Hari ini merupakan hari ketujuh KKN. Kafi bersama keenam temannya akan memulai untuk melaksanakan program kerja kelompok mereka, yaitu membuat papan lorong untuk desa Hutan Mekarsari.
Papan lorong berukuran kecil itu sudah dibelinya bersama Septian beberapa hari yang lalu. Kini mereka akan memulai dengan mengecatnya terlebih dahulu.
"Nas, udah belum?" Kafi menghampiri Syila yang sedang asyik bercanda bersama Nafiza.
"Hah? Udah apa?" tanya Syila dengan dahi yang berkerut.
"Udah sembuh?" tanya Kafi memperjelas sambil melirik ke arah kaki Syila yang tampak sudah lebih baik dari sebelumnya.
Syila terdiam sejenak, bukankah kejadian ia terperosot di jembatan sudah berlalu beberapa hari? Dan Kafi masih saja mempertanyakan ia sudah sembuh atau belum.
"Ekhem, kayaknya ada yang lagi pdkt nih!" ujar Septian dengan suara sedikit keras hingga membuat teman-temannya yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mengalihkan atensi ke arahnya.
"Iya 'kan, Sep. Dari kemarin aku lihat Kafi tuh kayak dekatin Syila terus tahu!" Amanda ikut mengompori Septian.
"Asyik, pulang KKN ada yang bawa jodoh!" Giska ikut menyahut seraya menaikturunkan alisnya.
Kafi menggelengkan kepalanya, "Apaan sih, lebay banget kalian! Aku nanya itu biar bisa ngasih Nanas kerjaan, biar nggak cuma duduk aja dia!" kilahnya.
"Nanas?" seru keenam temannya serentak.
"Ekhem, jadi udah ada panggilan sayangnya ya, Kaf?" goda Amanda.
"Panggilannya gemes juga ya, Nanas."
"Kenapa nggak nangka aja ya, Gis?" Septian masih terus menggoda Kafi dan Syila.
"Diam, ih!" Akhirnya Syila buka suara setelah lelah mendengar ledekan teman-temannya.
"Kita ke sini mau KKN, bukan mau cari jodoh!" lanjut Syila kesal.
"Kalau bisa KKN sekalian cari jodoh, 'kan lebih bagus, Syil. Ya nggak, Kaf?" Amanda masih belum ingin mengakhiri sesi meledek kedua temannya itu.
Syila merengut kesal, "Ih, kalian nyebelin banget, sih!" kemudian ia melirik Kafi yang tampak santai seraya mengulum senyum. Bisa-bisanya laki-laki itu bersikap santai setelah menyebabkan kehebohan ini.
Kafi tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, seakan menikmati ledekan teman-temannya. Lalu tatapannya beralih pada Syila yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam.
Lucu.
Satu kata yang menggambarkan Syila di mata Kafi. Ya, Syila tampak lucu saat sedang menatapnya dengan tatapan tajam seperti ini. Bukannya menakutkan, yang ada Kafi malah ingin tertawa melihat air muka perempuan itu.
"Udah, Teman-teman. Jangan diledekin terus Nasyila. Kasihan dia, tuh lihat wajahnya aja udah kayak kepiting rebus merahnya." Kafi tertawa kecil melihat Syila yang langsung melotot mendengar ucapannya barusan.
"Apaan, sih!" sungut Syila. Perempuan itu beranjak untuk duduk di sebuah kursi kayu yang ada di bawah pohon.
Sumpah demi apa pun, Syila sangat membenci Kafi. Kenapa lelaki itu jadi ikut meledeknya juga? Dan apa katanya tadi? Wajah Syila memerah seperti kepiting rebus?
Diam-diam Syila mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kamera, mencoba meneliti wajahnya. Apa benar seperti yang dikatakan Kafi bawah wajahnya sudah seperti kepiting rebus?
"Nggak perlu ngaca, Syil. Emang wajah kamu sekarang udah semerah itu kok," kata Septian, lalu melanjutkan kegiatan mengecat papan lorong yang sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...