Sisi Lain (9)

604 62 37
                                    

Jika saja Supra bisa memilih sendiri cara dia mati, pastinya dia tak ingin mati ditangan ibunya. Membayangkan ibunya menangis saat menopang tubuhnya yang tak bertuan bukanlah hal terakhir yahg ingin Supra lihat.

"Bun—bunda...."

Suaranya macam binatang yang tercekik.... dan memang itu yang terjadi. Mata merah itu menatapnya penuh penasaran melihat ekspresinya yang berubah - ubah saat tekanan pada lehernya semakin membuatnya kesusahan untuk bernafas.

Supra dalam hidupnya, mana punya nyali untuk melukai ibunya. Baginya, sang bunda adalah pelita yang ingin selalu dia lindungi.

Visor pemberian ayahnya hancur saat harus mendorong Sopan menjauh dari sini.

Tubuhnya penuh dengan goresan laser panas hingga bajunya yang putih penuh noda merah.

Dalam usahanya untuk sedikit saja melonggarkan cekikan maut itu, Supra melihat tak ada kehangatan dimata itu. Mata itu berkalkulasi apakah dirinya  worth untuk dijadikan mainan atau sampah yang mengotori tangannya. Sedetik kemudian wajah ibunya itu memberikan senyuman yang menakutkan.

"Bagaimana jadinya jika aku menembak di sini?" Tangan ibunya berhenti tepat pada dada kirinya.

Jantungnya berpacu saat ujung jari ibunya mengeluarkan cahaya yang familiar.

Supra tahu dia bisa berteleportasi. Perkaranya hanya satu, jantungnya yang tertembak duluan atau dia berhasil lolos dengan luka. Dalam pikirannya dua - duanya sama saja.

Supra melemaskan tubuhnya beralih menggenggam lengan bundanya sambil menatap wajahnya.

"...Bun-bunda... maafkan Supra"

Mata merah itu tertegun..... sebentar sebelum petir merah menyambar mereka. Solar membawa Supra yang masih takluk dalam genggaman tangannya berteleportasi.

Dari kepulan asap itu muncul empat orang.

"Tch" Halilintar mendecih saat petirnya tidak bisa menggapai Supra, untuk sekedar melepaskan bocah itu dari cengkeraman Solar.

"Solar...." Gempa berjalan berdampingan dengan Halilintar. Pada punggungnya terdapat Gentar yang babak belur.

"Abang Supra!" Glacier masih menggenggam tangan Gempa. Wajahnya yang pucat memberi tahukan bahwa dirinya lelah.

Keduanya melewatkan kesempatan untuk mengurung Reverse Solar karena tak punya cukup tenaga untuk melakukannya. Gempa memberikan Gentar pada Glacier saat Halilintar mulai mengayun - ayunkan senjatanya. Bebatuan dan tanah mulai melekat pada tangannya hingga menjadi Sarung Tanah.

Si rambut putih tak tinggal diam. Dia menaruh telunjuknya pada leher Supra saat kedua elemental yang seharusnya menjadi Reverse itu mendekat padanya.

Halilintar dan Gempa terpaksa berhenti ditempat melihat gestur berbahaya itu.

"Sayang.... jangan lakukan itu"

"Mengapa?"

"Kau... nanti tak akan bisa memaafkan dirimu sendiri"

"Really? Is that all Halilintar? I've heard that you don't care about them." Si putih membalikkan fakta pada si merah membuatnya kaku tak bergerak.

"Solar..."

"I believe you love them. But aren't you getting tired of them too, Gem? Their only purpose is to be weapons, so why do you care so much, Gem? Why make yourself hurt?"

Glacier menatap mereka bertiga tak percaya. "Kami.... hanya senjata bagi kalian?"

Tak ada yang menjawab.

Supra sedari dulu tahu tujuan keberadaan dirinya dan saudaranya yang lain.... tapi untuk bundanya yang membeberkan kebenaran pahit ini sangat menyakitkan hatinya.

"Shall we revert it back to the way it was?"

Cahaya mulai berkumpul pada Solar menghalangi pandangan semua orang.
Supra merasakan tangan pada lehernya menjadi sangat panas seperti akan membakarnya. Supra ingin memanggil kuasanya namun tak bisa, kuasanya—

Hingga mereka mendengar kalimat terkutuk itu.

"Gamma Drain"

"SOLAR STOP!!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Chapter Sisi Lain selesai.

Boboiboy Short-Fanfic AU Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang