Pagi hari, Syila sudah bersiap-siap untuk melaksanakan pembekalan KKN. Perempuan itu mematut dirinya di depan cermin, merapikan jilbabnya, lalu mengambil tas bahu berukuran sedang yang terletak di pinggir ranjang.
Ting!
Notifikasi ponsel membuat Syila mengalihkan atensinya pada benda pipih yang terletak di atas nakas. Ia segera mengambil ponselnya, barangkali ada informasi penting mengenai pembekalan KKN.
Dahi Syila berkerut usai membaca sebuah pesan masuk dari direct message instagram-nya. Lelaki dengan username instagram @kafipratama07 baru saja membalas pesannya.
@kafipratama27 :
Waalaikumsalam, Nasyila. Maaf baru balas, Nasyila.
Ini nomor whatsapp saya : 082391xxxxxxMenghela napas, Syila langsung menyalin nomor ponsel lelaki itu untuk dimasukkan ke dalam grup. Lelaki itu adalah Alkahfi Pratama, teman satu kelompok KKN-nya. Padahal Syila sudah mengirim pesan itu beberapa hari yang lalu. Ia dipaksa oleh teman-temannya untuk meminta nomor ponsel Alkahfi, karena hanya satu orang itu yang belum masuk ke dalam grup yang telah mereka buat. Lalu lelaki bernama Alkahfi itu baru membalas pesannya pagi ini. Apakah dia tipe mahasiswa yang sangat santai, bahkan tidak peduli tentang KKN yang akan dilaksanakannya?
"Syila! Kenapa belum sarapan? Mama udah masak dari tadi." Sebuah suara yang sudah sangat Syila hafal membuyarkan lamunannya tentang lelaki bernama Alkahfi itu.
"Iya, Ma. Ini Syila mau sarapan." Perempuan itu setengah berlari keluar dari kamarnya.
"Kok muka kamu kayak lesu gitu?" tanya Nira, ibunda Syila.
Syila yang sedang sarapan sembari melamun, mendongak menatap Nira. "Nggak apa-apa kok, Ma." jawabnya singkat.
"Kenapa? Kamu kok kayak nggak semangat gitu mau KKN?"
"Kamu masih takut?" tebak Nira yang dijawab anggukan oleh Syila.
Perempuan berusia 40-an itu terkekeh, lalu tangannya terulur untuk mengusap punggung anak sulungnya itu. "Udah, nggak usah takut. Siapa tahu nanti kamu bisa cinlok di KKN, 'kan?" godanya.
Cinlok atau cinta lokasi. Satu hal yang kerap terjadi kepada mahasiswa yang melaksanakan KKN. Tinggal bersama dan melakukan banyak hal bersama, tak jarang membuat para mahasiswa terjerat percintaan, baik dengan anggota kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lain.
Syila mendengkus, ia bertekad tidak akan terjerat drama percintaan KKN semacam itu. "Nggak mungkin lah, Ma. Aku nggak mau cinlok, lagian cowok di kelompokku nggak ada yang ganteng kayaknya," ujarnya.
Nira menggelengkan kepalanya, "Emang harus yang ganteng?" tanyanya heran.
Syila mengangguk, "Yang ganteng 'kan menarik perhatian, Ma."
"Nggak harus ganteng untuk menarik perhatian, Syil. Bisa aja kamu nanti tertarik karena sifatnya, 'kan?"
Syila menghela napas, "Iya sih, Ma. Tapi poin utamanya harus ganteng dulu nggak, sih? Soalnya kalau dia jahat nanti, setidaknya dia cuma nyakitin hati aja, nggak nyakitin mata karena dia ganteng."
Nira tertawa seraya menggelengkan kepalanya, ia tidak habis pikir dengan pemikiran anaknya. "Ya sudah, buruan kamu habiskan sarapannya, mama mau ke kamar mandi dulu," ujarnya kemudian berlalu meninggalkan Syila.
Sepuluh menit kemudian, Syila sudah menghabiskan sarapannya. Kemudian ia bergegas untuk mencuci piring, baru setelah itu berpamitan pada Nira untuk berangkat ke kampus.
"Berangkat dulu, Ma. Assalamualaikum." Syila mencium punggung tangan Nira, lalu berjalan menuju motornya.
"Waalaikumsalam, hati-hati!" jawab Nira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...