23. Belum Siap Kehilangan

745 39 6
                                    

Syila dan Ana menatap Amanda dengan tatapan membunuh, seakan-akan siap menerkam perempuan yang sedang memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas ranselnya itu.

Amanda menghela napas panjang, berdiri di tengah-tengah Syila dan Ana serta merangkul kedua temannya yang sedang merajuk itu. "Manda cuma bentar aja kok, pulang ambil motor aja, terus balik lagi ke Bireuen. Udah kalian jangan ngambek-ngambek dong," katanya seraya tersenyum tipis.

"Kenapa harus tiba-tiba banget?" tanya Syila yang masih kesal.

"Apa kamu sengaja ngebiarin kita berdua doang di sini? Kok kamu tega banget sih, Man?" Ana ikut-ikutan bertanya secara dramatis.

Lagi-lagi Amanda hanya mampu menghela napas panjang menghadapi drama dari kedua temannya itu. Ia memang baru berpikir untuk ikut pulang bersama Giska dan Nafiza tadi setelah kecelakaan. Ia merasa lebih mudah menggunakan motor sendiri untuk pulang pergi ke sekolah tempatnya melaksanakan magang nanti ketimbang harus meminjam motor Iki.

"Biar mudah Manda pergi ke sekolah loh, guys. Syila 'kan enak, sekolahnya pas di samping rumah ibu, jadi bisa jalan kaki. Manda nggak bisa, Syil, sekolahnya jauh," jelas Amanda.

Syila dan Ana mengangguk pasrah, mau bagaimana lagi? Mereka harus merelakan Amanda untuk ikut pulang bersama Giska dan Nafiza.

"Ya udah kalau gitu, tapi janji, ya. Jangan lama-lama di sana, besok udah harus balik lagi ke sini!"

Amanda hampir saja menyemburkan tawanya mendengar penuturan Syila. Ia bahkan belum pulang ke Banda Aceh, tetapi Syila sudah memintanya untuk kembali ke Bireuen besok.

"Nggak bisa dong, Syil. Ini aja kita belum berangkat, mana bisa besok udah balik ke sini?"

Syila mengerucutkan bibirnya, "Berarti berapa hari kamu di sana?"

"Mungkin hari Jumat atau Sabtu Manda udah balik sini lagi kok, Syil."

"Lama banget deh, ntar Ana juga bakal ninggalin aku. Dia 'kan bakal pindah ke kecamatan sebelah."

"Aku pindah kalau Manda udah balik sini, Syil. Tenang aja, aku nggak bakal ngebiarin kamu sendirian. Aku 'kan teman yang setia dan perhatian," sahut Ana menenangkan.

Syila menoleh ke arah Ana, "Beneran?" tanyanya dengan mata yang berbinar.

Ana mengangguk semangat, lalu sebuah ide terlintas begitu saja di kepalanya. "Atau kamu mau aku cepat-cepat pergi? Biar kamu bisa berduaan sama Kafi? Mumpung Manda juga nggak ada,"

Syila kontan melotot ke arah Ana, "Enggak, ya! Lagian ada Septian juga," bantahnya.

"Manda udah siap?" Tiba-tiba Giska muncul dari balik pintu kamar, menginterupsi ketiga temannya yang sedang asyik mengobrol.

"Eh, Giska. Udah kok, Gis. Manda dari tadi ditahan nih sama dua teman kita yang katanya bakal kesepian nantinya." Amanda mengambil tas ranselnya dan memakai di pundaknya.

"Aduh kalian ini, Manda nggak lama di sana, kok. Lagian Kafi sama Septian masih di sini. Bisa lah kalian double date," ujar Giska bercanda.

"Double date apa maksudmu? Kafi sama Syila terus aku sama Septian? Nggak mau, ya!" sungut Ana.

Giska terkekeh, "Jadi kamu mau sama Kafi juga, An?"

"Oh iya, dulu Ana pernah suka sama Kafi, ya?" sahut Amanda.

"Loh, kok jadi bahas aku. Nggak pernah suka siapa-siapa aku tuh, aku masih setia sama mantan!" tegas Ana, kemudian berjalan keluar kamar hendak menemui Nafiza.

"Sama mantan kok setia!" cibir Giska.

***

Tepat pukul 3 sore, Giska bersama kedua orang tuanya serta Nafiza dan Amanda sudah bersiap untuk berangkat. Sebelum itu, mereka berpamitan kepada teman-temannya yang tersisa serta Bu Mulya dan beberapa warga yang sudah berada di depan rumah Bu Mulya.

Sandyakala TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang