Dearest (9)

439 41 17
                                    

Tentu dengan sedikit tertekan dalam bentuk mata perak bersinar mengerikan itu Supra bercerita pada ibunya bagaimana dia bisa berakhir ditempat ini. Dia tak menceritakan selain itu, takut jika ibunya tidak akan tenang dalam peristirahatan terakhirnya.

"Kamu tuh punya otak dariku—" ibunya itu menyentil dahinya dan si anak ber aw ria "—seharusnya kau bisa menggunakan itu lebih baik"

"Tapi Bun—"

"Gegabahmu itu mirip sekali dengan ayahmu—" Supra inginnya menolak fakta itu tapi, dia kan anaknya "—kalau buruk jangan dicontoh, dibuang iya. Manusia satu itu memang bukan contoh yang bagus"

Dan Supra mengangguk mengiyakan ucapan bundanya. Melihat reaksi putranya, rasa - rasanya Solar telah keliru menitipkan putranya ke makhluk hidup macem batu yang tak dapat mengasuh.

"Jangan bilang ini cara ayahmu memperlihatkanku atas tumbuh dan kembangmu lewat jasa ongkir malaikat maut gitu? Out of the box sekali caranya. Sepertinya dia lupa rasanya dilaser sampai ke luar bumi ya?"

Supra agaknya menelan ludah dan sedikit menjauh saat hawa - hawa panas plus membunuh menguar dari ibunya. Meski begitu... hatinya merasa sangat hangat. Sangat hangat saat akhirnya ada seseorang terdekatnya yang mau membelanya. Dia sangat iri pada saudaranya yang dengan mudah mendapatkan sensasi kehangatan ini sedang dia harus melintasi dimensi hanya untuk mendapatkan satu pelukan darinya.

"Nah kan sekarang kau sudah bertemu denganku, waktunya untuk kembali"

Supra cemberut mendengar itu. Baru sebentar pula dia bertemu dengannya masa sih langsung main pulang?

"Tak mau"

"Kau harus kembali—"

"Ku mau disini, Bun sama Bunda"

"Nggak boleh, belum saatnya. Nanti ada saatnya kita berkumpul disini bersama - sama"

"Tapi—"

Dimensi itu terdistorsi, retak dimana - mana dan Supra tahu waktunya tak lama bersama ibunya.

"Jangan pergi!"

Ibunya itu berdiri ditengah kekacaun dimensi yang semula tenang itu. Dia menggenggam tangannya lalu mencium dahinya saat tubuhnya itu mulai mengambang tak bergravitasi.

Supra tak mau melepaskan genggaman  tangannya tapi ibunya itu malah mencopot satu demi satu untaian jari mereka.

"Nikmati hidupmu, Supra. Jangan takut. Ayahmu itu sangat sayang padamu. Disaat nanti waktunya tiba—..... I will be waiting for both of you here—....."

Kalimat seterusnya Supra tak dapat mendengarkan, hanya gerak bibir yang bisa dia baca dari wajah sedih bercampur senang pria bermata perak itu sebelum dia tak dapat lagi meraihnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Terima kasih.... bisakah kau mengabulkan satu permintaan lagi?"

Sosok itu mengangguk lalu menghilang membawa yang telah tiada bersamanya.

Boboiboy Short-Fanfic AU Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang