S2. 26

1.4K 43 7
                                    

"papa mau kamu jadi penerus perusahaan keluarga kita chenle". Ucap Tian, seorang pria paruh baya kepada anaknya. Pria yang sudah dipenuhi uban di rambutnya itu duduk di single sofa menghadap chenle yang duduk di samping ibunya.

Chenle hanya diam, pernyataan ini sudah sering Tian katakan kepada chenle sebagai seorang penerus satu satunya. Sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya chenle lepas dari perusahaan milik ayahnya dan lebih memilih untuk bekerja bersama jisung sahabatnya.

Tian tidak mempermasalahkan itu dulu, berbeda dengan sekarang. Usianya sudah sangat tua, dan siap untuk menurunkan jabatannya kepada anaknya. Tapi bagaimana cara ia menurunkan posisi dirinya sedangkan chenle masih bekerja di perusahaan lain.

"Usia papa sudah tidak lagi bisa buat ngatur secara langsung perusahaan. Waktunya untuk kamu yang ambil alih".

"Papa benar chenle. Mama juga mau kamu mulai mengambil alih perusahaan keluarga kita". Sambung lily.

Lagi lagi chenle hanya diam, melihat orang tuanya yang sudah seharusnya pensiun dan istirahat membuat chenle mulai serius dengan posisinya.

Pada akhirnya chenle memang harus meneruskan perusahaan keluarganya.

"Akan chenle pikirkan dulu bagaimana baiknya. Kalian tidak perlu khawatir".

Tian dan lily menghela nafas panjang. akhirnya setelah sekian lama chenle mulai menganggap serius keinginan mereka.

••• •••

Chenle berjalan santai menuju ruangan dimana jisung berada.

Tok tok tok

Setelah ketukan pintu ketiga dia mulai masuk kedalamnya. Jisung masih berkutat dengan laptop menyelesaikan pekerjaan yang ia geluti. Melihat kedatangan chenle, jisung seketika menghentikan aktivitasnya.

Chenle duduk di hadapan jisung. Setelah beberapa bulan terakhir ini pertama kalinya chenle menemui jisung secara pribadi ke ruangannya.

"Selamat atas kehamilan lea jie". Pertama-tama itu yang chenle ucapkan. Karena semenjak ia mendengar lea kembali mengandung ia belum sempat mengiriminya ucapan selamat.

"Ya. Terimakasih".

Chenle kembali menghela nafasnya. Jisung sedikit tak paham dengan gerak-gerik chenle.

"Sudah sepuluh tahun berlalu gue bekerja di perusahaan ini. Rasanya waktu benar benar sangat cepat ya jie".

"Ah. Ya". Jisung semakin tak mengerti.

"Satu persatu dari kita mulai menikah dan memiliki keluarganya masing-masing. Meski begitu, kalian masih tetap menjadi definisi keluarga bagi gue".

Hah? Jisung cengo maksudnya apa chenle tiba tiba membuat suasana menjadi mellow seperti ini.

"Tunggu deh. Ada apa si?".

Chenle tersenyum. Ia menyodorkan sebuah surat kepada jisung. "Surat pengunduran diri gue".

Jisung menerima surat itu dan membukanya. Benar atas nama zhong chenle mengundurkan diri dari perusahaan. Jisung menatap chenle.

"Maaf ya jie. Ternyata gue tetep harus jadi penerus perusahaan bokap. Besok gue balik ke Shanghai".

"Ah begitu". Jujur sedikit sedih karena jisung harus kehilangan berlian di perusahaannya. Tapi mau bagaimana lagi, itu sudah jadi keputusan chenle.

Chenle berdiri diikuti oleh jisung. Ia mulai menjabat tangan chenle tanda perpisahan. "Mari bertemu lagi sebagai rekan bisnis". Ucap jisung.

"Saya tunggu undangannya". Secara resmi chenle berhenti dari perusahaan jisung. Ia sudah selesai berkemas, berpamitan kepada karyawan di bawah bimbingan nya, dan berpamitan dengan para sahabatnya yang lain.

Ini sudah menjadi keputusannya, chenle tidak menyesal. Ia akan berusaha menanggung perusahaan keluarganya dan bertemu dengan jisung sebagai rekan bisnis di masa depan.

Satu orang telah keluar dari perusahaan jisung. Sahabat masa kecil sekaligus berlian di perusahaannya, chenle. Pria itu sudah sangat berjasa dalam perkembangan perusahaan jisung, satu satunya orang yang melamar bekerja dengan cara nyeleneh kepada jisung. Ah waktu benar benar berlalu sangat cepat.

Siapa sangka ternyata chenle akan benar benar kembali ke Shanghai jauh dari jisung dan teman temannya.

"Chenle gege beneran pulang ke Shanghai?". Tanya lea. Jisung duduk bersandar sambil fokus pada jalanan di depan.

Hari ini jadwal lea untuk cek bulanan kandungan nya. Jisung menyempatkan diri untuk mengantar lea meskipun harus pulang pulang pergi dari perusahaan ke rumah.

Jisung mengangguk mengiyakan pertanyaan istrinya. "Kemarin, dia sudah berangkat".

"Kok ga pamitan sama lea?".

"Engga. Dia cuma titip salam lewat aku".

"Kapan lagi yah ketemu chenle gege? Pasti bakal susah".

"Mau ngapain ketemu dia? Emangnya kamu ga berisik denger suara lumba lumbanya?". Lea tertawa kecil, benar juga chenle itu berisik, sebelas dua belas sama haechan.

Mereka sampai di rumah sakit, karena sudah mendaftar lewat online jadi tidak terlalu lama untuk menunggu antrian, mereka langsung masuk dan bertemu dengan sang bidan.

Lea berbaring di atas ranjang pasien, ini jadwalnya untuk USG, melihat sang jabang bayi.

Layar mulai menunjukkan gumpalan kecil di perut lea.  Benar benar masih kecil. Sang bidan mulai menjelaskan secara detail apa yang bisa ia jelaskan. Jisung dan lea tak hentinya tersenyum melihat anak mereka.

"Kami belum bisa melihat jenis kelaminnya. Karena disini belum terbentuk sama sekali".

"Ibu nya harus makan yang bergizi dan jangan kecapekan, biar tidak beresiko kepada sang janin ya bu". Nasihat bu bidan. Lea mengangguk menyanggupi.

Sesi USG pun selesai. Sang bidan hanya memberikan vitamin ibu hamil dan wejangan kepada pasangan suami istri itu apa saja yang baik dan tidak baik.

Lea keluar dengan gembira. "Ga sabar pengen cepet-cepet lihat dia perempuan atau laki-laki yah".

"Semoga perempuan, biar jadi duplikat kamu". Lea tertawa kecil. Jisung benar semoga perempuan agar anak mereka sepasang, laki laki dan perempuan.

Dua anak lebih baik. Lea ga mau nambah!.

"Seuji— makan sayang". Panggil lea dari bawah, saat ini seuji terllau fokus dengan belajar, sampai melupakan waktu makan. Lea tidak suka saat seuji mengabaikan waktu makannya.

Seuji turun tapi nasih dengan mata yang berfokus pada tablet di tangannya.

"Jalan itu fokus sama yang di depan bukan sama tablet!". Lea merebut tablet itu dan menyimpannya di tempat yang sulit seuji jangkau.

"Bunda seuji lagi belajar". Protes seuji.

"Makan dulu".

"Iya, tapi sambil belajar. Kembaliin tabletnya seuji lagi bikin sketsa besok di kumpulin".

"Makan yang bener jangan pegang tablet. Bunda ga suka". Percuma saja seuji ga bakal bisa melawan lea. Sekali tidak tetap tidak. Seuji mengambil makanannya dengan wajah dongkol. Padahal tinggal sedikit lagi tugas sekolahnya akan segera selesai.

"Bunda ga mau masak lagi kalau kamu masih pasang wajah bete kayak gitu". Ancam lea. Seuji segera merubah raut wajahnya, duduk tegak dan mulai menyantap makanannya dengan lahap.

Jisung hanya bisa terkekeh kecil, dia melihat dirinya saat kecil pada diri anaknya. Jisung bahkan sampai di suruh masak sendiri oleh ibunya karena ibunya sudah menyerah tidak mau masak lagi untuk jisung. Tapi untungnya seuji tidak separah jisung dan masih mau mendengar kata kata lea.

٩(●˙—˙●)۶

Ketika cerita ini mulai memasuki penghujung bab
(っ´▽')っ
Peluk peluk buat yang masih Suka cerita ini

Jeno soldout
Renjun soldout
Chenle pulkam
Sisa jaemin, mark, dan haechan.

Heheh

Jodohku Jisung || Park Jisung (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang