63. mandul?

117 13 0
                                    

Mobil Yuga terhenti tepat di depan rumah Eri. Dengar  suara tangisan dari balik telepon tadi sudah buat ia khawatir setengah mati. Bukan karena masih memiliki perasaan, tapi Eri adalah sahabatnya. Meskipun mereka bertengkar Yuga tetap menganggap Eri sebagai adik kecilnya.

Di depan rumah itu, ada mobil milik suami Eri yang terparkir. Yuga memang tau kalau hampir dua bulan ini suami Eri berada di rumah. Ia berjalan masuk ke dalam, bisa terdengar perdebatan di antara Eri dan Bagus.

"Permisi," sapa Yuga.

Tak ada jawaban yang diberikan oleh kedua orang itu membuat Yuga memutuskan untuk segera masuk ke dalam. Diikuti oleh rasa khawatir mengingat dari tangisan yang didengar dari balik telepon.

"Ah, ini orangnya." Bagus berujar, ketika ia melihat Yuga.

Saat ini Eri dan Bagus tengah duduk di ruang makan. Mereka saling bersebrangan. Mata Eri memerah, ia jelas baru saja menangis. Yuga sudah menduga alasannya. Kemungkinan besar Bagus telah mengetahui tentang hubungannya bersama dengan Eri. Dan itu yang menjadi pertikaian diantara keduanya.

"Ada apa ini Gus?" tanya Yuga kemudian duduk di kursi yang berada di antara Bagus dan Eri.

Bagus tersenyum sinis. "Ada apa kamu bilang? Tuh, dia hamil anak kamu."

Yuga masih memetakan situasinya. Eri hamil anaknya? Mereka sudah lama tak berhubungan intim. Pun saat mereka melakukan itu, Yuga selalu menggunakan pengaman. Bukan hanya ia, Eri juga selalu meminum obat anti kehamilan.

Yuga menatap pada Eri yang memalingkan wajahnya. "Anak siapa itu Ri?" tanya Yuga coba meyakinkan.

"Anak Bagus." Eri katakan itu dengan tegas.

"Dia anak kamu, kenapa kamu gitu sama istri kamu sendiri?" Yuga bertanya sambil menatap Bagus. Karena ia percaya kallau Eri tak berbohng.

"Aku punya kelainan sperma, dokter bilang aku infertilitas, mandul."Bagus tertawa miris menertawakan hidupnya. "Terus--" Pria itu mengambil amplop co6 yang sejak tadi ada di atas meja makan. "Enggak usah sok kalian. Aku tau apa yang kalian lakukan di belakang aku."

Yuga telan saliva membuka map berisi foto ia dan Eri yang sedang melakukan hubungan di apartemen yang di sewa Eri. Sepertinya Bagus memang meminta seseorang untuk mengawasi dan meletakkan kamera di kamarnya dengan Eri. Yuga menatap lagi pada Eri. Ya, memang mungkin saja kalau Eri hamil karena pengaman yang bocor, atau obat yang tak mempan digunakan. "Itu anak siapa Ri?"

Eri menatap pada Yuga, sayu. "Anak Bagus." Eri katakan itu lagi.

"Aku akan minta cek DNA setelah anak itu lahir. Silahkan kamu angkat kaki dari rumah ini." Bagus mengusir sang istri.  pria itu kemudian berdiri. Mengambil tas yang telah  disiapkan agar Eri pergi dari rumah itu. "Kita bisa bicarakan lagi setelah aku yakin kalau itu anak aku."

Eri menatap dengan taapan penuh kebencian pada Bagus. "Aku akan ajukan cerai. Kamu enggak perlu tes -tes DNA dan aplah itu. Aku akan rawat anak ini sendriian." Eri bangkit dan mengambil tas yang tadi diberikan oleh Bagus.

Yuga mengikuti langkah Eri dari belakang. Dalam hal ini ia juga bersalah dan juga merasa ragu. Apakah benar itu adalah anak Bagus? Atau itu adalah benar anaknya seperti apa yang dituduhkan oleh Bagus. tapi, bukankah pria itu mengatakan kalau ia tak bisa memiiki anak.

Sampai di mobil, Yuga membukakan pintu membiarkan Eri untuk masuk ke dalam. Setelahnya ia masuk ke dalam mobil. Ia tau kondisi Eri tak baik- baik saja saat ini.

"Kamu mau ke apartemen?" tanya Yuga.

"Boleh kita ke rumah kamu aja? Seenggaknya di sana aku ada temen Ani sama Ina." Eri meminta karena ia tak mau merasa kesepian, akibat sendirian di apartmennya.

Yuga anggukan kepalanya setuju. "Kita ke rumah. Dan ngomong setelah pulang kerja."

Yuga mengantarkan Eri ke rumahnya. Pria itu kemudian segera melaju menuju kantor mengerjakan semua pekerjaan dengan perasaan yang gelisah. ia juga memikirkan bagaimana jika bayi dalam kandungan Eri adalah benar anaknya? Lalu bagaimana hubungannya dengan Rei? Yuga benar- benar mencintai gadis itu.

Pikirannya berkelana dengan segala kemungkinan dan hal apa yang harus dilakukannya. Ada rasa menyesal karena bermain-main dengan Eri yang adalah sitri orang. ya, biasa memang penyesalan selalu datang belakangan.
  
Hari ini benar-benar terasa begitu lama dijalani Yuga. Ia ingin cepat berakhir dan dapatkan jawaban yang pasti. Di sela kegundahannya, pria itu menyempatkan untuk menghubungi Rei. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore, sebentar lagi waktunya pulang kerja. Dia berniat untuk menjemput kekasihnya itu.

"Ya mas?"

"Sore ini mau aku jemput? Sekalian kita ngopi bareng? Aku mau tahu gimana kamu hari ini di kantor Mine."

"Boleh, Gimana kalau ke rumah kamu aja Mas? Nanti aku buatin kamu kopi dan roti bakar? Soalnya aku pengen ketemu sama anak-anak."

Yuga diam sejenak.  Rasanya tak mungkin dia membawa ke rumahnya saat ini. Di sana ada Eri, Yuga harus menjelaskan dulu masalah yang tengah ia hadapi sebelum ia bertemu dengan Rei.

"Kita ketemu di luar aja ya? Mau ada yang aku omongin ke kamu mine."

"Oke kalau gitu Mas. Yaudah aku siap-siap pulang, aku tunggu ya."

"Love you mine."

"Love you Mas."

Yuga segera merapikan dokumen-dokumen yang berserakan di atas mejanya. Setelahnya Dia berjalan keluar ruangan untuk segera menjemput Rei. Sampai di parkiran tak butuh waktu lama untuk segera melajukan mobil. Jalanan ibukota sore ini sudah cukup ramai meskipun tak terlalu macet. Perjalanan dilalui sekitar 15 menit Sampai akhirnya dia tiba di kantor.

Rei sudah menunggu, gadis itu berdiri di depan pintu, seraya  ngobrol dengan Rizal. Setelah melihat mobil Yuga datang, dia berjalan mendekat.  Rizal mengikuti, pria itu membukakan pintu untuk atasannya.

"Hai, mine." Yuga menyapa lembut.

"Halo Mas." Sapa Rei.

"Hati-hati Bu," kata Rizal sambil memberikan tas milik Rei.

"Terima kasih ya Mas," ucap Rei pada Rizal.

"Hati-hati di jalan Bu." Rizal kemudian menutup pintu.

Yuga dengan sigap segera memakaikan sabuk pengaman. Ia menatap Rei yang terlihat cantik dengan tatanan make up tipis yang sudah mulai luntur. "mine, cantik banget kamu."

"Gombal ya Mas?" .

Yuga kecup pipi Rei, "Enggak, cantik beneran kamu. Jalan ya?"

Rei anggukan kepala, Yuga segera melajukan mobilnya untuk segera berangkat menuju ke salah satu coffee shop langganannya.

Sementara itu Rizal, segera berjalan menuju parkiran, dia kembali bersama sopir menggunakan mobil yang tadi digunakan saat berangkat. Karena mobilnya saat ini berada di rumah besar. Saat sudah berada di dalam mobil dia mengambil ponsel dan menghubungi Toto.

"Gimana hari ini? "

"Hari ini semua lancar Pak. Ibu Rei minta untuk segera kerja hari ini. Jadi tadi beberapa dokumen udah selesai ditandatangani dan beliau juga cekatan Minta beberapa perbaikan untuk dokumen yang sengaja saya rubah beberapa poinnya. Semua sesuai dengan permintaan Pak Toto untuk melakukan pengetesan lagi."

"Bagus, kalau begitu memang dia sudah tepat ditempatkan di sana. Terus pulang kerja tadi apa anaknya Pak Tara juga menjemput?" Toto bertanya lagi karena tadi saat berangkat Rizal memberitahu kalau Kinan menjemput.

"Enggak Pak, tadi saya lihat di dalam mobil itu ada Pak Yuga pemilik Taman Bermain Edelweis. Sepertinya, mereka punya hubungan khusus."

"Lebih dari Kinan?"

"Menurut Yang saya lihat demikian Pak." Rizal menjawab berdasarkan penglihatannya tadi saat melihat interaksi di antara keduanya.

"Ya sudah, besok kamu kabari saya lagi."

"Baik."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang