Chapter 24

77 13 46
                                    

"PARTNER IN CRIME"
... ...

Jeanna pernah meliput berita seorang selebgram populer yang dikuntit selama hampir satu tahun penuh oleh salah seorang followers-nya. Memang tak menyebabkan luka fisik, namun sang selebgram mengalami dampak psikologis yang cukup hebat sampai harus hiatus dari dunia maya. Kabarnya, si wanita rutin mengunjungi psikiater dan menjual habis seluruh hartanya demi 'kesembuhan mental'.

Kecemasan dan ketakutan yang dahulu hanya bisa diterka—milik si korban—perlahan dapat ia rasakan, bagai memiliki dua bayangan.

Walaupun Parama melakukannya secara terang-terangan, Jeanna hanya bisa menutup kedua matanya. Semua itu karena dirinya 'sendirian', tak beridentitas serta tak memiliki siapapun di tahun 2005. Karenanya, satu-satunya cara adalah menghindar bukan melawan.

Oleh sebab itulah Jeanna membutuhkan rekan karena pada dasarnya kebohongan ini memang diciptakan untuk dua orang. Dan Bumi, yang entah bagaimana selalu terjerat dengannya, adalah partner in crime yang tepat. Akan tetapi, nampaknya Bumi tak menangkap sinyal SOS darinya.

Jeanna yang tengah menatap kepergian Galuh tiba-tiba dibuat terkejut oleh tarikan dari sebelah kirinya. Bumi menyeretnya pergi dari koridor, membawanya ke belakang gedung fakultas yang kurang terawat. Dari balik kacamata hitam yang menyembunyikan bola matanya, Jeanna dapat menangkap emosi yang terpatri pada setiap garis wajah.

"Benar!" Jeanna menepuk kuat tangannya. "Kau adalah utusan Tuhan yang ditugaskan untuk melindungiku," ucapnya lantang bak para pemimpin kultus sesat.

Bola matanya bergetar saat melihat Bumi yang tak bereaksi sama sekali. Lelaki itu hanya diam, memandangnya seperti tengah menatap makhluk aneh dari planet lain.

Senyum palsu Jeanna perlahan memudar seiring dengan keluarnya perkataan nyelekit dari mulut Bumi. "Kau ini benar-benar tidak waras, ya?" tanyanya keheranan.

"Lalu, apa alasanmu berkata seperti itu? Kita? Pacaran?" Bumi mendengus gemas. "Jangan-jangan kau menyukaiku, ya?"

"TIDAK!" Jeanna menyanggahnya cepat. "Aku menyukai orang lain," gumamnya pelan namun masih dapat didengar oleh sang lawan bicara. Suasana menjadi canggung selama beberapa detik.

"Jika begitu, mengapa kau melakukannya?" Bumi memalingkan wajahnya. "Seenaknya saja berkata bahwa kita adalah sepasang kekasih. Tanpa berpikir panjang, tanpa diskusi—"

"Itu karena Parama!" potongnya. Nama laki-laki itu tanpa disadari berhasil merubah raut wajah Bumi. "Laki-laki itu ..." Jeanna memerhatikan sekeliling. "... sepertinya menyukaiku," lanjutnya.

Keheningan kembali menerjang keduanya. Lalu, tak berapa lama suara tawa meledek terdengar oleh Jeanna. Laki-laki itu menertawainya habis-habisan, seolah ucapannya hanya bentuk dari kepercayaan diri berlebih semata.

"Parama? Menyukaimu? Yang benar saja!"
"Aku serius!"
"Hei, jelas sekali kalau kau bukan tipe gadis idamannya. Dia menyukai perempuan cantik dan polos, bukan yang bar-bar sepertimu."

Bumi berusaha setengah mati menelan tawanya. Pengakuan Jeanna sungguh tidak masuk akal. Bukankah gadis ini baru bertemu dengan Parama beberapa hari yang lalu? Sedangkan dirinya, ia telah mengenal si berengsek sejak dua tahun lalu.

"Baiklah, anggap saja dia tidak menyukaiku tapi 'terobsesi' padaku." Jeanna berjalan mondar-mandir di hadapan Bumi seperti guru pengawas ujian. "Sejak kejadian di kantin, dia terus mengikutiku bahkan sampai mencari tahu tentangku. Aku merasa seperti diikuti stalker mesum!"

Jeanna merasa kepalanya mulai berdenyut. Parama benar-benar menghancurkan ekspektasi kehidupan palsunya. Mengacaukan rencananya dalam mencari 'jodoh' yang tak kunjung hadir di masa depan. Lelaki itu sungguh membuatnya stress berat.

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang