Chapter 11 pt. 2

99 20 10
                                    

"KEHIDUPAN BARU, KEHIDUPAN PALSU" pt. 2

 2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

... ...

Ini pertama kalinya Jeanna masuk ke dalam kamar mandi seluas ukuran toilet umum, 90x150. Di dalamnya hanya ada ember plastik 24L warna biru, keranjang mandi yang hanya cukup menampung perlengkapan mandi (shampo, sabun, dan lain-lain), serta toilet jongkok yang warna birunya sudah terlihat pudar.

Untuk sesaat, ia terlihat ragu. Tangannya tak kunjung sampai meraih gayung merah muda yang mengapung di atas genangan air. Maklum, Jeanna lahir dengan sendok emas (seseorang yang terlahir di tengah keluarga yang sangat kaya raya). Ayahnya dosen sekaligus Tuan Tanah yang tidak pernah kehabisan uang tiap bulannya. Sementara ibunya memiliki jabatan dan reputasi bagus di stasiun penyiaran.

Kepalanya tiba-tiba pening. Setelah melihat penampakan kamar, sekarang ia dihadapkan oleh penampilan kamar mandi yang—baginya—jauh dari kata standar. Dipikir-pikir, WC pesing kantor HARIAN SKANDAL sedikit jauh lebih baik karena toilet duduk-nya.

Jeanna menggantung handuk pemberian Nenek Mar di belakang pintu. Pelan-pelan jemarinya menggapai keran air. Dengan mata tertutup, ia mencoba memutar keran. Seperti yang Nenek Mar katakan, benda mungil—yang lagi-lagi—berwarna biru itu tak bergeming. Kali ini, ia coba memutar dengan mata terbuka. Keningnya berkerut, tubuhnya bergetar, dan wajahnya memerah bak tomat.

Jeanna hampir terjatuh saat air mengucur keluar dari keran. Napasnya tersenggal-senggal bagai peserta lari marathon. Entah kenapa rasanya seperti tengah syuting variety show 'Jejak Petualang'. Ia menggeleng-gelengkan kepala, kemudian lekas melucuti seluruh pakaian kotor bermereknya.

Si wanita sendok emas tak bisa mandi berlama-lama seperti yang biasa dilakukan. Jika dulu ia bisa menghabiskan waktu 40-50 menit di kamar mandi, sekarang tidak lebih dari 10. Jeanna berjalan keluar dengan mini dress merah muda polos milik Nenek Mar, sementara rambut basahnya digelung menggunakan handuk.

Nenek Mar yang sibuk menyapu terlihat mencuri pandang ke arah Jeanna. Senyum tipisnya tersungging. Perempuan asing itu nampak cocok mengenakan pakaian lamanya. Kesan 'kuno' jadi terlihat mewah dan elegan. Apa karena wajahnya yang cantik?

"Apa kubilang," Nenek Mar menyenderkan sapunya ke dinding, tidak tahan untuk menghampiri, "Baju ini sangat cocok dikenakan olehmu." Perempuan renta itu menatap Jeanna sebentar, kemudian buru-buru masuk ke dalam kamar dan mengobrak-abrik isi lemari.

Tak lama, Nenek Mar kembali dengan legging macan tutul di tangan. "Coba pakai ini," pintanya. Jeanna melongo, hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar dan lihat. Ia bukan mempermasalahkan jenis celananya, tetapi, motif macan tutul ... bisa-bisa ia dikira teman satu genk para waria pinggir jalan!

"O-oh, tidak perlu, Nek."
"Apanya yang tidak perlu?"

Nenek Mar menelisik mini dress yang panjangnya setengah paha. Tidak, ia tak bisa membiarkan Jeanna berkeliaran dengan pakaian pendek. Apalagi tujuan mereka adalah pasar raya.

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang