28. Kembali Berpisah

666 32 5
                                    

Langit hari ini lumayan cerah. Awan berarak terarah diikuti dengan angin sepoi yang membelai lambat. Kafi dan Haikal memulai pagi harinya dengan berjalan santai di sekitar kantor desa menuju sebuah warung kopi yang terletak di samping MIN desa Hutan Mekarsari.

Setelah berolahraga dan meminum kopi serata berbincang dengan para warga, Kafi dan Haikal pamit untuk kembali ke kantor desa. Hari ini merupakan hari terakhir mereka berada di desa Hutan Mekarsari. Jadi mereka akan membersihkan kantor desa sebelum pulang nanti siang.

Sekitar 10 menit selesai membersihkan kantor desa, Kafi dan Haikal berangkat ke Suzuya Mall Bireuen untuk membeli hadiah sebagai ucapan terima kasih untuk Pak Syarif.

Motor yang dikendarai Kafi memasuki halaman Suzuya Mall Bireuen setelah menempuh perjalanan selama 40 menit. Ia dan Haikal pun berjalan memasuki gedung tersebut.

"Mau beli apa hadiahnya, Kaf?" tanya Haikal.

Kafi mengedarkan pandangannya ke setiap sudut, di lantai 1 lebih banyak makanan ketimbang peralatan. "Di lantai 2 aja coba, Kal," ujarnya.

Haikal mengangguk, kemudian ia mengikuti langkah Kafi menaiki eskalator.

"Kamu ada saran nggak untuk hadiahnya, Kal?" tanya Kafi setelah mengelilingi lantai 2 mal tersebut.

Haikal terlihat berpikir sejenak, "Bingung sih, Kaf. Kalau parsel buah aja gimana?"

Kafi tampak berbinar, ia memukul bahu Haikal pelan. "Kenapa nggak bilang dari tadi?"

Alis Haikal berkerut heran, "Kamu juga baru nanya," ujarnya datar.

Kafi tertawa, "Parsel buah di lantai 1, 'kan?"

Haikal mengangkat bahunya, kemudian berjalan menuju eskalator. "Nggak ikut turun, Kaf?" tanyanya seraya membalikkan badannya saat melihat Kafi tak berjalan mengikutinya.

Haikal menghela napas panjang, ia kembali berjalan ke arah Kafi yang sedang termenung sembari memandang ke arah timezone. "Ngapain sih?"

Kafi tersentak saat menyadari tangan Haikal berada bahunya. "Kenapa, Kal?" tanyanya.

Haikal memutar bola matanya, "Kamu yang kenapa, lihatin apa coba?"

Kafi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Waktu itu aku sama teman KKN pernah ke sini, main di timezone. Terus itu bilik tempat aku karaoke," tunjuknya ke arah salah satu bilik karaoke dengan pintu berwarna merah jambu.

"Eh, aku nggak nyanyi, sih. Mereka aja yang nyanyi, aku cuma jadi penonton aja," ralat Kafi beberapa saat kemudian.

Haikal tertawa seraya menggelengkan kepalanya. Ia merangkul Kafi dan berjalan menuju eskalator untuk turun ke lantai 1. "Siapa aja yang nyanyi tuh, Kaf?" pancingnya.

"Nanas, Giska, sama Ana."

Sudut bibir Haikal otomatis tertarik ke atas mendengar jawaban Kafi. Ia sudah menduga bahwa nama Syila pasti disebut. "Jadi flashback ceritanya, ya?"

"Flashback dikit."

"Yang bener? Flashback dikit tapi sampai bengong gitu tadi?

"Nggak lah, biasa aja!"

Haikal hanya manggut-manggut saja. Ia pun membantu Kafi mencari parsel buah saat sudah tiba di lantai 1.

"Kaf, aku lapar. Kita makan KFC aja setelah ini, gimana?"

"Hmm," jawab Kafi berdeham. Ia pun berjalan ke kasir setelah mendapat parsel buah yang menurutnya cocok diberikan kepada Pak Syarif.

Setelah membayar pesanan, kedua laki-laki itu berjalan ke gerai KFC yang terletak tepat di sebelah kiri bagian super market. Mereka pun memilih kursi yang terletak di pojok dan membawa makanan serta minuman yang telah dipesannya.

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang