Kafi tampak tersenyum memperhatikan interaksi kelima teman perempuannya yang sedang membereskan buku-buku di kantor desa. Tatapan lelaki itu lalu tertuju pada Syila yang terlihat tertawa dan banyak berbicara. Ternyata perempuan itu tidak sependiam saat pertama kali mereka berkenalan.
"Woi, lihat apa, sih?" Septian datang menghampiri Kafi yang kontan membuat temannya itu berjingkat karena terkejut.
"Ngagetin aja!"
Septian cengar-cengir, "Lihatin siapa? Nasyila, ya?" godanya sembari meletakkan tangannya di pundak Kafi.
"Nggak!" Kafi menepis tangan Septian, lalu berjalan keluar dari kantor tersebut.
Septian hanya geleng-geleng kepala, lalu kembali melanjutkan membereskan buku-buku.
"Kafi mau ke mana?" tanya Ana pada Septian.
"Nggak tahu tuh bocah," jawab Septian.
Ana mengedikkan bahunya, "Syil, beli es krim di depan, yuk!" ajaknya.
"Ayo, Ana. Aku juga mau beli." Bukan Syila yang menjawab, melainkan Nafiza. Perempuan itu bahkan sudah menarik tangan Ana dan Syila menuju pintu.
"Semangat banget Nafiza," ledek Amanda.
"Panas banget, Manda," dalih Nafiza.
"Eh kalian, mau nitip nggak?" Syila bertanya dengan sedikit melongok ke dalam melalui pintu.
"Boleh, Syil. Aku yang rasa strawberry," jawab Giska.
"Manda rasa apa aja boleh, Syila."
Syila mengangguk. Kemudian ia berjalan menuju warung yang berada di depan masjid.
"Untuk Septian sama Kafi beli juga nggak?" tanya Ana seraya memilih es krim yang ada di dalam box es krim begitu tiba di warung tersebut.
"Kayaknya mereka nggak mau, tapi nggak tahu juga," ujar Syila.
"Kalau pengin, mereka suruh beli sendiri aja nanti," sahut Nafiza, lalu berjalan ke kasir setelah mengambil satu es krim rasa vanilla.
Ana mengangguk, lalu berjalan menuju kasir setelah mengambil satu es krim untuk dirinya. Sementara Stila mengambil tiga es krim untuk dirinya serta untuk Amanda dan Giska.
Ketiga perempuan itu kembali ke kantor desa, lalu menyerahkan satu es krim untuk Amanda dan satu eskrim untuk Giska. Mereka menikmati es krim sebentar sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Kamu kalau pengin, beli sendiri ya, Sep," ujar Giska seraya mengemut es krimnya.
Septian hanya mengedikkan bahunya, lalu berjalan menuju sebuah ruangan untuk menaruh buku-buku yang baru dibersihkannya.
"Assalamualaikum," ujar Kafi yang berdiri di ambang pintu, lalu berjalan masuk ke dalam kantor desa.
"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada di dalam kantor tersebut.
"Wih, makan es krim nggak bagi-bagi nih." Kafi duduk di lantai bersama kelima teman perempuannya. "Septian mana?" tanyanya lagi.
"Di dalam ruang itu," jawab Giska seraya menunjuk ruangan yang terletak di dekat printer.
"Udah selesai, 'kan? Kita berangkat sekarang untuk peresmian jalannya. Sebentar lagi Pak Geuchik dan Pak Sekdes akan datang ke sini."
Semuanya mengangguk, lalu kelima perempuan itu menghabiskan es krimnya masing-masing. Beberapa menit kemudian, kepala desa dan sekretaris desa pun tiba di kantor.
"Assalamualaikum, bagaimana? Kita berangkat sekarang?" tanya Pak Syarif saat tiba di depan kantor desa. Para mahasiswa sudah berdiri di depan kantor untuk menunggu Pak Syarif dan Pak Rahmat yang akan menemani mereka hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...