24. Perasaan Kesal

730 41 7
                                    

Malam Sabtu yang dingin menjadi malam kedua Syila tidur sendiri setelah ditinggal Ana 2 hari yang lalu. Untungnya, dari pagi sampai siang, Syila berada di sekolah untuk menjalankan program magangnya, lalu sesekali Fitri dan Ikhlas juga ikut menemaninya sampai malam hari. Jadi, Syila tak benar-benar kesepian meski harus tidur sendiri.

Sementara itu, Septian sudah berpamitan untuk pulang ke kampung halamannya di Sumatra Utara tadi pagi. Lelaki itu tidak bisa membantu Kafi menyelesaikan proker mereka sebab keadaan sang ibu semakin parah dan sudah dilarikan ke rumah sakit.

"Kak Syila." Suara seseorang memanggil Syila diikuti ketukan pintu kamar membuat perempuan yang sedang mengetik sesuatu di laptop itu bergegas membuka pintu kamar.

"Masuk, Ikhlas." Syila mempersilakan Ikhlas masuk ke dalam kamarnya.

"Kakak lagi ngapain?"

"Lagi bikin laporan KKN," jawab Syila tanpa mengalihkan tatapan dari layar laptopnya.

"Kakak sedih, ya, tinggal sendiri di sini?"

"Pasti sedih, biasanya selalu ribut dan nggak pernah sepi di sini, eh tiba-tiba tinggal sendiri."

"Kak Manda besok balik lagi ke sini, 'kan?"

Syila mengangguk, rasanya ia sudah tak sabar agar Amanda segera kembali. Selain itu, Kafi juga akan kembali besok dengan mengajak satu temannya yang akan membantu menyelesaikan proker mereka.

"Berarti kakak nggak perlu sedih lagi, besok udah ada teman lagi."

"Kakak merasa kesepian gitu, tidur sendiri. Udah gitu 'kan ibu jarang di rumah, Iki juga udah balik ke dayah."

"Tapi ada Ikhlas di sini, Kak. Ada Kak Fitri juga, jadi Kak Syila nggak perlu merasa kesepian."

Syila berhenti mengetik, ia menatap Ikhlas yang sedang tersenyum padanya. Syila balas tersenyum penuh haru. Anak laki-laki itu selalu saja membuatnya bahagia dengan kata-katanya.

"Ikhlas, gimana kalau kita nonton film?"

Ikhlas mengangguk penuh semangat, "Di laptop kakak ada film apa aja?" tanyanya antusias.

"Bentar, ya. Kakak cek dulu." Syila segera membuka folder bertuliskan 'Drama&Film' di layar laptopnya. Tangannya sibuk mengarahkan kursor dan mencari film yang bisa ditonton berdua dengan Ikhlas.

"Banyak ini filmnya, ada yang Korea, China, Thailand, Barat, Indonesia, dan Malaysia. Ikhlas suka film yang gimana?" tanya Syila yang belum menemukan film yang cocok untuk ditonton oleh mereka.

"Apa aja, Kak. Tapi Ikhlas lebih pilih film Indonesia aja, Kalau film luar pusing dengar mereka ngomong," jawab Ikhlas.

Syila mengangguk, lalu kembali mengarahkan kursor untuk mencari film yang diinginkan Ikhlas. Saat menemukan film yang dirasa cocok, Syila langsung bertanya pada Ikhlas.

"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, mau? Sedih ini filmnya."

"Itu yang Zainuddin sama Hayati, ya, Kak?"

"Iya, kok Ikhlas tahu?"

"Tahu, Kak. Soalnya yang jadi Zainuddin itu mirip Ikhlas," jawab Ikhlas cengengesan hingga membuat Syila tertawa.

"Kakak kalau di kampus dipanggil Pevita, lho," ujar Syila memberitahu.

"Pevita?" beo Ikhlas.

Syila mengangguk antusias, "Iya, yang jadi Hayati itu. Soalnya kakak sering dibilang mirip Pevita. Ya, emang mirip sih."

Kali ini Ikhlas tertawa mendengar penuturan Syila. Kalau dipikir-pikir, mereka satu frekuensi dan sangat nyambung mengobrol dan bercanda.

"Ya udah, kita mulai nonton, ya." Syila mulai memutar film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dari laptopnya.

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang