"Hadiah"
... ...Galuh dan Jeanna berjalan berdampingan di sepanjang jalan pulang. Namun, kecanggungan tak sengaja membentuk tembok kasatmata dan menjadi jurang pemisah. Jarak diantara mereka bahkan cukup menyelipkan satu orang berbadan tambun.
Ini pengalaman pertama Galuh pulang bersama dengan lawan jenis tanpa konteks— pekerjaan organisasi misalnya. Jadi, ia teramat bingung dan tak kunjung menemukan cara mencairkan kekikukan. Yang dapat dilakukannya hanyalah menggaruk kepala belakang sambil sesekali mencuri pandang.
"Jadi, kau cucu dari nenek pemilik toko?" tanya Galuh tiba-tiba tanpa menengok. Melalui ekor matanya, ia tahu bila Jeanna tengah menatapnya.
"Bukan. Kami ini housemate," jawabnya setelah berpikir singkat.
Pada akhirnya Galuh balas menatap dengan satu alis terangkat. "Teman serumah?" ulangnya.
Kepala Jeanna lantas turun naik beberapa kali. "Aku perantau, bukan asli Jakarta. Saat pertama kali datang, aku benar-benar kesulitan karena seluruh barangku dicuri. Lalu, nenek Mar dengan baik hatinya bersedia menampungku," jelasnya.
"Jakarta memang seperti itu, penuh pencuri. Biasanya, yang jadi target orang-orang yang berpergian sendiri. Sering terjadi di stasiun maupun di angkutan umum."
"Benar sekali."
Jakarta itu kota besar, Ibukota-nya Indonesia. Banyak orang bermimpi untuk tinggal di sini, pusat bisnis dan politik, berharap dapat memperbaiki hidup. Tanpa sadar Jakarta menjadi kota penampungan mereka yang berekspektasi tinggi. Kenyataannya, hidup di Ibukota sangatlah keras.
Alhasil, populasi membludak. Lapangan kerja tak sebanding dengan banyaknya penduduk. Dan mereka-mereka yang putus asa mulai melakukan kejahatan demi menyambung hidup.
Suasana kembali canggung. Baik Galuh maupun Jeanna sama-sama tak bisa menggali topik pembicaraan. Selama beberapa saat mereka hanya diam.
"Oh ya, kau suka musik?"
Jeanna memberanikan diri bertanya, bertujuan untuk menggali informasi tentang Galuh sedalam-dalamnya.
"Ya. Kebetulan aku suka mendengarkan lagu-lagu R&B seperti Always Be My Baby milik Mariah Carey dan You're Making Me High dari Toni Braxton."
Jeanna menelan ludahnya. Ia sama sekali tidak mengenal lagu-lagu yang disebutkan Galuh. Alih-alih musisi barat, ia lebih banyak mendengar musik dari negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Ia masih ingat, saat itu sedang marak-maraknya drama Jepang 'Itazura Na Kiss'.
"Kalau kau?"
Bola mata Jeanna mulai bergetar. Ia tidak begitu banyak tahu lagu-lagu jadul tahun 2005 ke bawah. Ia juga tak mengerti banyak genre musik. Kebetulan sekali matanya tidak sengaja melihat sebuah baliho konser musik.
"Rhoma Irama."
"Ya?"
"Rhoma Irama. Aku suka semua lagunya," selanya sembari menunjuk baliho di seberang jalan.
Galuh tersenyum lebar. "Selera musikmu ternyata unik juga, ya. Biasanya, gadis-gadis mengidolakan bintang muda. Tapi kau—"
"Hahaha," Jeanna memotong ucapan Galuh dengan tertawaan. Ia menyebut Rhoma Irama karena kebetulan melihat balihonya. Andai ia kembali di tahun 2010, pasti ia akan menjawab Justin Bieber.
"Apa hari Minggu nanti kau senggang?"
"Ya."
"Tidak punya janji dengan Bumi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI HIJAU: Bumi Dhanurendra
ChickLitDI akhir 20-an, Jeanna Hope masih juga melajang. Merasa putus asa sekaligus bertekad memuaskan 'ledakan penasaran', dirinya pun memutuskan untuk membeli minuman populer itu, KEMBALI HIJAU. Saat itu, tujuannya hanya satu; mencari jodoh yang tak kunju...