22. Prahara di Hari Terakhir

754 41 0
                                    

Perpisahan menjadi takdir yang selalu ditemui oleh setiap manusia. Setiap awal, pasti akan ada akhir. Setiap pertemuan, pasti akan ada perpisahan.

Bicara mengenai perpisahan memang menyesakkan dada, apalagi harus berpisah dengan orang-orang yang disayangi. Namun satu yang pasti, mau tak mau, siap tidak siap, perpisahan pasti akan terjadi. Setidaknya begitulah yang akan dialami oleh mahasiswa KKN Hutan Mekarsari yang telah selesai melaksanakan tugasnya selama 1 bulan di desa Hutan Mekarsari.

Hari ini merupakan hari terakhir ketujuh remaja tersebut berada di desa ini. Ralat, bukan mereka bertujuh, melainkan ada 2 orang yang akan tetap tinggal di desa ini selama 1 bulan lagi untuk melaksanakan program magang, yaitu Syila dan Amanda.

Bagi Syila sendiri, hari ini merupakan salah satu hari terberat dalam hidupnya. Tinggal menghitung jam, ia akan berpisah bersama orang-orang yang sudah 1 bulan menjadi sahabat sekaligus keluarga untuknya.

Syila mengusap sudut matanya yang sedikit berair, ia merapikan jilbab, kemudian berjalan keluar menemui Nafiza yang sudah menunggunya di depan rumah. Karena hari ini merupakan hari terakhir KKN, mereka tidak menggunakan becak lagi. Jadi, mereka bergantian menggunakan motor Iki untuk pergi ke kantor camat untuk menghadiri penarikan mahasiswa KKN.

"Ayo, Syil."

Syila tersenyum, "Ayo, Bos."

"Loh, Manda mana?" tanya Nafiza yang tidak melihat Amanda keluar bersama Syila.

Syila menepuk jidatnya, karena terlalu terbawa perasaan, ia hampir lupa bahwa Amanda masih berada di dalam kamar dan sedang berbicara di telepon bersama ibunya.

"Kenapa, Syil?" Amanda muncul dari balik pintu saat Syila hendak memanggilnya.

"Udah selesai, Man?"

"Udah, Syil. Langsung berangkat kita?"

Syila mengangguk, sementara Amanda mengunci pintu. Kemudian ketiga perempuan itu bergegas menuju kantor camat yang terletak di desa sebelah.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 menit, akhirnya Syila, Amanda dan Nafiza tiba di kantor camat. Sudah banyak mahasiswa KKN yang berkumpul di sana. Ketiga perempuan itu langsung berjalan menuju keempat temannya yang sudah tiba terlebih dahulu.

Acara penarikan mahasiswa KKN berlangsung sekitar 2 jam lebih. Kini para kepala desa dan camat sudah pamit, begitu juga dengan para DPL yang hadir.

"Nas, fotoin aku dong," ujar Kafi seraya menyerahkan ponselnya pada Syila.

"Foto apa?"

"Fotoin aku sama bapak itu." Kafi menunjuk seorang tentara yang sedang berfoto bersama beberapa mahasiswa KKN dari kelompok lain.

Terdiam, Syila berusaha mencerna maksud Kafi. Untuk apa Kafi meminta foto bersama tentara itu? Memangnya tentara itu selebritas atau orang terkenal?

"Nas, malah diam!" Kafi menjetikkan jarinya di depan wajah Syila hingga membuat perempuan itu tersentak.

"Untuk apa sih, Kaf?"

Kafi menghela napas sejenak,"Bapak itu orang Minang juga, Nas. Sekampung sama aku, jadi aku ingin foto sama beliau."

Syila mendengkus, "Ngerepotin aja!"

"Besok enggak lagi, Nas. 'Kan kita bakal pisah."

"Kamu nggak selesaikan proker kita?"

Kafi tertawa, "Tuh, 'kan, kamu pasti nggak rela kalau aku pergi."

Syila mengernyit bingung, "Apa, sih?"

"Woi, kalian dari tadi pacaran mulu," tegur Septian yang baru menghampiri Kafi dan Syila.

"Siapa yang pacaran?" balas Syila sewot.

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang