BAGIAN 32. LEMAH.

624 16 0
                                    


ASSALAMUALAIKUM YEOROBUN!

WELCOMIIING! EVERYONE!

PART INI COCOKNYA MULMET :Asila maisa { angkat tangan}.

Biar fellnya dapet.

~HARUSKAH SEJAUH INI TAKDIR MEMBUATNYA JATUH, SEHINGGA UNTUK BERDIRI PUN RASANYA SANGAT SULIT. ~

'AGASTA PRATAMA VIDUGA'

~HAPPY READING~

Author pov.

>>>

Plakk!

Suara tamparan itu terdengar jelas begitu keras hingga menjatuhkan air mata seseorang yang hanya bisa tertahan di dapur. Entah apa yang membuat tuan besarnya marah hingga begitu tega menampar anaknya.

Sudut bibir pemuda itu bahkan terkoyak mendapatkan robekan kecil diujungnya. Tamparan itu sangat keras takkala meninggalkan jejak di pipi kanannya. Tangannya terkepal menahan perih, ingin melawan pun ia harus tahu siapa yang berdiri di hadapannya.

Dia Arsan Viduga, papahnya.

Arsan terus mendesaknya mengakui kesalahan yang sama sekali tidak ia perbuat. Faktor penyebabnya adalah Wira dan satu fakta yang membuat Agasta sangat terkejut. Wira adalah putra dari rekan bisnis papanya, Wijaya adiguna.

"jangan mengelak Agasta! Wijaya mengatakan itu ulah angota geng kamu! Wira masuk rumah sakit karena kamu!" nada bicara Arsan meninggi karena geram dengan sikap anaknya ini.

Agasta tersenyum miris menatap papahnya. "papah lebih percaya orang lain daripada anaknya sendiri hah?! Aga gak pernah lakuin itu pah!"

"papah gak pernah didik kamu berbohong, Aga. Akuin perbuatan kamu, minta maaf sama Wira."

"aku tidak akan meminta maaf sama hal yang tidak Agasta perbuat!"

"jangan buat papah lebih marah sama kamu Agasta, sudah cukup rasa kecewa papah ke kamu" tegas Arsan.

Namun tidak demikian dengan laki laki itu yang menatap papahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"papah marah? Papah kecewa, hm? Aga lebih, pah. Seharusnya marah, kecewa itu Aga, pah! Seorang ayah seharusnya percaya sama anaknya tapi aku gak dapatin itu dari papah, karena apa? Karena dia lebih memilih mendengarkan orang lain ketimbang putranya sendiri." ujar Agasta mengeluarkan segala unek unek yang ia tahan selama ini.

"papah tau, gimana hari hari Aga selama ini? Apa yang aku lewatin setiap detiknya, papah gak pernah tahu! Karena papah gak peduli!" tangan cowok itu terkepal kuat dikedua sisinya. Agasta menahan diri walau air matanya berhasil lolos membasahi pipinya.

"Agasta jaga batasan kamu, lihat dengan siapa kamu sedang berbicara" peringat Arsan tegas.

"anda juga melampaui batasan saat meninggalkan ibu saya demi perempuan nafsu harta itu! Anda lupa hah! Karena dia, Aga dan bang Kenan kehilangan mamah!" sahut Agasta membuat emosi Arsan bangkit.

"AGASTA!" sentaknya keras.

Plaak!

Arsan kembali menampar Agasta. Agasta sudah benar benar melewati batasannya. Di saat keadaannya seperti ini laki laki itu masih bisa tersenyum menerimanya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan darah yang semakin keluar di sudut bibirnya. Agasta sudah mati rasa dengan semua sakit ini.

"SAYA MENYESAL MEMBESARKAN KAMU, AGASTA! SANGAT MENYESAL! JIKA SAYA TAHU AKAN BEGINI LEBIH BAIK KAMU MATI DARIPADA SAYA HARUS MENANGGUNG MALU PUNYA ANAK SEPERTI KAMU!" ujar Arsan lepas kendali.

"seharusnya dari dulu anda lakukan itu pada saya, DARIPADA SAYA HARUS MENERIMA KEHIDUPAN SIALAN INI!" ungkapnya.

Arsan melihat mata Agasta yang menyorot penuh kebencian kepadanya. Ia berbalik melangkah pergi ke arah pintu.

"pah, " Agasta memanggil namanya begitu lembut.

Langkah yang hendak pergi itu terhenti tanpa berniat untuk berbalik menatap putranya.

Entah kenapa rasanya dia sangat menginginkan Arsan tetap di berdiri dihadapannya. Kepalanya menunduk menghapus kasar air mata di pipinya.

"A-ga sakit, pah." suara parau Agasta melemah serta bergetar.

Bersamaan rasa nyeri hebat yang menderanya. Kepalanya serasa ingin pecah membuat keringat dingin keluar membasahi dahinya menahan.

Come on Aga, lo harus bertahan jangan ambruk, gue mohon. Batin cowok itu berdesis.

Sebisa mungkin Aga harus tetap tegar berdiri di hadapan Arsan. Ia tidak mau menunjukkan sisi lemahnya sekalipun itu dunia.

"rasanya sakit banget, pah. Tiap malam aku menahan sakit itu sendirian. Keadaan ini perlahan membunuh Aga, pah-" Agasta menjeda ucapannya seakan menyadari sesuatu, ia terkekeh miris. "bodoh, percuma Ga. Papa lo gak akan percaya dengan cerita basi lo" gumamnya sendiri.

Arsan terdiam membeku.

Agasta mengepalkan tangannya.
"kalau suatu saat Aga udah gak sanggup lagi dan menyerah, tolong peluk aku ya, pah. Soalnya aku udah lama gak ngerasain di peluk papah lagi" ujar nya terkekeh getir. Pemuda itu benar benar sudah lupa kapan terakhir Arsan memeluknya.

Tenggorokan Arsan terasa tercekat. Hatinya serasa sangat perih seperti teriris oleh ribuan silet yang tajam. Lelaki paruh baya itu berlalu keluar meninggalkan rumahnya tanpa menoleh ke arah Agasta yang menatap pilu kepergiannya.

Maafkan papa, nak.

Brakk!!

Pertahanannya luruh ia terjatuh lemah dilantai mengerang kesakitan yang sedari tadi ia tahan.

"arghhh, kenapa sakit banget bangsat!" ringisnya. Sakit itu semakin ditahan semakin melunjak membunuhnya.

Tubuhnya sangat lemas, kepalanya berdenyut lebih cepat daripada biasanya. Darah menetes bercecer di lantai. Sebelumnya Agasta tidak pernah merasakan hal seperti ini, entah sudah sejauh mana kondisi dirinya kini.

Bolehkah aku menyerah sekarang tuhan, aku sudah pasrah ini terlalu menyakitkan.

Cowok itu mengigit bibir bawahnya, tidak sanggup. Semua rasa ini sangat menyakitinya. Deru nafasnya mulai tidak beraturan serta tangan ikut bergetar

Bi inah menutup mulutnya tidak kuasa melihat anak majikannya itu. Ia segera keluar dari dapur berlari memanggil mang Toha kemudian menelpon dokter Asraf.

****

To be continue...


PART INI SANGAT BERTAMBURAN BAWANG!

NULISNYA SAMBIL MEWEK🤧

POKOKNYA HARUS STAY SETERONGGG! 💪

NEXT PART YEOROBUN!

JANGAN PELIT BERI VOTE READERS🖤🦋

MY UNIVERS. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang