71

152 8 0
                                    

Sebulan berlalu sejak kejadian itu. Hal itu memang tak membawa hal yang berdampak pada taman bermain. Tapi, dari pihak intern bergejolak. Mereka merasa kalau Yuga tak memiliki sikap yang baik sebagai seorang pemimpin. Hal ini membuatnya jadi bingung sendiri dan terpaksa sedikit mengalah pada para direksi.

Yang paling menyebalkan menurutnya adalah, Eri yang bahkan sampai saat ini belum menemui atau menghubunginya dirinya. Dan Hal itu membuat juga benar-benar marah dan kesal. Karena apa yang dilakukan oleh Eri membuatnya terkesan melakukan kesalahan.

Yuga juga belum bisa bertemu dengan Rei karena mereka berdua sama-sama tengah disibukkan dengan kegiatan perusahaan. Namun komunikasi mereka tetap berjalan dengan sangat baik. Rei bahkan sudah lama tak bisa menjenguk Iva.

"Ibu kenapa?" Suara Jeno dari luar toilet. Anak itu bertanya karena Iva terus saja mual Sejak pagi tadi.

"Enggak apa-apa sayang. Tunggu sebentar di luar nanti ibu bikinin sarapan." Iva katakan itu dari dalam kamar mandi.

"Iya ibu."

Iva sejarah berkumur, dan dia berjalan keluar dari toilet. Tubuhnya benar-benar terasa lemas dan sudah beberapa hari ini dia mual. Dalam hati sebenarnya curiga, hanya saja dia masih takut untuk melakukan pengecekan.

"Ibu kenapa?" Jeno bertanya lagi. Dia cemas dengan kondisi sang ibu.

"Nggak apa-apa sayang. Ibu kayaknya lagi masuk angin. Hari ini mau makan nasi uduk atau bubur ayam? Kayaknya Ibu hari ini nggak bisa masak nasi goreng kesukaan Jeno deh."

Mendengar pertanyaan itu membuat Jeno berpikir sejenak. "Aku mau bubur ayam aja Bu."

Iva setuju kemudian dia memecahkan kakinya segera membeli sarapan untuk sang putra. Sampai di depan pagar dia berpapasan dengan Vhi. Kekasihnya itu baru saja tiba kau masih kemarin berangkat ke Malang dan pagi ini sepertinya dia sudah pulang.

"Mau ke mana kamu sayang? "

"Aku mau beli sarapan, mau beli bubur ayam kamu mau atau enggak?"

Vhi memerhatikan kekasihnya yang terlihat pucat itu. "Tapi muka kamu pucat banget. biar aku aja yang beli kamu masuk ke dalam temenin anak kita."

"Enggak apa-apa Emang kalau kamu beli?"

"It's okay sayang. Kamu masuk ke dalam sana."

"Makasih ya sayang."

Vhi segera melangkahkan kakinya menuju tempat penjual bubur ayam. Jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Dan pagi ini sepertinya sudah cukup ramai.  Karena antrian yang cukup banyak, ia memesan dan kemudian menunggu. Saat itu Vhi berpapasan dengan Jimmy. Pria itu duduk saya menikmati bubur ayam miliknya.

"Eh, Jimmy?" sapa Vhi, ia berjalan menghampiri, kemudian duduk berhadapan dengan Jimmy.

"Eh Vhi!" Jimmy tersenyum, dia tak lupa mengajak adik dari sahabatnya itu untuk bertosria.

"Apa kabar lo? Kayaknya belakangan nggak pernah kelihatan ya? Biasanya kita sering papasan di warung waktu lo beli rokok." Vhi bertanya karena dia benar-benar penasaran dengan keberadaan Jimmy yang jarang terlihat di kampung itu.

"Gue belakangan pindah kerja. Kerja di Bandung sekarang, kebetulan ada saudara yang punya distro dan minta dibantuin buat jagain tokonya."

"Oalah, pantes gue nggak pernah ngeliat lo di sini."

"Rei dia udah sukses ya? Gue senang lihat dia sekarang, kelihatan percaya diri, dan emang cocok banget buat dia." Jimmy katakan itu dengan senyum ikhlas yang terulas di bibirnya.

Vhi mengerti bagaimana perasaan Jimmy, karena dia juga adalah laki-laki. terlihat sekali kalau Jimmy memendam perasaan kepada kakaknya itu.

"Lo itu sebenarnya ada perasaan kan sama dia? Kenapa nggak dari dulu lo ungkapin sih?"

Jimmy hanya melirik kepada Vhi. Dari dulu memang memiliki perasaan, hanya saja ia merasa kalau Rei cukup sulit untuk dijangkau.

"Dari dulu itu dia bersinar banget, mana berani gue deket-deket." Sejak dulu Rey memang terlihat begitu pintar, cukup pandai bicara dan bergaul meskipun dia tidak banyak mempunyai teman dekat. namun, gadis itu cukup pandai untuk bersosialisasi.

"Paling nggak lo coba ungkapin dulu."

"Tapi sekarang kan udah terlambat banget. Gue nggak minta apa-apa, bahkan nggak berharap perasaan gue bisa dibales. Satu hal yang gua harapin adalah dia bisa memilih seseorang yang bisa bikin dia bahagia. Seseorang yang bisa ngebantu dia untuk jadi lebih percaya diri dan bersinar. Dan gue juga yakin, lo tahu kalau orang itu bukan gue."

Vhi memilih untuk tidak banyak berkata-kata lagi. Karena menurutnya hal yang paling sulit dalam perihal cinta adalah pengikhlasan orang yang dicintai dan sepertinya dalam hal ini Jimmy sudah berhasil untuk melakukan itu. Dia mengikhlaskan gadis yang dicintainya untuk mendapatkan semua hal yang terbaik, dengan menekan dan menyembunyikan perasaannya sendiri.

"Bang Pi," panggilan dari tukang bubur ketika bubur milik Vhi sudah selesai dibuat.

"Ya udah, gue balik duluan ya. Lo nanti balik ke Bandung lagi?"

"Iya, sore nanti gue balik ke Bandung lagi."

"Ya udah, kalau gitu hati-hati." Vhi segera bangkit dari duduknya, dia berjalan untuk mengambil bubur dan segera kembali pulang.

Vhi kembali ke rumah lalu sarapan bersama dengan Jeno. Sama sarapan ada yang aneh dari kekasihnya yang memilih diam sejak tadi. Bahkan iva sama sekali takmenyentuh makanan miliknya.

"Kok kamu nggak makan sih sayang?"

"Ntar dulu, aku lagi nggak enak perut."

"Kamu masuk angin? Mau aku kerokin nggak nanti? Biasanya kamu kan kalau sakit apa-apa maunya dikerok." Vhi katakan itu sambil berusaha menyuapi Iva.

Hanya saja Iva menolak. "Nanti aku makan kalau perut aku udah enak, rasanya kembung dan enggak enak banget. Aku nanti boleh minta tolong kamu buat anterin Jeno ke PAUD engga?"

"Boleh dong Sayang. Nanti aku anterin Jeno."

Setelah selesai sarapan seperti janjinya pria tersenyum kotak itu segera mengantarkan Jeno untuk ke sekolah. Sementara itu, Iva berjalan menuju kamarnya dia membuka laci dari nakas yang berada di samping tempat tidur. Mengambil sebuah tespek. Iva  curiga karena sudah sebelas hari dia terlambat datang bulan.

"Semoga nggak hamil, semoga nggak hamil." Hal itu yang dia katakan berulang-ulang sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Sebenarnya awalnya ia sama sekali tak mau melakukan hubungan seperti itu bersama dengan Vhi. Tapi, vhi terus saja merayu dan menggoda sampai semuanya terjadi begitu saja. Bagaimanapun, ifa juga kadang rindu kan boleh yang pria. Dan sudah dengan sekuat hati untuk menahan itu, hanya saja pesona dari kekasihnya itu memang sulit untuk ditolak apalagi dengan wajah tampan.

Iva melakukan pengetesan, setelahnya Dia berjalan keluar. Dia mendapati vhi yang berjalan masuk, dan menghabiskan bubur ayam milik Iva yang tadi dibelinya.

"Kamu nanti aku masakin nasi goreng aja ya? Bubur ini biar aku yang makan." Vhi katakan itu lalu dia tersenyum.

Iva aku kan kepalanya, kemudian berjalan mendekat. Dia duduk di samping Vhi.

"Kamu kenapa sih mukanya kayak gitu? Dari tadi aku datang kamu sama sekali nggak senyum. Emangnya kamu nggak kangen ya sama aku?"

Iva melriik Vhi, "aku mau ngomong sama kamu."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang