Chapter 38

97 17 8
                                    

"Hari-Hari Tanpa Kekasih"
...

I'm back, yuhuu. Chapter kali ini super pendek dulu, ya. Kalau ada waktu lagi nanti disempatin nulis agak panjangan 🤗

...

Tiga tips tak bertemu 'mantan' versi Jeanna,

Hari pertama
"Apa yang sedang kau lakukan? Rapat sebentar lagi akan dimulai, masuklah. Sebagai junior yang baik, kita harus tiba sebelum senior. Yah, meski ada beberapa senior yang sudah tiba duluan."

Namanya Lucky, anak Seni Rupa tahun pertama. Bagian dari UKM pers yang cukup sering berbincang dengan Jeanna berkat sama-sama menyukai komik One Piece.

Dengan segan Jeanna mengakhiri intaiannya dan menyeret laki-laki artistik menjauh dari sekretariat pers.

"Umm ... sebenarnya aku tidak bisa menghadiri rapat hari ini," Jeanna memasang wajah kesakitan disertai dengan tangan yang memijit-mijit mata kaki. "Kakiku keseleo aww— harus cepat dibawa ke tukang urut. Kalau tidak segera sembuh, bisa-bisa aku melewatkan makrab," tambahnya.

"Benarkah?"

Jeanna cepat-cepat menganggukkan kepalanya sembari curi-curi kesempatan, memanjangkan leher dan melirik ke ruang pers.

"Karena aku sedang buru-buru, bisakah kau yang menyampaikan kondisiku kepada Kak ketua? Tukang urut langganan nenekku hanya buka sampai sore karena malamnya harus pergi kencan."

"O-oh, baiklah."

"Wah, terima kasih. Kelak akan kuberitahu banyak hal tentang One Piece," ungkapnya.

Setelah itu, Jeanna buru-buru meninggalkan Lucky yang masih mematung di tempat. Laki-laki itu menelengkan kepalanya, memerhatikan kepergian Jeanna yang secepat kilat. "Bukankah kakinya sedang keseleo? Tapi, kenapa dia bisa berlari secepat itu?"

Pertama; absen dari kegiatan dimana ada 'mantan' di dalamnya.



Hari Kedua
"Jadi, hari ini kelas dibatalkan karena dosenmu mengikuti workshop di luar kota?"

Jeanna yang tengah membantu Nenek Mar mencuci piring mengangguk. "Bukankah ini berkah buatmu, Nek? Hari ini aku bisa membantumu beres-beres rumah, hahaha." Jeanna tertawa canggung sekilas.

"Tidak, tidak perlu. Rumah sekecil ini aku bisa membereskannya sendiri. Akan lebih membantu jika kau bersedia menjaga toko. Kebetulan hari ini aku punya janji pergi karaoke dengan teman-teman."

"Apa? Karaoke?"

"Kenapa? Memangnya nenek-nenek tidak boleh pergi karaoke? Hari ini adalah hari yang tepat, karena harganya jauh lebih murah daripada akhir pekan."

Dan Nenek Mar benar-benar pergi hangout bersama teman-teman bau tanahnya. Karena memiliki kemungkinan untuk bertemu Bumi di toko kelontong, Jeanna terpaksa melakukan penyamaran dengan memakai kacamata hitam serta bandana yang menutupi kepalanya.

Kedua; bersembunyi di rumah— tidak, maksudnya 'menyamar'.




Hari Ketiga
"Hatchi"
"Hatchi"

Jeanna berbaring lemas di atas ranjang dan mengompres mandiri keningnya yang sama sekali tidak panas. Nenek Mar yang khawatir selalu bolak-balik dan menanyakan keadaannya.

"Kau yakin tidak mau pergi ke klinik?"

Jeanna mengangguk. "Aku baik-baik saja, Nek," ia mengalihkan kepalanya dan bergumam kecil, "karena ini hanya akting." Kemudian, batuk kecil dari mulutnya.

"Akan kuambilkan bubur dan obat—"

"Tidak perlu, Nek. Aku bisa mengambilnya sendiri. Lagipula ini cuma demam dan batuk pilek," potongnya.

"Bagaimana aku tidak khawatir? Wajahmu sampai merah padam begitu. Ya sudah, kalau ada apa-apa teriak saja dari sini."

Jeanna lantas mendudukkan dirinya begitu Nenek Mar turun ke lantai dasar. Ia menghembuskan napas lega dan spontan melihat cermin. "Apa aku terlalu banyak memakai blush on, ya?"

Ketiga; absen dari kampus dengan cara pura-pura sakit.

Sayangnya, Jeanna hanya punya tiga tips dan di hari keempat ia memutuskan untuk pergi ke toko musik setelah mendeklarasikan kesembuhannya secara tiba-tiba sore itu. Bukankah bumi ini luas? Ia tidak akan mungkin bertemu dengan Bumi sampai hari diselenggarakannya makrab tiba.

"Oh, shit." Jeanna mengumpat ketika melihat betapa mahalnya harga sebuah walkman. Ah, perjalanan akan terasa panjang dan membosankan tanpa musik. Yah, walaupun ia bisa memprediksi bus akan ramai dengan hiburan-hiburan dari anak-anak pers.

Jeanna lantas menghindari area walkman dan berjalan-jalan mengitari tempat CD musik berjejer. Banyak lagu-lagu hits dari Indonesia maupun luar negeri yang menarik minatnya—maksudnya ingin dia dengar lagi. Namun, percuma saja membeli apabila tak ada wadah untuk memutarnya.

Lalu, ketika dilema itulah ia bertemu dengan seseorang yang tak terduga, dirinya sendiri. Jeanna (yang berumur dua belas) datang bersama dengan teman-temannya dan masih mengenakan seragam sekolah.

"Woah, ada CD Mariah Carey yang terbaru. Bagaimana, Jea? Kau berani tidak?"

Jeanna muda nampak ragu sejenak. Akan tetapi, kemudian kepalanya mengangguk mantap. "Kalau begitu, kami tunggu di luar, ya, hihihi. Jangan sampai tertangkap, loh. Nanti merepotkan," ucap salah satu gadis berambut pendek.

Jeanna (yang sekarang) melirik gelisah Jeanna muda yang secara tidak langsung juga turut mengawasi orang-orang sekitar. Ia ingat kejadian ini, pencurian pertama sekaligus terakhirnya.




...

Oh ya, yang mau kasih dukungan biar aku makin semangat menulis, bisa kunjungi link ini:

https://saweria.co/vgirlsworld

Terima kasih.

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang