60.

125 14 0
                                    

Rei berjalan keluar rumah besar dengan gontai. Dia harus mengambil pakaian dan segera pindah ke rumah itu. Alasannya adalah, karena Ayu yang harus segera berangkat ke luar negeri. Sebelum meninggalkan rumah besar tadi, dia sempat saling berkirim pesan dengan Yuga. Dan juga berjanji akan mengantarkan Rei untuk kembali ke rumah.

Gadis itu melangkah sampai batas pagar dan ia sudah melihat mobil sedan hitam milik kekasihnya berhenti tepat di depan rumah itu. Saat gerbang terbuka, terlihat sosok pria berkulit putih yang menatapnya dengan senyum. Melihat kekasihnya itu, membuat Rei sedikit merasa lega. Ada sedikit beban yang hilang hanya dengan menatap wajah pria itu.

Yuga berjalan menghampiri, sama dengan Rei yang juga menghampirinya ketika sudah berdekatan kemudian Yuga memeluk rei, keduanya lalu berjalan bergandengan masuk ke dalam mobil. Jujur saja Rei tak menyangka pria yang sangat menyebalkan itu kini menjadi salah satu hal yang bisa membuatnya merasa lebih baik.

"Gimana hari ini?" Yuga bertanya, setelah ia memasangkan sabuk pengaman pada Rei.

"Belum apa-apa sih Mas. Hari ini aku cuman dikasih tahu apa aja kerjaan aku, beberapa hal penting yang harus aku pelajarin dan juga tadi aku udah interaksi sama orang yang ditugasin jadi tangan kanan aku."

Mendengar itu membuat juga segera menoleh. "Perempuan atau laki-laki?" Dan sikap posesifnya mendadak saja muncul.

"Laki-laki Mas. Namanya Mas Rizal."

Yuga menatap kekasihnya. "Dia benar-benar nggak akan macam-macam kan?"

Rei menatap gemas pada Yuga yang terlihat serius sekali. "Mas Rizal udah punya anak 3."

"Duda?" tanya Yuga lagi.

"Emang kenapa kalau duda?"

"Lebih bahaya daripada yang single, Mine. Skip enggak bisa?"

Rei tertawa dengar penuturan Yuga. "Mas Rizal bukan duda Mas ada istrinya kok."

Dengar apa yang dikatakan kekasihnya membuat perasaan Yuga menjadi sedikit lebih tenang. Rei kemudian menggenggam tangan pria itu, Yuga mengerti Kalau saat ini perasaan Rei Tengah tidak baik. Yuga mengecup singkat tangan yang tengah ia genggam.

"Semua Oke dan baik-baik aja kok. Aku yakin kamu bisa jalanin  semua dengan baik. Nggak perlu ada hal yang telah dikhawatirkan sayang. Hmm? Oke Mine?" Yuga tak ingin perasaan Rei terlalu terbebani. Karena ia tahu dengan menjadi pimpinan akan membuat Rei memiliki pengalaman lain. Tentu saja itu akan meningkatkan value kekasihnya itu.

Rei menganggukan kepalanya. Mencoba menerima keputusannya sendiri. Dan ia juga melakukan ini demi kebaikan semua orang. Mobil itu terus melaju menuju rumah Rei. Perjalanan tak memakan waktu terlalu lama karena jalanan yang tak terlalu macet. Di depan rumah ada Iva yang tengah duduk bersama Jeno.

Yuga berjalan masuk mengantar Rei ke dalam rumah. Dia juga menyempatkan diri untuk menyapa kepada Iva dan Jeno. Rei kemudian mengajak sahabatnya itu ke dalam kamar bersama dengan putranya. Sementara Yuga menunggu di ruang tamu.

"Kenapa sih? Ada sesuatu ya?" Iva bertanya karena melihat wajah Rei yang terlihat cemas.

"Gue udah mutusin buat gantiin nenek Ayu di perusahaan. Dan Sejak hari ini gue bakal tinggal di sana. Gue titip rumah ini ya? Lo tinggal di sini sama Jeno." Rei berhenti kemudian mengambil  kartu ATM miliknya yang ia simpan di dalam laci. "Ini bisa lo pakai buat kebutuhan kalian berdua."

"Gue masih bisa kok hidupin Jeno. Jadi lo nggak usah khawatir." Iva mengatakan itu karena ia merasa tak enak untuk menerima pemberian Rei.

Rei tak menerima penolakan ia memberikan itu kepada sahabatnya. Toh nanti iya akan mendapatkan gaji secara profesional sebagai presiden direktur. Lagi pula ia pasti tak butuh apa-apa karena semua sudah tersedia di rumah besar itu.

"Lo Jangan nolak. pokoknya duit ini lo simpan buat kebutuhan rumah ini juga kebutuhan lo dan Jeno."

"Gue bener-bener ada kok. lagian gue udah keterima kerja lagi. Tadi siang kepsek nelpon gue, dan dia bilang kemarin itu kesalahan." Iva mengatakan itu dengan senang.

Rei juga merasa lega karena ternyata nenek Ayu menepati janjinya. Setidaknya ia tahu kalau kini Iva bekerja lagi. Sahabatnya itu akan memiliki tambahan pemasukan untuk kebutuhannya bersama dengan putra semata wayangnya.

"Terus lo nggak balik ke sini lagi?"

"Gue mungkin akan mampir ke sini sesekali. Karena beberapa bulan kedepan gue pasti bakal banyak penyesuaian."

Iva memeluk Rei Dan kini ia meneteskan air mata rasanya cukup berat karena mereka sudah hidup berdua cukup lama. Sejak Jeno masih bayi dan kini anak itu sudah berusia hampir 5 tahun.

"Pokoknya, lo harus jaga makan, lo harus sarapan biar magh lo nggak kambuh, Jangan sering-sering ngopi, dan jangan begadang juga."

Rei air matanya, padahal Ia tak ingin menangis. Tapi mendengar sahabatnya itu mengungkapkan kekhawatiran membuatnya merasa haru.

"Vhi jangan boleh nginep. Gue takut kalian ngapa-ngapain."

Iva mendadak kesal, ia lalu memukul bahu Rei. "bisa enggak sih kita sedih-sedih dulu."

"Gue serius ih!" kesal Rei.

"Jangan cemas sih, gue enggak akan aneh-aneh. Kalau mau aneh-aneh kan ada kondom?"

Rei melirik kesal, kini ia yang memukul bahu Iva dengan kesal. "Iva ih!"

"Iya bawel, gue enggak akan aneh-aneh. Yang penting lo ingat apa yang gue bilang tadi."

Setelahnya Rei merapikan pakaian Ia hanya mengambil beberapa benda yang penting saja. Karena tadi Ayu mengatakan kalau semua pakaian, perlengkapan kerja, akan ia sediakan jadi Rei tak perlu membawa banyak benda dari rumah hanya cukup ambil yang paling penting saja.

Kini hidupnya akan benar-benar berubah. Dari seorang pekerja biasa yang akan menjadi seorang pemimpin perusahaan. Apakah Rei bisa melaluinya dengan baik? Mental pejuangnya memang sudah terlatih sejak dulu. Tapi tentu saja masuk ke lingkungan baru membutuhkan penyesuaian.

Sementara itu Ayu juga Tengah merapikan pakaiannya. Wanita senja itu akan segera berangkat ke Singapura untuk beristirahat dan menjalani pengobatannya. Semua sudah rapi karena ia tak perlu membawa banyak barang.

"To, Vhi belum pulang?" Ayu bertanya kepada Toto saat mereka Tengah duduk di ruang tengah saat wanita itu Tengah menikmati secangkir teh manis sebelum berangkat.

Toto menggelengkan kepalanya. "Tadi saya udah hubungin tapi katanya dia sekarang lagi di Malang Bu."

Ayu hela napas, cucunya itu memang semakin sulit untuk mengerti keinginannya. Sementara dia malah sibuk dengan kegiatannya membuat video kuliner hingga ke luar kota. Sejujurnya di titik ini Ayu benar-benar merasa miris dan kecewa dengan keadaannya. Bisa dikatakan sebuah keberuntungan karena ia masih memiliki pilihan lain, yaitu Rei menangani perusahaannya. Padahal Gadis itu adalah gadis yang sengaja ia matikan jalan pendidikannya agar tak bisa mewarisi perusahaan sang suami.

Tapi, takdir selalu punya jalannya untuk kembali. Mungkin saja sejak awal Rei memang sudah ditakdirkan untuk memimpin perusahaan itu. Jadi mau sekeras apapun Ayu berusaha akan tetap kembali kepada jalan takdirnya.

"Anak itu benar-benar deh. Kita berangkat aja To. Kamu bilangin ke Mbak, Nanti kalau datang suruh kabarin saya. Bilang juga untuk milih bajunya yang bagus-bagus dan susun semua di kamar yang udah disiapkan di atas."

"Baik Bu."

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang