Perjalanan dari masjid ke kantor desa cukup dekat, hanya membutuhkan beberapa langkah saja. Kafi mengeluarkan ponsel dari saku celananya, ia sengaja berjalan paling belakang agar bisa memotret teman-temannya yang berjalan di depannya.
Ceklek.
Satu foto berhasil ia abadikan melalui ponselnya. Lelaki itu tersenyum melihat hasil jepretannya, lalu memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya.
Saat tiba di depan kantor desa, seorang lelaki yang terlihat lebih muda dari sekretaris desa sudah berdiri menyambut para mahasiswa KKN.
"Assalamualaikum, Pak," ucap Kafi, lalu bersalaman dengan lelaki tersebut.
"Waalaikumsalam, ini Kafi, ya?"
Kafi mengangguk, "Benar, Pak."
"Silakan masuk dulu, kita perkenalan singkat saja, ya," ujar lelaki yang merupakan kepala desa Hutan Mekarsari.
Semua ikut masuk ke dalam kantor setelah dipersilakan oleh kepala desa. Sesampai di dalam, mereka langsung duduk di kursi yang telah disediakan.
Kantor desa Hutan Mekarsari tidak terlalu luas. Di dalamnya terdapat sebuah meja berukuran besar yang terletak di tengah ruang utama serta beberapa kursi di sekelilingnya. Selain itu, ada sebuah lemari berisikan buku-buku yang masih terlihat bagus walau sedikit berdebu.
Di sisi kiri ruang utama, terdapat papan besar bertuliskan nama-nama para perangkat desa, lalu di sudutnya terdapat sebuah kamar mandi. Sementara di sisi kanan, terdapat sebuah komputer dan printer. Selain itu, ada dua ruangan bersebelahan yang masing-masing tertutup pintu.
"Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Syarif, saya adalah kepala desa Hutan Mekarsari, dan di samping saya adalah Pak Rahmat selaku sekretaris desa," ucap sang kepala desa membuka pembicaraan.
Semua kompak menjawab salam Pak Syarif, setelah itu mereka dipersilakan memperkenalkan diri masing-masing dimulai dari Kafi yang duduk di sisi kanan Pak Syarif, hingga yang terakhir adalah Syila yang duduk tepat di depan Kafi.
Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, Pak Syarif kembali buka suara. "Baiklah, saya ucapkan selamat datang kepada mahasiswa KKN di desa kami, Hutan Mekarsari. Semoga kalian semua betah berada di sini."
"Saya ingin menjelaskan, bahwa untuk mahasiswa laki-laki akan tinggal di kantor ini. Kebetulan ada sebuah ruangan tidak terpakai, nanti kalian bisa tidur di situ," lanjut Pak Syarif seraya menunjuk sebuah ruangan yang terletak di belakangnya.
Kafi dan Septian mengangguk. Setelah itu Pak Syarif kembali melanjutkan. "Untuk mahasiswa perempuan nanti bisa tinggal di rumah Bu Mulya, kebetulan beliau hanya tinggal seorang diri. Rumahnya berada di dusun Pohon Pinang," jelas Pak Syarif.
Beberapa menit kemudian, Pak Syarif mengajak para mahasiswa untuk berkunjung ke rumahnya. Sementara Pak Rahmat sudah berpamitan untuk pulang.
Sesampai di rumah Pak Syarif, para mahasiswa disambut oleh seorang perempuan yang merupakan istri Pak Syarif serta seorang lelaki tua yang merupakan ayah dari kepala desa tersebut. Mereka dipersilakan duduk di ruang tamu sambil menikmati kudapan yang sudah disediakan.
Kafi terlihat akrab berbincang dengan Pak Syarif dan ayahnya. Sesekali ia tertawa menimpali candaan kedua lelaki tersebut. Sementara Septian yang duduk di samping Kafi terlihat sibuk dengan ponselnya, sepertinya dia tipe orang yang malas untuk berbasa-basi.
Syila memperhatikan perbincangan ketiga lelaki beda generasi di depannya, terlihat menyenangkan. Saat tak sengaja tatapannya berserobok dengan Kafi, sebuah senyum simpul diberikan laki-laki itu kepadanya hingga membuat Syila memalingkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala Terindah
RomanceDipertemukan karena Kuliah Kerja Nyata (KKN), diam-diam Nasyila Eiliya mulai mengagumi sosok Alkahfi Pratama, lelaki yang merupakan teman sekelompoknya. Awalnya Syila - begitu orang-orang memanggilnya - berpikir hanya sekadar kagum pada lelaki yang...