29. Hari Baru

583 31 4
                                    

Satu bulan sudah berlalu, kini Syila sudah menyelesaikan tugas magangnya dan sudah kembali ke tanah kelahirannya, Banda Aceh. Perempuan yang hari ini mengenakan tunik berwarna biru dongker itu sedang berada di perpustakaan kampusnya untuk menyelesaikan laporan magang.

Menghela napas, Syila meneguk air putih yang selalu dibawanya di dalam botol berwarna hijau. Magang memang sudah selesai, tapi tidak dengan laporannya. Niat hati Syila ingin istirahat sejenak, tetapi DPL magangnya sudah meminta laporan dikumpulkan paling telat 2 hari lagi.

Syila mengambil ponsel dari dalam tasnya, ia hendak menghubungi Riska. Hari ini mereka berjanji untuk mengerjakan laporan bersama, namun sudah 10 menit Syila menunggu, Riska masih belum terlihat batang hidungnya.

"Syila."

Syila tersentak saat mendengar suara laki-laki memanggil namanya. Ia kontan membalikkan badannya untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Eh, hai, Haikal," sapa Syila begitu mengetahui lelaki yang memanggilnya adalah Haikal.

"Sendiri aja?" tanya Haikal.

"Boleh gabung?" Belum selesai Syila menjawab, Haikal sudah kembali bertanya.

Terdiam, Syila terlihat berpikir sejenak. Kemudian ia mengangguk dan menarik kursi di samping kirinya untuk Haikal duduk. "Boleh, Kal."

Haikal sumringah, ia segera duduk di samping kiri Syila. "Lagi ngapain? tanyanya seraya melirik ke layar laptop Syila.

"Bikin laporan magang," jawab Syila singkat.

Haikal manggut-manggut, lalu ia mengeluarkan laptop dari tasnya. "Aku mau bikin proposal, Syil," ujarnya memberitahu.

"Proposal skripsi?" tanya Syila terkejut. Ia bahkan belum menemukan judul untuk skripsinya, tetapi Haikal sudah mulai menyusun proposal skripsi.

Haikal mengangguk, "Iya, Syil. Ini udah revisi yang ntah ke berapa. Semoga aja bentar lagi bisa di-acc."

"Kok cepat banget, Kal? Aku judul aja belum ketemu."

Haikal tersenyum tipis, "Proses setiap orang beda-beda, Syil. Belum tentu ntar aku duluan yang lulus, 'kan?" ia memberi semangat kepada Syila.

Syila mengangguk setuju, proses setiap orang memang berbeda-beda. Mungkin saja sekarang Syila belum menemukan judul untuk skripsinya, tetapi tak menutup kemungkinan ia akan lebih dahulu lulus daripada Haikal.

"Syil, lama nunggunya, ya?" Tiba-tiba Riska datang dan langsung menarik kursi di samping kanan Syila yang kosong.

Syila melirik ke arah Riska dengan tatapan kesal, "Udah 5 jam aku nunggu, Ris. Kamu kebiasaan, ya, suka banget telat!" gerutunya.

"Bohong kamu, mana mungkin 5 jam!" cibir Riska.

Syila memutar bola matanya malas, "Kenapa telat?"

Riska cengar-cengir, ia mengelus tangan Syila, berharap temannya itu tidak mengamuk saat ia mengatakan alasan sebenarnya kenapa ia bisa terlambat.

"Aku ketiduran," cicit Riska pelan.

Saat melihat air muka Syila seperti ingin membunuhnya, Riska buru-buru mengambil sesuatu yang sudah disiapkannya agar Syila tidak marah.

"Buruan dimakan, ntar cair loh." Riska menyodorkan es krim yang dibelinya tadi pada Syila.

Meskipun merasa kesal, tangan Syila tetap tergerak untuk mengambil es krim pemberian Riska. Mau bagaimanapun, rezeki tidak boleh ditolak.

Haikal yang sedari tadi memperhatikan interaksi Syila dan Riska tak dapat menahan senyumnya. Menurutnya, Syila benar-benar perempuan yang lucu.

"Kamu suka banget es krim, Syil?" tanya Haikal beberapa saat kemudian.

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang