31. Terbawa Perasaan

625 33 4
                                    

Hari Jumat merupakan hari yang baik. Sudah seharusnya diawali dengan hal-hal yang baik pula. Akan tetapi, Syila malah mengawali hari ini dengan marah-marah. Bagaimana tidak? Kafi masih belum membalas pesannya. Bukan, Syila marah bukan karena ia merindukan lelaki itu. Kali ini ia kesampingkan perasaannya, ia benar-benar kesal karena ini menyangkut masalah laporan kelompok mereka.

Syila bersikeras tidak akan mengembalikan laporan itu seorang diri. Ia tidak ingin dimarahi oleh Pak Budi sendirian. Bagaimana caranya, Syila akan berusaha untuk menemukan Kafi. Satu-satunya cara yang bisa Syila lakukan adalah menghubungi Haikal.

Menghela napas, Syila mulai mengetik pesan untuk Haikal. Sebelumnya, ia simpan dulu kontak lelaki tersebut di ponselnya agar memudahkannya dalam berkomunikasi. Selama ini Syila memang belum menyimpan kontak Haikal, mereka hanya bertukar pesan sesekali melalui grup.

Nasyila :
Haikal, ini aku Syila. Kamu ada ketemu Kafi nggak beberapa hari ini?
Aku chat dia nggak dibalas, WA-nya nggak aktif.

Haikal :
Nggak, Syil. Aku nggak ketemu Kafi beberapa hari ini. Kenapa?

Nasyila :
Kira-kira kamu tahu nggak dia ke mana?
Aku lagi perlu masalah laporan.

Haikal :
Waduh, aku nggak tahu juga, Syil.
Di kampus juga nggak nampak batang hidungnya.

Nasyila :
Gimana ya, Kal😭

Haikal :
Kalau nggak, nanti aku coba samperin ke kosnya, ya.

Nasyila :
Beneran, Kal?

Haikal :
Iya, Syil.
Ntar kalau ada kabar aku langsung info ke kamu.

Nasyila :
Oke, makasih, ya.
Maaf kalau merepotkan.

Haikal :
Santai aja, Syila 👍🏻

__________

Syila bernapas lega usai membaca pesan terakhir dari Haikal. Semoga saja Haikal bisa menemukan Kafi agar urusan laporan KKN bisa segera selesai.

Syila mulai mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, dan mencuci piring. Setelah itu ia melanjutkan mencuci baju. Begitulah rutinitasnya jika tidak ada jadwal kuliah.

Beberapa jam sudah berlalu, Syila berulang kali mengecek ponselnya, berharap Haikal sudah memberi kabar mengenai Kafi. Namun nihil, lelaki itu belum mengabari apa-apa pada Syila.

Untung menghilangkan rasa kesalnya, Syila bergegas mengambil camilan yang sudah dibelinya tadi. Ia kunyah keripik kentang itu dengan perasaan dongkol. Namun, saat ponselnya tiba-tiba berdering dan menampilkan nama Haikal sebagai pemanggil, Syila langsung bersemangat. Segera ia geser ikon hijau tersebut untuk mengangkat telepon dari Haikal.

"Assalamualaikum, Kal, gimana?" tanya Syila tak sabar.

Terdengar helaan napas panjang di seberang sana. "Emm, waalaikumsalam, Nas–"

"Kafi?" potong Syila cepat. Segera ia pindahkan keripik kentang itu ke atas meja.

Helaan napas panjang kembali terdengar, "Nas, emm, aku," ucap Kafi terbata-bata.

Syila menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Berulang kali ia lakukan agar tak terpancing emosi. Namun, bukan Syila namanya jika tidak merespon dengan marah-marah.

"Ke mana aja kamu, Kaf? Kenapa baru muncul sekarang? Kamu tahu nggak berapa kali aku chat kamu, hah?"

"Maaf, Nas–"

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang