Sisi Lain (6)

532 48 29
                                    

Kepalanya cenat - cenut seperti habis dihantamkan ke dinding bebatuan disamping rumah mereka saat abang - abangnya bermain sedikit kasar pada mereka yang muda.

Tapi kali ini tidak ada yang menatapnya dengan khawatir atau menanyakan keaadaannya. Hanya hembusan angin yang menerpa wajahnya mempertanyakan tujuannya sekarang.

Untung bagi dirinya, tak ada noda merah kental yang menetes dan penglihatannya masih jelas meskipun sedikit berkunang - kunang.

"Abang...."

Abangnya itu lagi - lagi melalukan sesuatu yang ekstrim. Lagi - lagi melakukan pengorbanan. Padanya, pada adik - adiknya.

Sopan mungkin tak akan pernah bisa se.... se... seberani dan setegap seperti abangnya kala menatap ibunda mereka.

Bundanya itu luar biasa kuat. Luar biasa menakutkan. Sopan tak pernah melihat sang ibu begitu liar. Dia selalu melihat ibundanya dalam tekanan atas kuasanya.

Berdiri santai dengan beban tak kasat mata pada pundaknya, ibundanya itu selalu memberikan aura kemenangan untuk mereka.

Namun kali ini rasanya berbeda. Sang bunda.... membuatnya sangat ketakutan dan seumur hidup Sopan yang baru saja lari dari serangan mematikan ibunya dimana abangnya melindunginya dan mendorongnya masuk—demi Dewi Fortuna sebuah kebetulan lubang portal muncul secara bersamaan kala itu— baru kali ini dia merasakan teror terangat sangat saat dia melihat wajah familiar.

"A-a-ayahanda…."

"Sopannnnn!~" ayahnya, dengan senyum terukir diwajahnya menghampiri lalu memeluknya.

"A-ayahanda?" Dan anak mana yang akan menolak pelukan dari orang tuanya sendiri, kecuali abangnya?

Sopan mengeratkan pelukannya. Dia berharap setidaknya ayahnya itu.... tak seperti ibunya.

"Ohhh~ selamat datang putraku tersayang~"

Mendengar nada asing yang terlantun dari mulut yang selalu memberikan kebahagiaan serta ketenangan baginya dan seluruh keluarganya itu seketika harapan Sopan pupus, sirna dilahap angin yang kian memberontak.

Si anak berusaha untuk melepaskan pelukannya atau paling tidak untuk tetap bernafas tat kala kuasa tingkat tiga ayahnya muncul dengan udara yang kian berat.

Tangan Beliung menepuk penuh kasih pada putra semata wayangnya. Saphire perlahan berubah menjadi merah. Dan hitam merambat pada semua yang bewarna putih.

"Run, Sopan.... I don't want to hurt you...."

Sopan mendengar bisikan itu dengan jelas dan walaupun ekspresinya berkebalikan dengan ucapannya, Sopan tahu bahwa ayahnya benar - benar ingin menjauhkannya dari dirinya sendiri.

Sopan menghindar dari libasan syal hitam yang dulunya bewarna putih. Syal yang sama yang selalu ayahnya pakaikan padanya.

"Nee neee~ kau tak mendengar ucapan Ayahmu tadi?~ kau beneran ingin mati ya?!" Tawaan Beliung menggema. "Ahhhhh kau memang cari mati denganku!~"

"Ayahanda....."

Senyum psiko Beliung kembali merekah menjadi tawaan saat Sopan menatapnya penuh horor.

"Yes! You should fear me! Cause I'm gonna throw you to the sky and watch your blood splatter as your body minced into tiny meat!"

Sopan berharap masih hidup sehabis ini.

Boboiboy Short-Fanfic AU Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang