"Siapa yang mau temani aku ke posyandu?" tanya Giska seraya mengintip keempat temannya yang berada di dalam kamar.
"Aku sama Nafiza mau nyuci, Gis. Nanti selesai nyuci kita nyusul, boleh?"
"Boleh, Syil. Nanti kabari dulu kalau mau nyusul, ya?"
Syila mengangguk, lalu kembali merapikan jilbabnya.
"Manda mau ke sekolah, Gis," jawab Amanda.
KKN yang mereka laksanakan adalah KKN reguler. Bagi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), setelah program KKN selesai, mereka akan melanjutkannya dengan program Magang III atau Praktik Pengalaman Lingkungan (PPL).
Di kelompok KKN Hutan Mekarsari, Amanda, Syila dan Ana yang merupakan mahasiswa FKIP harus tinggal satu bulan lagi di Bireuen untuk melaksanakan program Magang III atau PPL di sekolah yang telah ditentukan oleh pihak kampus.
Ketiga perempuan itu mendapatkan tugas di sekolah yang berbeda, namun Syila dan Amanda masih berada di kecamatan yang sama walaupun berbeda desa. Sedangkan Ana nantinya harus rela pindah ke kecamatan sebelah untuk melaksanakan program tersebut.
Amanda yang merupakan ketua kelompok dari program Magang III atau PPL yang dilaksanakannya, hari ini harus menghadiri pertemuan dengan kepala sekolah tempatnya mengajar nanti.
"Oh iya, aku lupa, Man," ujar Giska lagi.
"Kalau gitu, aku aja yang temani kamu, Gis. Aku free kok," sahut Ana.
Giska menghela napas lega, bersyukur Ana hari ini tidak memiliki kegiatan sehingga bisa menemaninya ke posyandu untuk melaksanakan program kerja individu.
"Aku tunggu di depan, ya, An." Giska berjalan meninggalkan Ana yang sedang mengenakan jilbab.
Sementara itu, Syila dan Nafiza sudah berjalan menuju rumah Nek Darmi - ibunda Bu Mulya - untuk mencuci pakaian. Sumur di rumah Bu Mulya memiliki air yang lebih sedikit sehingga jika ingin mencuci pakaian, mereka harus pergi ke rumah Nek Darmi yang terletak tidak jauh dari rumah Bu Mulya, hanya berselang 2 rumah saja.
***
Cuaca siang hari yang sangat panas, membuat kelima perempuan yang sedang berjalan kaki, mampir ke warung untuk membeli minuman guna melepas dahaga.
"Haus, apa doyan, Syil?" tanya Giska yang terkekeh melihat Nasyila membeli 2 botol air mineral dan 2 buah es krim rasa vanila.
"Lelah banget, Gis. Cucian aku banyak banget tadi, sekarang malah harus ke kantor untuk mengecat papan lorong itu. Nggak bisa istirahat sedikit aja," keluh Syila, lalu menyebrang menuju kantor desa.
"Iya, aku juga capek banget tadi habis proker di posyandu." Giska ikut menyebrang di belakang Syila.
"Manda juga capek habis dari sekolah." Amanda ikut-ikutan mengeluh.
"Aku juga capek habis dari posyandu sama Giska."
"Kamu 'kan tugasnya cuma fotoin aku aja, An," ujar Giska seraya menggelengkan kepalanya.
Ana terkekeh. "Ya, semuanya pada ngeluh. Aku pengen ikutan juga. Eh tapi, si Bos mau secapek apa pun, nggak pernah ngeluh, ya?"
"Pengen ikut ngeluh, An. Tapi aku nggak punya tenaga lagi," ujar Nafiza seraya meneguk air mineral yang dibelinya tadi.
"Wah, kok lesu banget kalian?" tanya Septian saat kelima teman perempuannya memasuki kantor desa.
"Capek, woi!"
"Sabar, Bu Dokter. Kita nggak jadi mengecat papan lorong–"
"Ap–" Giska sudah membuka mulut untuk protes, namun Septian mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar perempuan itu tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...