Chapter 1

271 24 5
                                    

"DUA ALASAN KAU MASIH MELAJANG"

"DUA ALASAN KAU MASIH MELAJANG"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

... ...

-WINTER LAVENDER BLOG-

Postingan Populer
(AIR MINERAL AJAIB)

Aku tahu ini terdengar tidak masuk akal. Tetapi, aku sungguh kembali ke masa lalu setelah meminum air mineral itu. KEMBALI HIJAU yang benar-benar membuatmu 'hijau'.

Klik untuk melanjutkan ...

"Itu Ophelia! Ophelia!"

Jeanna segera menekan tanda silang. Dalam sekejap tab 'CHROME' tergantikan dengan 'memo suara'. Buru-buru ia bergabung ke dalam barisan cumi-cumi (panggilan bagi mereka, si kuli tinta) dan memusatkan perhatian ke rumah besar di depan sana, rumah orang tua Ophelia Aneisha, aktris yang tengah jadi topik pembicaraan seantero Indonesia.

"Ophelia, tolong beri tanggapanmu terhadap video-video yang beredar di jejaring sosial."

"Apa benar perempuan yang di dalam video itu Anda?"

"Ophelia, bagaimana reaksi kekasihmu?"

Jeanna telah menyaksikannya, video satu menit yang peredarannya tidak bisa ditekan oleh aparat sekalipun. Isinya menjijikan, bagai sneak peek film-film porno buatan Jepang. Andai dirinya bukanlah 'pemburu skandal', video seks ini tak akan ia jelajahi. Bukannya sok suci, tapi rekaman-rekaman dewasa semacam itu kerap membuatnya mual.

"Siapa lelaki di dalam video itu? Apa benar dia CEO agensimu?"

Dalam video pendek tersebut, wajah Ophelia terlihat begitu jelas sementara rupa sang lelaki justru terpotong, hanya dagu lancip dan panjangnya yang terlihat. Sejauh ini, Ophelia menanggung seluruh kerugian sendirian.

"Siapa lelaki di dalam video itu? Apa benar dia CEO agensimu?" Jeanna bermaksud baik, namun aktris besar itu nampaknya memiliki penafsiran berbeda. Tak banyak laki-laki yang memiliki bentuk dagu seperti itu. Dan Parama Zalman, CEO HELLO ENTERTAINMENT, merupakan kandidat kuat.

Para wartawan berhenti berdesakan saat Ophelia mematung di depan sana. Kepala yang sedari tadi layu tiba-tiba terangkat. Kini, siapapun dapat melihat wajah cantiknya.

Diam-diam Jeanna menelan salivanya. Matanya bersirobok dengan manik bulat bak bulan purnama milik sang aktris. Sorot matanya mengandung banyak emosi, salah satunya amarah.

"Dasar sampah!"

Itu kata pertama yang Ophelia ucapkan. Jelas semua wartawan terkejut mendengarnya. Akan tetapi, tetap tak ada satupun dari mereka yang berani buka suara. Semuanya sadar, pertunjukan ini masih belum usai.

"Beginikah cara kalian mencari sesuap nasi?" Bola mata Ophelia bergerak jijik, memindai si wartawan 'opini busuk' dan berhenti begitu menemukan tanda pengenal yang menggalungi leher. Jeanna Hope dari HARIAN SKANDAL, surat kabar penyebar gosip.

PRAANG

Jeanna naik pitam melihat ponselnya dirampas lalu dibanting. Benda canggih itu kini telah hancur dan menyatu dengan aspal. Meski amarah meledak-ledak, bibir Jeanna masih saja terkatup. Dirinya tidak boleh menyerang karena netizen pasti akan memihak Ophelia.

"Berhentilah berbicara omong kosong. Lancang sekali, berani-beraninya menyeret orang yang tidak bersalah."

Ophelia tiba-tiba mendekati Jeanna, kemudian berbisik pelan dan halus, "Jangan pernah melibatkannya. Asal kau tahu, Parama itu ... binatang buas."

... ...

Trotoar menjadi tempat paling nyaman bagi wartawan, begitulah yang Jeanna rasakan. Setelah Ophelia menghilang di balik porsche mewahnya, para cumi-cumi lekas memperebutkan tahta (di bawah pohon) demi menghindari sengatan matahari. Dan kali ini Jeanna dan Calvin, si anak magang, -lah pemenangnya.

"Aish, sial! Dewi kekacauan itu mendapatkannya."

Mereka berbondong-bondong menduduki trotoar hangat dan mulai menulis berita seraya menggunjing 'Dewi Kekacauan', Jeanna. Orang-orang memanggilnya begitu karena perempuan cantik bermata kecil itu seringkali mengacaukan suasana. Kebanyakan para bintang kehilangan mood karena Jeanna Ho-pe (bukan Hope 'harapan').

Namun, meski sering dicibir, Jeanna tidak terlalu peduli sebab mereka bukan keluarga, teman, atau rekan kerja. Karena sikapnya itulah julukan yang didapat semakin panjang; 'Dewi Kekacauan Bermuka Tembok'.

Calvin membaca artikel yang ditulis Jeanna dalam sekejap. "Apa senior benar-benar akan melibatkan seseorang yang belum pasti?" tanyanya. Kebimbangan menyelimuti si lelaki muda. Takut jika berita ini termasuk ke dalam 'pelanggaran kode etik'. Juga, Ophelia bisa saja menuntut Jeanna atas berita ini.

"Apanya yang belum pasti? Laki-laki di video itu benar si Parama! Ophelia mengatakannya walau secara tidak langsung."

Jeanna mengingat ucapan Ophelia beberapa saat lalu, bahwa Parama adalah binatang buas. Tetapi, dirinya yang telah bekerja sebagai kuli tinta selama empat tahun tahu betul jika perkataan tadi hanyalah gertakan semata. Sekali lagi, Ophelia bukan keluarga, teman, ataupun rekan kerjanya.

Tanpa ragu, Jeanna menekan kata 'kirim'. Beberapa saat kemudian, artikelnya terpampang nyata di halaman utama. Ya, berita semacam ini pasti disukai kepala redaksi! Merasa puas, ia lekas menutup laptopnya.

"Kau bisa pergi sendiri ke lokasi selanjutnya?" tanya Jeanna. Wanita itu merogoh bagian dalam ranselnya, mengambil cermin kecil, bedak juga lipstik merah. Sebenarnya, studio salah satu stasiun TV menjadi tujuan selanjutnya. Seperti iklan yang beredar, malam ini acara penghargaan NTV Entertainment Awards dilaksanakan dan mereka harus menyaksikannya demi berita 'real-time'. Tak jarang juga di acara-acara semacam itu, mereka menemukan skandal hangat.

"Kencan buta lagi?"
"Kali ini dengan seorang dokter gigi."

Ini hari Minggu, jadwal Jeanna pergi kencan buta. Ayahnya, yang khawatir berlebih dengan kelajangan putrinya, harus repot-repot mencari calon menantu.

"Senior seperti tengah mengumpulkan kartu pokemon saja."

"Haha," Jeanna tertawa satir. "Kau mau jadi salah satu dari mereka?" Calvin langsung saja menolak, jelas ini bukan novel romansa online.

Jeanna berdesis. "Sangat blak-blakan sekali," ringisnya. Ia memasukkan barang-barang pemercantik diri ke dalam ransel dengan sedikit kasar.

"Senior tahu, ada dua jawaban mengapa sampai sekarang senior masih melajang."
"Apa?"
"Pertama, karena jodoh senior belum lahir."

Jeanna meringis.

"Kedua, karena jodoh senior sudah meninggal."

Jeanna terdiam.

"Lalu, dari dua kemungkinan itu mana yang lebih mendekati?"
"Tentu saja yang kedua."

"Gila!" Jeanna beranjak dari duduknya. "Sudah sana berangkat ke studio acara. Jika selesai cepat, aku akan menyusul."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang