Chapter 8

120 22 1
                                    

"INI NAMANYA PRODUK GAGAL"

"INI NAMANYA PRODUK GAGAL"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

... ...

Di dalam sel tahanan, Jeanna tak dapat berhenti memikirkan 'perkara menakjubkan' yang menimpanya. Semua ini terdengar seperti khufarat, sesuatu yang jelas-jelas tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Hari itu, ketika sedang berselancar di internet, Jeanna tidak sengaja menemukan blog Winter Lavender. Ia yang menyukai film atau buku genre fantasi pun terpikat dan meluangkan waktu untuk membacanya. Sama seperti orang lain, tentu saja dia tidak langsung percaya—komentar itu ditinggalkan hanya untuk meyakinkan si pemilik blog; untuk mendapatkan yang diinginkannya. Bagaimanapun juga, perjalanan waktu itu mustahil dilakukan. Apa lagi hanya berbekal sebotol air ... Einstein pasti akan tertawa ketika mendengar ini.

Jeanna terus mengingat-ingat tulisan Winter Lavender sambil menggigit kuku-kukunya tanpa henti.

... ketika terbangun, aku berada di dalam taksi bersama Bibi Kemuning. Tanganku menggenggam erat piala 'juara tiga' dalam pangkuan. Saat itu aku berpikir jika semua ini hanya mimpi. Tetapi tebakanku salah. Keesokan harinya aku masih berada di sini, di tahun 2007, dan di tubuh ini. Jiwaku seolah-olah terperangkap di dalam tubuh anak perempuan berusia delapan tahun. Ketika tak menemukan cara untuk kembali, saat itulah kehidupanku sebagai anak delapan tahun sekali lagi dimulai ...

'Anak perempuan berusia delapan tahun.'
'Tahun 2007.'
'Kehidupan sebagai anak delapan tahun sekali lagi dimulai.'

"Lalu, kenapa aku di sini?" Suaranya cukup besar. Para penyidik yang tengah bersantai sampai menengok ke dalam sel. "Bukankah seharusnya aku terjebak di tubuhku saat remaja?" rutuknya. Tahun 2005, itu artinya Jeanna baru berusia 12 tahun. Berdasarkan tulisan Winter Lavender, mestinya ia bangun di dalam raga 12 tahunnya, bukan sebagai orang asing layaknya sekarang.

"APA DIA MEMBERIKU PRODUK CACAT?" Jeanna memekik kencang, membuat para detektif sekali lagi terkejut. Salah satu dari mereka segera mengetuk-ngetuk meja dan menyuruhnya diam. Dari beberapa tahanan di dalam sel, Jeanna-lah yang paling berisik. Iapun mulai mengutuk Winter Lavender—ah, namanya Viola—dalam hati.

Tak berapa lama, seorang polisi berseragam cokelat mendatangi salah satu meja penyidik. Suaranya memberi salam terdengar lantang.

"Oh, jadi bagaimana?"

Polisi muda yang masih penuh semangat itu meletakkan satu amplop cokelat muda dan juga kantong bening berisi uang seratus ribu—uang yang dibawa Jeanna.

"Umm ... sebenarnya ini cukup mengejutkan. Berdasarkan laporan, sidik jarinya tidak ditemukan."

Alis sang penyidik nampak berkedut. "Apa? Bagaimana bisa?" tanyanya tidak percaya. Tak mungkin seorang wanita dewasa berkeliaraan tanpa identitas.

"Karena itu, kami juga memeriksa alamat yang disebutkannya. Anehnya, perempuan dengan nama 'Jeanna Hope' memang tinggal di sana. Tapi, pemilik nama itu adalah gadis 12 tahun."

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang