64. anak Eri

101 11 0
                                    

"Chelo pulang!"

Chelo berjalan masuk ke dalam rumah dengan riang. Kemarin sang ayah mengatakan kalau ia akan mengajak untuk menemui Rei. Kaki kecilnya melangkah menuju ruang tamu, melihat seseorang duduk di sana. Itu adalah Eri, wanita itu menoleh dan tersenyuk ketika malihat Chelo.

"Udah pulang kamu Sayang?" Eri menyapa, kemudian dia berjalan menghampiri.

Chelo jelas merasa kecewa dengan apa yang ia lihat. Padahal berharap kalau yang datang adalah Rei. Nyatanya itu tak sesuai apa yang ia pikirkan. Eri ingin membantu anak itu membuka kancing kemejanya.Chelo gelengkan kepala, melarang Eri.

"Chelo bisa tante. Kata mami Chelo udah gede," kata anak itu dan Eri hanya tersenyum.

"Iya, Chelo udah gede."

"Tadi aku kira mami yang datang," kata anak itu lagi sambil melepas sepatu.

"Chelo memang udah gede." Eri memuji sambil membelai lembut rambut anak itu.

Chelo kemudian anggukan kepala dan berjalan menuju kamar meninggalkan Eri. Wanita itu memilih untuk ke dapur untuk mengambil minuman karena merasa haus. Di sana ia bertemu Ina yang sedang menyiapkan makan siang untuk Chelo.

"Rei masih suka ke sini Mbak?" tanya Eri.

"Sekarang udah enggak Bu. Soalnya sekarang kan dia jadi pemilik perusahaan." Ina menjawab sambil mengaduk sayur sop yang tengah dihangatkan.

"Presdir? Perusahaan apa?"

"Kurang tau juga Bu, tapi yang saya denger dari Pak Yuga memang Rei sebenarnya anak orang kaya."

"Oh gitu." Eri terdiam dan terdiam sejenak sebelum akhirnya ia berjalan kembali menuju ruang tengah untuk menonton televisi.

**

Rei dan Yuga berada di sebuah restoran yang letaknya tak jauh dari pantai. Yuga sengaja mengajak Rei ke sana sekaligus untuk menikmati suasana pantai di ssaat matahari terbenam. Yuga melakukan itu, karena menurutnya itu adalah hal yang romantis.

"Gimana hari pertama kamu Mine?" tanya Yuga.

"Biasa aja Mas, aku langsung kerja enggak mau basa basi."

Yuga tersenyum, lalu genggam tangan kekasihnya. "Aku yakin kamu bisa Mine. Ngerjain apa aja kamu?"

"Beberapa dokumen yang pending, aturannya enggak jelas poinnya. Aku enggak tau ini cuma tes atau gimana. Cuma, aku perhatikan beberapa poin dasarnya template. cuma di dua dokumen aja yang mendadak poinnya hilang." Rei katakan itu smabil meneguk jus jeruk hangat yang ia pesan.

"Bu Ayu mau ngetes ketelitian kamu Mine?" tanya Yuga lagi.

Rei anggukan kepalanya ragu. "Hmm, aku ngerasa gitu. Cuma entahlah mas," katanya.

Yuga ingin mengetahui bagaimana hari yang dilakui oleh kekasihnya. Ia ingin bisa jadi tempat ternyaman untuk Rei pulang.  Meskipun hari ini ada yang sedikit mengganggu yaitu perihal masalah Eri.

"Bisa jadi memang Ibu Ayu pengen ngetes kamu sih. Gimanapun kamu pengganti barunya dia. Mungkin dia ingin memastikan kalau udah memberikan jabatan ke orang yang tepat."

"Iya sih, tapi seharusnya dari awal kalau emang dia nggak yakin kenapa dia harus kasih jabatan itu ke aku?"

"Karena cuman kamu yang bisa diandelin kan? Apalagi alasannya selain itu? Dan dia memang memilih orang yang tepat. Aku bangga sama kamu Mine."

Rey menatap dengan tatapan berbinar. Dia merasa berterima kasih atas perhatian yang sudah diberikan oleh yuga. Gadis itu merasakan kesungguhan yang ditunjukkan oleh Yuga.

Hari itu Yuga tak banyak bicara dan banyak melamun. Hal itu jelas disadari oleh Rei. "Kamu ada apa Mas? Dari tadi aku lihatin kamu banyak bengong?"

Yuga menatap ke arah Rei kemudian menjawab. "Aku akan cerita ke kamu nanti setelah kita makan. Oke mine?"

Rei terdiam sejenak menatap Yuga, sebelum akhirnya dia menganggukkan kepala. "Iya oke Mas."

Mereka melanjutkan kegiatan dengan makan bersama titik meskipun tentu saja Rei merasa penasaran sekali dengan apa yang ingin dibicarakan oleh yoga. Tapi dia mencoba untuk menghormati keputusan Yuga untuk berbicara setelah mereka makan malam.

Setelah makan malam, mereka memutuskan untuk berjalan di pinggiran pantai. Langkah mereka terhenti, lalu duduk di sebuah kursi yang berada di pinggir pantai. Rei menatap ke arah Yuga,  dia menunggu apa yang akan dikatakan oleh kekasihnya itu.

"Aku mau ngomong ke kamu. Aku harap kamu nggak berpikiran aneh-aneh." Yuga membuka pembicaraan diantara mereka berdua. Menata penuh harap kepada hari, dia berharap kalau kekasihnya itu tak salah paham ataupun berpikiran buruk tentang dirinya.

Apa yang dikatakan oleh Yuga jelas semakin membuat Rei merasa heran dan penasaran. "Memangnya ada apa sih Mas? Kenapa kamu sampai ngomong kayak gitu?"

"Tadi Eri hubungin aku. Dia berantem sama suaminya dan aku nyamperin dia ke rumah. Setelah itu aku ngobrol bertiga dan suaminya bilang kalau Eri hamil—" Yuga menjeda pembicaraan itu. Menatap wajah Rei yang sedang mencoba untuk mencari Ke mana arah pembicaraannya.

"Dia bilang kalau itu anak aku."

"Jadi itu anak kamu?" Rei bertanya.

"Eri bilang itu anak suaminya." Yuga menjawab dengan yakin apa yang dikatakan oleh Eri. Dia percaya kalau bayi itu adalah anak dari suaminya. Sebenarnya, itu lebih seperti sebuah harapan Yugga saja.

Rei terdiam, dia masih menatap heran ke arah Yuga.  "Jadi dia anak kamu atau bukan? Memangnya hubungan kalian udah sejauh itu mas?"

"Mine, aku sama Eri emang—" rasanya sulit sekali mengatakan tentang hubungannya bersama Eri pada Rei.

"Aku ngerti. Kalau gitu kamu tetap harus tanggung jawab."

"Tapi Eri bilang itu bukan anak aku."

"Belum terbukti kan? Karena kamu sendiri ragu. Masih ada kemungkinan kalau itu adalah anak kamu. Kamu harus nunggu sampai anak itu lahir untuk tes DNA nya kan? Mau gimanapun kamu nggak bisa lepas dari tanggung jawab Mas." Rei Jujur saja merasa kecewa. Ada rasa sakit dalam hatinya tentu saja, tetapi hal itu terjadi sebelum mereka menjalani hubungan. Jadi mau bagaimana lagi?

"Kalau itu anak aku. Hmm, maksudnya seandainya. Kamu bakal ninggalin aku?"

"Tergantung. Kalau ibu Eri minta kamu untuk tanggung jawab, ya aku akan mundur. Aku nggak akan ngerebut seorang ayah dari anaknya."

Rei hala nafas kemudian menatap kepada laut dihadapannya. Hari ini ia lelah, kemudian ditambah rasa kecewanya berlebihan. Rasanya benar-benar letih dan ingin segera merebahkan tubuh ke tempat tidur. 

"Aku yakin kalau itu bukan anak aku. Eri bilang kalau—"

"Jangan ada pembelaan diri dulu mas. Karena kamu nggak tahu sebenarnya anak itu anak kamu atau bukan kan? Pemikiran kamu saat ini, hanya berusaha berharap kalau anak itu bukan anak kamu." Rei tidak mau juga Terus berspekulasi kalau anak itu bukan anaknya. Karena tak akan ada yang tahu bagaimana kedepannya.

"Maafin aku karena aku bikin kamu kecewa."

"Aku juga berharap kalau anak itu bukan anak kamu. Aku akan tetap di samping kamu, sampai kita tahu kebenarannya. Aku maafin kesalahan kamu yang dulu, tapi aku berharap kamu nggak ngulangin itu lagi. Karena sekali aja kamu ngulangin itu, aku nggak akan pernah maafin kamu."

Yuga menggenggam tangan kekasihnya, kemudian menciumnya. "Aku makasih karena kamu kasih kesempatan dan percaya sama aku, Mine."

Yuga menganggukan kepalanya dengan yakin. Sementara itu Rei pernah merasakan kecewa dan terluka karena seorang laki-laki. Kali ini ia tak akan membuat dirinya masuk lagi ke dalam kebodohan yang sama.

"Kita pulang yuk Mas?"

Keduanya kemudian berjalan meninggalkan tempat itu. Ada perasaan lega dalam hati juga Karena sudah mengatakan semua kepada Rei.

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang