Chapter 36 (II)

100 16 40
                                    

"Seminar"
... ...


Dari kejauhan, toko kelontong Kastanye tampak cerah—terang benderang—walau bohlam teras tak memancarkan cahaya—rusak. Satu, dua lelaki berumur baru saja meninggalkan toko, menenteng kantong plastik hitam berisi minuman energi. Tak jauh dari toko kelontong Kastanye, berdiri pos kamling yang dihuni bergantian oleh bapak-bapak kompleks. Terkadang, apabila sedang ingin mengambil jalan memutar, Bumi kerap melewati basecamp mereka dan menyapa.

Bumi berjalan masuk tanpa suara. Di belakang meja etalase, dua perempuan tengah serius menonton sinetron sambil memakan kacang kulit. Saking khusyuknya, tak ada satupun dari mereka yang menyadari kehadiran pelanggan. Keduanya justru sibuk mengomentari si protagonis yang tololnya minta ampun.

"He-em."

Nenek Mar mengalihkan pandangannya dari televisi. Tak sengaja melompat dari kursi saat menyadari keberadaan Bumi. Sebotol air mineral merk Kembali Hijau terletak di atas etalase.

"Oh, calon pengacara kita!"

Jeanna menengok dan tak sengaja matanya bersirobok dengan milik Bumi. Ia tebak, laki-laki ini baru saja meninggalkan kampus. Si gadis meringis, prihatin akan kepadatan jadwal Bumi yang hampir menyaingi Presiden dari belahan dunia manapun.

"Kulihat-lihat belakangan ini kau sering pulang malam." Nenek Mar menghitung lembaran uang kembalian sebelum menyerahkannya pada Bumi. Lalu, raut wajah si wanita tua tiba-tiba berubah seperti Jeanna—prihatin.

Alih-alih Bumi, justru Jeanna yang memberikan jawaban. "Dia mengikuti banyak organisasi, Nek. Duh, sayangnya masa muda ... padahal jadi tahanan kampus itu sama sekali tidak enak." Jeanna menggeleng-gelengkan kepala. Disaat seperti ini, bisa-bisanya dia berbicara sesuai dengan umur; dua puluh delapan.

Tiba-tiba saja Jeanna membandingkan dirinya—yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswi—dengan Bumi. Di usia dua puluhan awal, tak ada satupun organisasi yang ia ikuti. Waktu luangnya diisi oleh nongkrong dan jalan-jalan serta membaca banyak buku tentang jurnalistik.

"Ada yang ingin kubicarakan," kata Bumi. Ia tak menatap Jeanna, justru sibuk membuka tutup botol minuman. Nenek Mar yang menangkap sinyal dari si lelaki lantas buru-buru pergi ke belakang toko untuk membuang sampah.

"Ya, ya, katakan secepatnya. Batas waktumu hanya sampai iklannya usai." Bagi Jeanna, episode sinetron hari ini lumayan seru. Banyak aksi jambak-jambakan antara protagonis dan antagonis. Yah, menonton perkelahian itu sama serunya dengan nonton konser idol K-pop.

Tanpa mengatakan apapun, Bumi mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. ID Card yang bertuliskan 'Peserta Seminar Broadcast Session'. Mata Jeanna spontan membesar, menatap ID peserta milik Bumi dengan penuh ketidakpercayaan.

"Ini bukan rekayasa, kan?"

"Memangnya aku punya waktu untuk melakukan hal konyol begitu?"

Senyum Jeanna mengembang sempurna. "Benar, kau kan super sibuk," katanya, mengangkat ID Card Bumi dan menatapnya dengan mata berbinar. "Wah, kau benar-benar beruntung, ya. Tidak salah aku memintamu ikut mendaftar."

"Lalu, kau?"

Jeanna mengalihkan pandangannya, menatap Bumi tanpa berkedip. Sejurus kemudian dia sadar kearah mana pembicaraan Bumi.

"Aku? Jelas tidak bisa tembus. Kan sudah kubilang, foto KTM-ku jeleknya minta ampun." Jeanna mengembalikan ID Card tersebut ke atas etalase. "Kau yakin tidak mau mengikutinya?"

"Aku mendaftarkan diri untukmu. Kau lupa?"

Jeanna menggeleng, lalu dengan cepat mengantongi ID Card peserta yang terpampang nyata foto Bumi. "Tentu tidak. Hanya mengonfirmasi. Siapa tahu kau berubah pikiran dan mau hadir juga. Bagaimanapun juga kau kan anak pers," jelasnya.

KEMBALI HIJAU: Bumi DhanurendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang