52. pastikan dia datang

199 19 0
                                    

Keesokan paginya saat Rei ke luar kamar, Iva sudah tampak rapi dengan seragam batik yang wanita itu kenakan. Terlihat tengah sibuk menyuapi Jeno di meja makan. Rei melangkah lesu melewati Iva dan Jeno untuk mengambil air minum di lemari pendingin dengan wajah khas orang baru bangun tidur.

"Semalem gimana acara makan malamnya?" tanya Iva di tengah-tengah aktivitasnya menyuapi Jeno yang makan dengan lahap karena menu sarapan hari ini sesuai dengan permintaan bocah empat tahun tersebut. "Lancarkan Rei? Lo enggak buat masalah 'kan?"

Diingatkan peristiwa semalam, Rei yang semula di tempatnya duduk sibuk menuang air dingin ke dalam gelas, langsung meminum air tersebut dalam satu kali tegukan.

"Lancar apanya?" sahut Rei cepat. "Mereka berdua bikin gue pusing setengah mati !" ujar gadis itu melampiaskan sisa kejengkelan yang sedari semalam dia tahan.

Di lain kesempatan, tolong ingatkan Rei untuk tidak pernah mempertemukan Yuga dan Kinan dalam satu meja makan yang sama. Karena hal itu hanya akan menimbulkan bencana. Setidaknya begitulah yang Rei rasakan semalam.

Gadis itu benar-benar kapok.

Alih-alih bisa menikmati makan malam dengan tenang untuk mengobati perutnya yang sudah keroncongan, Yuga dan Kinan justru sibuk bersaing satu sama lain untuk menarik perhatiannya dengan cara yang amat sangat kekanak-kanakan.
Rei memijat keningnya pelan. Gadis itu mendadak merasa pening hanya dengan mengingat tingkah konyol Yuga dan Kinan. Sungguh, menghadapi Chello dan Cherry yang sedang tantrum terasa jauh lebih mudah dibanding harus menjadi penengah antara dua orang pria dewasa itu.

"Lagian kemarin malam kenapa sih pakai acara pergi keluar segala sama Vhi dan Jeno? Coba kalau kalian ikut juga makan malam sama kita, baik Pak Yuga atau pun Kinan pasti akan sungkan."

Iva tak langsung membalas. Untuk beberapa saat perhatian wanita itu tertuju sepenuhnya pada Jeno yang sudah menolak disuapi dengan cara menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan tangan seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

"Sudah kenyang, Ma." Ujar bocah itu saat melihat Iva masih menyodorkan sesendok nasi berserta lauk ke depan mulutnya.

"Tinggal dua sedok lagi, Sayang. Habisin ya? Nanti kalau nasi sama ikan gorengnya nangis lho, kalau Jeno enggak menghabiskan."

Mungkin karena sudah benar-benar kenyang, Jeno kembali menggeleng. Tak sedikit pun luluh dengan bujukan sang Ibu. Melihatnya, Iva memilih menyerah. Tak lagi memaksa Jeno untuk menghabiskan nasinya yang tinggal beberapa sendok lagi. Sebagai gantinya, wanita itu menyodorkan susu coklat yang untuknya kali ini Jeno terima dengan senang hati.

Melihat tingkah putranya yang semakin beranjak dewasa, bahkan kini sudah bisa menentukan apa yang dia mau dan tidak, Iva tak bisa menahan diri untuk tidak mengusap punca kepala Jeno dengan sayang. Setelahnya, barulah wanita itu kembali mengalihkan perhatian pada Rei yang masih menekuk wajahnya hingga saat ini.

"Hal semacam itu enggak akan terjadi kalau lo bisa bersikap tegas, Rei. Coba kalau lo bisa lebih cepat menentukan siapa yang hati lo pilih di antara Pak Yuga atau Kuki, sekarang lo pasti tidak perlu pusing menghadapi dua-duanya sekaligus."

Melihat Rei yang tampak merenungi kata-katanya, Iva lalu kembali melanjutkan. "Lagi apalagi sih yang sebenarnya lo tunggu? Mau Pak Yuga atau pun Kuki secara terang-terangan udah sama-sama bilang cintanya kan, Rei.."

"Iva, Please.. Kan gue udah bilang berkali-kali. Gue masih butuh waktu buat memikirkan semuanya." Desah gadis itu lelah. "Lo tahu sendiri, di umur kita sekarang bukan saat yang tepat buat main-main. Gue sudah terlalu tua buat main putus nyambung putus nyambung macam remaja baru gede. Gue juga masih trauma sama masalah Satya dulu."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang