sih, tadi habis tanda tangan dokumen terkahir. Kenapa Mas,?" tanya Rei lagi.

Yuga tersenyum, ia bangkit dari duduknya berjalan menuju jendela melihat suasaca cerah hari ini. "aku lagi agak stres di kantor. Kangen kamu jadinya Mine, kangen peluk. Love you Mine."

Mungkin jatuh cinta pada Rei adalah satu hal yang tak pernah ia bayangkan. Dan bukan bagian dari rencananya. Namun, jatuh cintanya tak akan membuat ia menyesal.

"Cerita sama aku Mas. Hmm? Kenapa sayang, Mas Yuga sayang?" Rei merayu, jarang sekali Rei mengatakan hal manis seperti ini.

Dan jelas itu membuat Yuga tahan senyum. Namun, sulit dan tetap saja kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.  Apa yang dilakukan oleh kekasihnya itu membuat Ia lupa tentang masalahnya.

"Hmm, Sejak kapan kamu belajar ngomong manis kayak gitu?"

"Kan kamu yang ngajarin aku kayak gini." Rei tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan oleh kekasihnya itu. "Gimana anak-anak di rumah Mas?"

"Aku tuh nggak pernah ngajarin kamu ya, mine. Anak-anak oke kok. Kamu sering ditanyain sama Chelo. Aku udah bilang, kalau kamu mungkin akan sibuk beberapa minggu ini. Dan kamu nggak usah cemas, selesaikan aja dulu semua pekerjaan kamu di kantor." Yuga tidak mau urusan kekasihnya itu terganggu karena kedua anaknya. Jadi sepertinya tak masalah, kalau mereka untuk sementara waktu tidak bertemu dengan Rei terlebih dahulu.

"Iya mas, kamu sendiri gimana Mas? Ada masalah apa?"

"Biasa direksi, mereka malah bikin aku tersudut. Malah parahnya mau berusaha cari opsi pergantian CEO. Aku enggak ngerti lagi sama mereka. Masa mereka mau lengserin aku, dari perusahaan aku sendiri?"

Yuga tak bisa menahan diri untuk tak menceritakan semua pada Rei. Jarang sekali bersikap manja, dan kali kni kepala Yuga ingin pecah rasanya.

"Kamu minta Mbak Eri buat jadi saksi mas. Minta dia bicara ke direksi atau surat tertulis." Rei iba juga dengar penuturan Yuga.

"Aku udah coba hubungi. Tapi, dia sama sekali enggak bisa dihubungi. Semua nomornya mati Seolah-olah ngehindarin aku. Tapi kamu jangan cemas Mine. Aku yang megang  enam puluh persen saham edelweiss."

"Aku tau kamu bisa atasin semua Mas. Tapi, aku juga maunya Mbak Eri pulihkan nama baik kamu. Gimana kalau kita datang ke rumahnya? Siang ini." Rei kesal karena ulah Eri, nama baik sang kekasihnya jadi rusak.

"Aku enggak mungkin ke sana Mine, takut akan ada desas-desus lagi."

"Mungkin, aku akan temenin kamu ke sana."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang