"Sebagai subjek eksperimen, kamu tidak pantas untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan."
•
Di depan pintu gerbang SMA yang megah, sebuah babak baru dalam perjalanan kehidupan Milky telah dimulai. Hatinya penuh harap dan penasaran, menghadapi dunia sekol...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•••
"Hukuman Mr. Right bisa membuatku gila." Resa terduduk di lantai, mengeluh kelelahan, sama seperti yang lainnya. "Apakah pria itu mau membunuh kita?"
"Diamlah," kata Logan di sampingnya.
"Dia benar-benar tak memiliki empati," ucap Kevin tiba-tiba, membuat seluruh kelas sontak menoleh padanya karena biasanya Kevin adalah orang yang sangat pendiam dan enggan berbicara.
"Wah, penampilannya sungguh jarang terjadi," sambung Resa. "Halo, Kevin, sudah terhitung lama sekali kita tidak mendengarmu berbicara. Apa kabar?"
"Tolong berhenti, kalian gila!" Logan menutup mulut Resa. "Kalian hanya akan membuat Kevin menjadi pemalu."
"Kalian benar-benar menyedihkan, ya," ucap Eric. "Hei, Milky, apakah kamu punya saran untuk menghentikan pertengkaran antara Resa dan Logan?"
"Sepertinya tidak," ujarku, lirih.
"Haduh bro." Eric mendekatiku. "Kamu ini terlalu formal menjadi manusia, ya."
Aku tertawa. "Aku memang begini dari lahir. Mungkin, kalian harus mencoba untuk bicara dengan formal sepertiku."
"Dasar aneh," ungkap Eric.
"Kamu yang aneh." Aku memukul Eric, dan ia hanya tertawa sambil mengacak rambutku. Ternyata, begini rasanya bisa memiliki seorang teman laki-laki.
"Bagaimana kalau kita ikat mereka?" tanya Ameena dengan senyuman jahil.
"Mereka sering dijodohkan?" tanyaku.
"Meskipun penampilan pacar Ameena lebih menarik dan indah, Resa tetap memiliki perasaan terhadap Logan secara diam-diam." Eric memberikan satu tepukan di udara, dan seluruh teman sekelas mulai mengejek mereka.
"Dasar makhluk gila!" bentak Resa.
Kevin tiba-tiba menyentuh tanganku. "Milky, aku ingin berbicara denganmu."
Semua murid segera terdiam, dan aku menatap Ben tanpa bereaksi. "Berdecih saja tidak cukup. Tapi, aku hargai usaha kerasmu itu untuk mengintimidasiku," sindirku dengan senyuman yang polos.
"Ayolah, bro. Kita abaikan saja dia." Eric berusaha untuk melerai perkelahian yang mungkin akan terjadi apabila dia hanya diam. "Kamu tak masuk, Milky?"
"Biarkan saja dia," kata Ameena, malas.
Semua murid masuk ke dalam kelas, hanya aku yang tertinggal di depan kelas, berdiri sendirian tanpa sedikit kelelahan. Keringatku membasahi wajahku, tapi itu tidak membuatku rancu. Aku melangkah masuk ke dalam kelas, mendengar melodi sumbang dari belasan teman sekelas yang bercicit dengan merdu, dan beberapa di antaranya saling menyalahkan teman.