Pagi-pagi sekali Syila sudah bersiap memakai setelan jas hitam serta jilbab berwarna hitam pula. Hari ini ia akan melaksanakan sidang skripsi. Ia merasa sedikit gugup namun juga senang karena sebentar lagi salah satu bebannya akan berkurang.
Syila duduk di kursi sembari menyeruput teh hangat buatan Nira. Hubungan ibu dan anak itu kini sudah membaik. Mereka sudah saling meminta maaf dua hari yang lalu.
"Cepat berangkat, Syila. Udah jam 7.20 itu," ucap Nira sembari meletakkan uang untuk Syila di atas meja.
Syila buru-buru menghabiskan teh hangat, "Iya, Ma," ucapnya sembari mengambil uang pemberian Nira, lalu mengambil tas ransel dan memakainya.
"Syila berangkat dulu. Doakan sidang skripsi Syila berjalan dengan lancar, ya, Ma."
"Iya, pasti mama doakan. Udah, sana berangkat!"
Syila mengangguk, kemudian berlari ke garasi untuk mengambil motor. "Berangkat, ya, Ma. Assalamualaikum," ucap Syila setelah menghidupkan mesin motor.
"Waalaikumsalam."
Syila menutup kaca helm, lalu langsung tancap gas menuju kampus. Sesampai di kampus ia bergegas ke ruang sidang skripsi. Hari ini ia merupakan peserta pertama yang akan melaksanakan sidang skripsi di antara 3 mahasiswa lainnya.
Sidang skripsi Syila berlangsung lancar selama kurang lebih 2 jam. Perempuan yang mengenakan jas hitam serta jilbab hitam itu sumringah ketika keluar dari ruangan.
"Selamat!" Riska dan Nisa berlari memeluk Syila. Kedua sahabat Syila itu setia menunggu Syila dari 2 jam yang lalu. Sementara Shafa tidak dapat berhadir karena sudah pulang ke kampung halamannya.
"Akhirnya sarjana juga," celetuk Nisa di tengah pelukan mereka bertiga.
"Alhamdulillah, guys. Kalian cepat nyusul, ya," ujar Syila seraya melepas pelukannya. Matanya celingukan mencari keberadaan Kafi dan Haikal. Kedua laki-laki itu mengatakan akan datang jika tidak ada halangan.
"Pasti nyari Kafi," cibir Riska.
Syila tersenyum lebar, "Tahu aja!"
Nisa mendengkus, "Bucin banget kamu, Syil!"
"Heh, ngaca, yaa!!" balas Syila sewot.
"Aku nggak bucin!" Nisa tak terima dikatakan bucin oleh Syila. Padahal ia biasa saja, tak pernah berlebihan. Syila saja yang berlebihan menilainya.
"Nggak bucin apanya, video call aja tiap hari dari pagi siang sore malam, sampai bosan aku lihatnya!" cibir Syila.
Riska menghela napas, "Berantem terus!!" ucapnya kesal. Kedua sahabatnya itu memang selalu saja memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Padahal dua-duanya sama-sama bucin. Hanya saja bedanya yang satu bucin sama pacar virtual, yang satu bucin sama cinta dalam diam.
Setelah perdebatan tak penting itu, Syila pun berfoto bersama Riska dan Nisa. Kemudian ia juga berfoto dengan beberapa temannya yang datang memberikan kado serta ucapan selamat untuknya.
Dari kejauhan Syila melihat Nafiza, Giska, dan Ana sedang berjalan ke arahnya. Syila pun berlari menghampiri ketiga teman KKN-nya itu.
"Wih, selamat, Syil," ujar Giska seraya memberikan paperbag berisi kado untuk Syila dan memeluk temannya itu.
"Makasih, Gis." Syila menerima paperbag pemberian Giska.
"Selamat, Syil." Kali ini gantian Ana yang memberikan kado dan memeluk Syila.
"Makasih, An."
Setelah Syila berpelukan dengan Ana, barulah giliran Nafiza yang memberikan kado dan memeluk temannya itu. "Selamat, Syilakuuu," ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
Storie d'amoreDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...