33. buah hati

2K 119 43
                                    

Kemarahan lea berlanjut hingga beberapa hari, tidak ada yang bisa meredakan nya bahkan saat seuji merengek meminta bertemu dengan jisung, hampir setiap hari juga jisung kembali dan terus kembali meminta bertemu dengan Lea, tapi tetap tak di bukakan baginya pintu.

"Kamu boleh marah sama aku, tapi aku mau bertemu seuji sebentar, aku mohon aku mau bertemu anakku". Ucap jisung parau di balik pintu apartemen mark, Lea masih saja mengunci dan menahan pintu yang berusaha jisung buka dengan paksa.

"Pergi!!". Lea sedikit berteriak, dan memukul pintu untuk mengusir jisung yang berada di baliknya.

"Sayang... Aku harus gimana? Aku ga selingkuh".

"terus ngapain bohong sama Lea?! Kalo emang bener ga selingkuh!!".

"Maafin aku...".

"Pergi". Lea menjatuhkan dirinya di atas lantai sambil terisak, ia lupa jika di dalamnya ada seorang anak yang kini datang memperhatikannya. "Bun...da".

"Seuji!". Segera ia usap air matanya yang mengalir, biar bagaimanapun lea tidak bisa membiarkan anaknya melihatnya menangis seperti ini. "Bunda nangis?". Lea cepat menggeleng menepis perkataan seuji walau dilihat dari jauhpun pasti orang orang akan tahu jika lea tengah menangis. "Kenapa keluar kamar?".

"Tadi seuji denger suara papa".

"Ga ada. Sekarang masuk lagi yah". Perintah Lea. Sedang di balik pintu jisung mendengarkan percakapannya dengan seuji, bukan hal baik jika jisung menyahuti obrolan mereka dari balik pintu membiarkan seuji mengetahui situasi kacau antara kedua orangtuanya, lea pasti menolak mempertemukan mereka. Ia hanya bisa diam menahan untuk tidak berkata sedikitpun hingga sang anak tak lagi berada disamping lea.

"Lea...".

"Pergi, aku mohon". Suaranya sedikit lebih tenang di banding sebelumnya.

"Baik, tapi nanti aku kesini lagi".

"Ga perlu".

"Walau kamu melarangnya, aku akan tetap datang". Tapi setelah itu tak ada lagi jawaban dari Lea, mereka sama sama saling diam membelakangi pintu, tak ada yang perlu lea balas lagi ucapan dari suaminya itu. Sesaat setelah jisung melangkah pergi dari apartemen mark tiba tiba rasa mual datang menghantam perutnya, mual sekali sepertinya ini adalah mual terparah yang pernah lea rasakan.

Lea berlari menuju wastafel memuntahkan cairan tak berwarna, perutnya begitu sakit membuatnya terpaksa harus duduk di lantai agar tak jatuh dari pijakan kakinya. Ia memegang perutnya terus menerus, setelah di pikir pikir lea selalu tepat makan dan tak pernah telat sedikitpun rasanya tidak mungkin jika maag-nya kambuh saat ini.

Hoeekk...

"Jisung... Sakit hiks sakit...".

Bagaikan sebuah kebiasaan, tanpa Lea sadari ia menyebut nama jisung saat sedang seperti ini, jika perutnya sakit secara tiba tiba jisung akan sigap membawanya ke kamar memberinya obat dan mengusap usap perutnya, bahkan ketika jisung sedang berada di perusahaannya ia akan dengan cepat pulang untuk melihat keadaan Lea. Tapi sekarang sosoknya tidak ada dan lea tidak bisa menghubunginya karena merasa terlalu gengsi. Wanita.

"Bunda!!". Seuji berteriak setelah melihat Lea yang kesakitan di samping wastafel, ia berlari dengan kaki kecilnya menghampiri Lea yang saat ini semakin lemas akibat terus menerus memuntahkan cairan beningnya. Anak kecil itu berusaha payah menuntun Lea untuk sampai kedalam kamar mereka dan dengan tangan mungilnya ikut membaringkan lea agar dapat beristirahat.

"Bunda... Seuji telpon om mark okay?". Tanyanya dengan penuh khawatir.

"No! Seuji bunda gapapa, kamu cukup tolong ambilkan obat maag bunda di dalam tas nanti bunda sembuh".

Jodohku Jisung || Park Jisung (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang