"HAL-HAL YANG TIDAK BISA DILURUSKAN"
... ..."Loh, sudah pulang?"
Nenek Mar melirik jam dinding tua yang tergantung di belakang punggungnya. Jarum pendek jelas mengarah ke-angka 9, sedangkan yang panjang berhenti di angka 2. Bila dihitung-hitung, Jeanna baru menghabiskan waktu satu jam sepuluh menit di sana.
"Seisi kampus sedang heboh. Jadi, pembelajaran hari ini ditiadakan."
Jeanna hanya mengarang bebas. Sebenarnya, ada beberapa dosen yang tetap melanjutkan kelas di tengah kekacauan, walau konsekuensinya para mahasiswa tidak seratus persen fokus. Namun, daripada mengurung diri dalam penjara ilmu, lebih baik ia angkat kaki dan pulang. Toh, belajar pun tidak akan membuatnya mendapat gelar 'sarjana' sekali lagi.
"Oh, ya?"
"Hmm, kasus pelecehan seksual."Jeanna berhenti di depan kulkas showcase yang berisi ragam minuman dingin. Ketika matanya sibuk memilih, botol air mineral yang nampak tak asing sukses menarik perhatiannya.
Itu, KEMBALI HIJAU. Air mineral kemasan yang membawanya sampai ke sini, tahun 2005. Jeanna menelan salivanya, lantas mengambil botol ajaib yang berada paling depan.
"Nenek punya pembuka botol?"
Jeanna tiba-tiba menjadi sangat tidak sabaran. Ucapannya terdengar seperti desakan. Mungkin karena itulah Nenek Mar cepat-cepat memberikan jar opener tanpa banyak tanya.
"Air mineral itu tidak banyak yang beli." Nenek Mar tiba-tiba berbicara. "Kebanyakan orang tidak suka hal-hal rumit," lanjutnya. Tepat setelahnya, Jeanna berhasil membuka tutup botol. Kali ini tutup itu tak melanting seperti saat pertama.
Jeanna membalik tutup botol dengan hati-hati, takut akan angka yang tercetak di belakang sana. Akan tetapi, tak ada apapun di sana. Tutup itu ... bersih, dan tidak akan membawanya berkelana lagi. Jika begini, bagaimana caranya ia kembali?
"Perusahaan air mineral itu tidak pernah memberikan hadiah gratis, haha." Nenek Mar tertawa renyah, tiba-tiba ingat seorang pelanggan yang mengeluh karena merasa tertipu.
"Oh, benar." Jeanna lekas meletakkan tutup yang dicermatinya ke atas etalase, lalu memuaskan dahaganya. Berkeliling kampus membuatnya lelah dan kehausan. Ia baru sadar, gedung fakultas hukum ternyata cukup luas.
Jeanna meletakka botol kosong ke dalam rak penyimpanan khusus. Lehernya memanjang, melirik beberapa mahasiswa yang nampaknya baru saja meninggalkan area kampus. Segelintir dari mereka mampir ke Toko Kelontong Kastanye nenek Mar untuk membeli cemilan.
"Eh, eh, kalian tahu tidak. Tadi pagi aku sempat mampir ke rektorat untuk mengurus masalah administrasi. Aku melihat Kak Guntur, wajahnya babak belur."
"Pasti habis dipukul Bapaknya itu."
"Pipinya bengkak, matanya biru. Pokoknya seram."
"Kalau begitu, berarti benar dong berita kalau dia mencabuli anak orang."
"Memangnya, laki-laki bernama Guntur itu berandalan, ya?"
Tiga perempuan yang tengah bergunjing di dekat rak cemilan berjengit kaget. Mereka menoleh ke belakang, melihat sosok Jeanna yang tersenyum ramah.
"Asu!"
Yang berambut pendek lantas mengumpat, menatap penuh kesal. Lalu, ketiganya mulai berkomunikasi melalui mata, saling bertanya dalam diam. Siapa tahu perempuan SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) ini salah satu kenalan mereka.
"Siapa, ya?"
"Mahasiswa baru."
"Oalah ...."Beruntungnya, tiga orang ini tidak berkepribadian menyebalkan macam perempuan-perempuan pagi tadi. Mereka lantas mengajak Jeanna untuk menggunjing bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI HIJAU: Bumi Dhanurendra
ChickLitDI akhir 20-an, Jeanna Hope masih juga melajang. Merasa putus asa sekaligus bertekad memuaskan 'ledakan penasaran', dirinya pun memutuskan untuk membeli minuman populer itu, KEMBALI HIJAU. Saat itu, tujuannya hanya satu; mencari jodoh yang tak kunju...