Satu minggu telah berlalu, kini tiba saatnya para mahasiswa KKN diberangkatkan untuk melaksanakan pengabdian di desa yang telah ditentukan oleh pihak kampus.
Suasana di depan gedung rektorat sudah ramai dipenuhi ribuan mahasiswa yang akan melaksanakan KKN. Syila sedang bersama dengan teman-teman satu jurusannya, melakukan foto bersama sebelum nantinya akan berpisah satu bulan lamanya.
"Eh, udah mulai itu." Shafa menunjuk ke arah tiang bendera, tampak Pak Rektor sudah berdiri di sana, artinya pelepasan mahasiswa KKN akan dimulai.
Acara pelepasan mahasiswa KKN berlangsung hampir satu jam, sebelum akhirnya Pak Rektor mengakhiri pembicaraannya. Para mahasiswa mulai membubarkan diri, menuju lokasi mobil yang sudah disewa oleh masing-masing kelompok.
Kelompok KKN Hutan Mekarsari berjalan menuju indekos Ana yang berjarak kurang lebih 1 kilometer dari kampus. Mereka sudah meletakkan barang-barang bawaannya di sana sebelum menuju gedung rektorat tadi.
Sembari menunggu mobil mini bus yang akan menjemput mereka, Ana kembali masuk ke dalam kamar indekosnya untuk mengambil kipas angin sesuai pembicaraan mereka tadi.
"Katanya sopirnya jemput kelompok Hutan Raya dulu, ntar baru ke sini." Kafi selaku orang yang memesan mobil mini bus bersuara.
Awalnya kelompok KKN Hutan Mekarsari akan berangkat menggunakan mobil Hiace, namun karena mobil Hiace yang tersisa sudah rusak AC-nya, jadilah mereka sepakat untuk menyewa mobil mini bus saja. Dan kelompok KKN Hutan Raya meminta tolong kepada Kafi agar mau berbagi mobil dengan mereka karena tidak ada lagi mobil yang tersedia untuk disewa.
"Kok jemput mereka duluan? 'Kan kita yang bantu mereka, harusnya kita duluan yang dijemput."
"Nggak apa-apa, Giska. Mungkin mobilnya memang dari arah yang dekat dengan kelompok mereka berkumpul, jadilah dijemput mereka duluan," ujar Kafi berusaha bersikap tenang.
"Ini kipasnya, bisa, 'kan?" tanya Ana yang membawa kipas angin miliknya.
"Boleh, An. Asal kita nggak kepanasan aja di sana," jawab Amanda.
"Kalian ini mau KKN apa mau pindahan, sih? Kok banyak banget bawaannya?" tanya Septian heran. Ia menggelengkan kepalanya melihat barang bawaan teman-teman perempuannya yang sudah seperti akan pindah rumah.
"Iya lah, 'kan banyak kebutuhan," jawab Giska yang barang bawaannya paling banyak diantara teman-temannya.
"Tapi nggak kayak gini juga dong, Giska. Lihat aku dan Kafi," Septian menunjuk tas ransel serta tas jinjing miliknya dan Kafi yang terletak di dekat koper berwarna merah milik Giska.
Giska melongo, "Kalian cuma bawa tas ransel dan tas jinjing aja? Mau tidur di mana, hei?"
"Itu gampang, mungkin ada tikar nanti," jawab Septian kelewat santai.
Hampir sepuluh menit menunggu, tampak sebuah mobil mini bus berjalan menuju indekos Ana. Kafi segera memberhentikan kendaraan tersebut.
Sopir mini bus turun, membantu para perempuan memasukkan barangnya ke dalam mobil. Setelah semuanya beres, sopir pun mulai melajukan mobilnya.
Kafi duduk di kursi samping kemudi bersama ketua kelompok KKN Hutan Raya, sedangkan Septian duduk di belakang bersama anggota perempuan.
"Kenapa kita harus duduk di belakang, ya?" tanya Giska sinis. Ia teramat kesal karena harus duduk di belakang, belum lagi kepalanya yang harus siap tertimpa barang apabila melewati jalan yang ada polisi tidurnya.
"Iya, padahal 'kan kita yang bantu mereka," sahut Ana yang duduk di sebelah Giska.
"Tahu tuh," sungut Syila. Ia duduk sendiri di kursi samping Giska dan Ana yang terpisah oleh lorong kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...