S2. 04

705 46 6
                                    

Jisung kelimpungan mencari anaknya, bagaimana bisa ia kehilangan seuji saat sedang mengantri sebuah ice cream di pinggir lapangan. Berulang kali ia mencari dari sudut ke sudut, dari manusia satu dan yang lainnya tapi tetap tidak bisa menemukan seuji. Ini buruk, bisa bisanya ia kehilangan anak di tengah lautan manusia.

Setengah jam berlalu ia mencari, seorang wanita datang menghampirinya. "Permisi, sedang mencari anak kecil?".

Jisung mengangguk antusias, ia dengan cepat memperlihatkan sebuah foto di handphonenya.
"Saya sedang mencari anak saya, dia memakai baju abu serta ransel merah, apa anda melihatnya?".

"Ah.. benar di tengah lapangan ada anak kecil yang sedang menangis sendirian". si wanita menunjuk lurus kedepan. Setelah mendengar itu Jisung mengangguk tak lupa juga ia berterima kasih kepada orang yang sudah memberitahunya keberadaan seuji.

Benar saja setelah mendekatinya, dia memang seuji yang sedang menangis. Anaknya itu pasti sedang ketakutan karena kehilangan papanya. Pikir jisung.

"Hei... Papa disini, jangan menangis lagi". Jisung memeluknya lalu memangkunya, seuji masih terus menangis mata kecilnya bahkan semakin menyipit saking terlalu lamanya ia menangis. Jisung khawatir tapi tak menutup dirinya untuk tertawa gemas. "Sudah... papa disini, maaf yah^^".

Sesekali terisak, seuji dengan tenang mulai menghentikan tangisannya. Jisung membawa seuji untuk pulang, liburan yang sangat kacau. Hampir saja liburan ini menjadi petaka bagi nya.

Sejak pulang, seuji masih diam tak mau berbicara sedikitpun. Di perjalanan pulang ia juga sering menengok keluar mobil seperti sedang mencari sesuatu. Jisung tak mencurigai apapun, mungkin anak itu sedang marah kepadanya.

Tapi setelah sehari, seuji benar benar tidak berbicara dan terlihat murung. Oke sekarang jisung sedikit khawatir. Ia mendekati seuji yang berada dikamar nya.

"Kamu kenapa? Marah sama papa?". Tanya jisung. Kemudian di balas gelengan dari seuji.

"Lalu kenapa ga mau bicara sama papa?".

Lama sekali seuji tak menjawabnya. Menunduk kemudian kembali menangis. Dengan khawatir jisung menenangkannya. Ia usap surai hitam seuji. "Kenapa menangis?".

"Papa... Bunda... Hiks...". Satu kata terakhir itu otomatis membuat jisung diam mematung. Rupanya seuji sedang rindu bundanya. Jisung tersenyum getir. Iyah mengangguk seakan tahu apa yang ada di pikiran seuji. Tapi seuji tak yakin papa nya tahu dengan benar.

"Seuji lihat bunda".

Tak ada reaksi dari jisung terkait dengan apa yang di katakan seuji, bagaimana bisa seuji melihat Lea. Ini pasti khayalan anak kecil yang sedang merasa rindu pada mamanya. Tapi jisung meladeninya dan kembali bertanya.

"Hem? Dimana?".

"Kemarin, di dufan di tengah lapangan". Jisung mengeryit. Menatap seuji menyelidik. Ia menggeleng pelan, tidak mungkin. Mungkin seuji salah mengenali orang.

"Tapi rambut bunda pendek".

"Kamu mungkin salah orang, sudah sekarang saatnya tidur". Ucap jisung tak mau lebih lanjut mendengarkan perkataan anaknya. Setiap kali membahas Lea, hatinya menjadi lebih kosong daripada rumah hantu. Dan itu menyakitkan.

"Seuji ga salah orang papa. Itu benar bunda. Seuji bahkan peluk bunda". Seuji bangkit dan berdiri di hadapan jisung yang sedang duduk di sampingnya. Ia kukuh dengan yang ia percayai. Jisung menggeleng cepat, satu tarikan nafas ia memangku seuji dan membaringkan nya untuk segera tidur.

Sama tak mau kalahnya, seuji berusaha bangkit bahkan saat jisung menahannya untuk tetap di posisinya. Anak itu kemudian menangis dengan keras, ia memukul lengan penuh otot sang papa. Menumpahkan kekesalannya, ia menjerit karena tidak di dengar.

Jodohku Jisung || Park Jisung (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang