F. Feeling Blue

1.1K 85 13
                                    

Haaiiiii...
Apa kabar guys?
Semoga masih suka sama cerita ini.
Aslinya agak gak pede sih, apa yang kutulis ini, rasanya nyampai gak sih ke kalian. Maklum lah masih abal².
Belum secanggih author yang bisa selevel panaroma.. ngasih rasa di setiap updatenya.. ehehehe..

Okelah.. lanjut deh..
Selamat menikmati.

**********************

Dewi, bukalah kedua matamu
Pandanglah ruang di hatiku

Dewi, berikan nafasmu untukku
Agar kuhidup bersamamu
Bersamamu, terus bersamamu

Bersamamu, terus bersamamu
Bersamamu, terus bersamamu

( Dewi - Alexa )

Melvin meletakkan gitarnya di sebelah kursi. Menepuk kesal nyamuk yang masih penasaran meminta donor darahnya sejak tadi.
Lalu menoleh ke arah Jose, teman sekost nya yang terkekeh.

" Apaan sih lo, ga jelas ketawa sendiri. Emang gue nglawak " sentak Melvin heran.

Jose berdehem sebelum membuka kata²nya. Berusaha meredakan kekehannya.
" lo nyanyi Dewi, ga sadar tuh yang punya kost an depan namanya Bu Dewi." Terang Jose perlahan, " tuh lakinya melotot liatin elo. " sambungnya kembali.

Melvin sontak menoleh ke rumah seberang kost nya.
Di teras depan sana, seorang lelaki duduk menatap tajam dirinya.
Kontan Melvin mengeluarkan jurus tersenyum dan mengangguk sopan ke arah beliau.
" Mampus gue! " gumam Melvin menepuk jidat sembari beringsut mengambil gitar dan masuk ke kamarnya, diiringi Jose yang masih terus tertawa.

" Sstt! Lo ah..berisik! " sergah Melvin, " tolongin gue kek, malah ngetawain. Unfaedah lo! "

Bukannya mereda, tawa Jose makin meledak hingga membuat Melvin jengah. Ia memakai jaket, mengambil dompet kemudian memasukkan dalam saku celana jeans belelnya.

" Eh mau kemana lo Vin? "

" Cari obat, buat lo! Biar ga berisik! " teriak Melvin sambil berlalu pergi.
Tawa Jose makin membahana di dalam sana tak ia hiraukan.

Membuka pagar kost, melirik ke arah depan, ia lega, lelaki tadi sudah tak ada disana.
Memutuskan untuk berjalan kaki saja. Irit bensin, klise sekali pertimbangan anak kost.
Saat menutup pintu pagar, ia menoleh ke arah rumah sebelah.
Di sana adalah kost putri.

Ya lingkungan itu mayoritas menjadi tempat kost bagi mahasiswa dan mahasiswi. Kawasan ini dikelilingi beberapa perguruan tinggi besar.
Maka beruntunglah yang mempunyai aset di lingkungan emas, kata orang.

Melvin memandang mobil sedan hitam yang terparkir di depan kost putri itu.
Tak biasanya ada mobil kinclong bertengger disana.
Serasa tak asing dengan kendaraan itu, mencoba menggali, namun ingatannya memang tak sampai.
Melewatkan saja rasa penasarannya itu, Melvin lanjut melangkah.

Sudah lewat pukul delapan malam, cacing di perutnya berteriak diberi asupan bergizi. Menjelajah beberapa warung dan kedai yang ia biasa singgahi tak juga mengundang minatnya.
Tak terasa langkah kakinya sudah melangkah lebih jauh dari yang ia perkirakan.

Sambil bersenandung kecil, masih lagu yang tadi ia nyanyikan di teras kost.
Dewi..
Ia menerawang.

Bukan, Melvin tak sedang mengincar perempuan bernama Dewi, apalagi ibu kost depan rumah.
Sama sekali tidak.
Bisa² tinggal nama ia kalau memang itu kenyataannya.

Membelah jalanan besar kota, matanya menangkap papan nama sebuah kedai yang membuatnya penasaran.
Sop Janda dan Bakso Duda.
Ia tersenyum, bisa²nya ada yang terpikir membuat brand unik yan bakal menarik pembeli. Kenyataannya sukses membuat kedai itu penuh sesak antrian pembeli.
Entah karena rasa masakannya yang enak atau memang mereka sekedar penasaran saja.

Those Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang