Chapter 7

117 18 2
                                    

"DARI WARNET HINGGA POLSEK"

"DARI WARNET HINGGA POLSEK"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

... ...

Jika kau memiliki kesempatan melakukan perjalanan waktu, ingin pergi kemanakah dirimu? Mayoritas akan memilih 'masa depan' yang selalu berada dalam angan. Sejatinya, manusia sedari kecil telah dituntut untuk memikirkan 'sesuatu yang belum pasti'. 'Masa lalu' telah dilewati, mengapa harus repot-repot kembali? Tak ada apapun di belakang selain jejak luka dan beberapa kenangan manis. Rasanya enggan untuk menjalani hal yang serupa sekali lagi.

Tetapi, bagaimana dengan orang-orang yang harus hidup dengan rasa penyesalan? Andai bisa melakukan perjalan waktu, mereka ingin mengubah masa lalu. Di dunia ini, semua hal memiliki alasan.

Jeanna sendiri merupakan bagian dari mayoritas, lebih tertarik pada 'masa depan' alih-alih 'masa lalu'. Kemudian, alasan itu tiba-tiba muncul, latar belakang yang membuatnya tertambat pada 'masa lalu'.

Kepalanya terasa pening seperti baru saja turun dari komidi putar yang berputar cepat. Suara tawa, umpatan, jari-jari yang menari di atas keyboard, juga musik rock menambah tingkat kepusingan. Rasanya ia ingin sekali berteriak guna menghentikan keributan.

'Ternyata dia belum pergi juga. Hei, bawakan aku seember air dingin!'

Lalu, suara cempreng laki-laki yang minta diambilkan seember air—

BYUR

Jeanna spontan membuka mata dan menegakkan tubuhnya. Kepalanya sudah basah kuyup, helaian rambut panjang lepeknya menutup sebagian wajah. Ternyata, air sedingin es itu ditujukan kepadanya.

Ditatapnya tajam laki-laki berkulit putih yang wajahnya penuh dengan bintik-bintik kecokelatan, si pelaku penyerangan. Apa pria paruh baya ini tidak tahu siapa dirinya? Riwayatnya akan tamat bila Jeanna menerbitkan artikel tentang betapa kurang ajarnya dia.

"Apa kau lihat-lihat?" Laki-laki tua itu berkacak pinggang, balas memelototi Jeanna. "Seharian kau tidur di dalam bilik warnet. Memangnya ini hotel? Apa kau tidak lihat banyak orang-orang yang mengantri?" Cerocosnya, air liurnya sampai menyembur saking kesalnya.

Warnet katanya? Jeanna menelengkan kepalanya, keningnya ikut berkerut. Ternyata masih ada juga orang yang menyebut tempat ini warnet alih-alih Net Cafe. Lalu, jika diperhatikan baik-baik, semua hal yang ada di tempat ini sudah sangat jadul. Tapi tunggu, kenapa dia bisa ada di sini?

"Kenapa aku bisa ada di sini?" Jeanna justru balik bertanya. Dua laki-laki di depannya—si tua dan si muda—saling melempar pandang. Kenapa mereka bertiga jadi seperti orang idiot begini?

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang