N. Paundra Fernando

1.3K 116 30
                                    

Menangislah
Kan kau juga manusia
Mana ada yang bisa
Berlarut-larut
Berpura-pura sempurna

Sampaikan pada jiwa yang bersedih
Begitu dingin dunia yang kau huni
Jika tak ada tempatmu kembali
Bawa lukamu biar aku obati
Tidak kah letih kakimu berlari
Ada hal yang tak mereka mengerti
Beri waktu tuk bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Hanya kau tak didengar

( Jiwa Yang Bersedih - Ghea Indraswari )

‐----------------------‐----------------------------------------

" Andra masuk! Kamu gak boleh main sama mereka! "
Anak lelaki kecil berambut coklat kemerahan itu berbalik, meninggalkan beberapa bocah sebaya yang sejak tadi berbagi cerita dan tawa dengannya.
Hanya karena mereka anak dari pegawai sang Papa yang tak sederajat dengannya.
Pandangannya tak rela, namun sekalinya membantah maka akan ada hukuman berat yang menanti.

Sang papa tak tahu, di luar sana Andra kerap diejek karena tak punya teman, tak bisa bebas bermain. Diberi gelar Pangeran Cupu, Raja Kuper, bahkan Pangeran kodok pun pernah. Walaupun teman² satu sekolahnya berasal dari kalangan terpandang. Papanya takut apabila saingan bisnisnya menggunakan Andra sebagai umpan.

" Jangan pakai pakaian model itu. Lusuh. Tidak pantas dipandang. Ganti lagi bajunya! "
Bahkan untuk perkara pakaian pun ia harus tunduk patuh, tak terbantah.
Tak tahukah sang Papa, Andra sangat ingin memakai TShirt bergambar super hero kesukaannya kala itu. Yang hanya bisa ia nikmati aksinya di siaran televisi. Bukan memakai kemeja dan pantalon ala tahun 1960 an.

" Hari ini kamu harus les matematika dan fisika dengan Mr. Andrew. Awas kalau kamu berani bohong dengan alasan sakit! "
Seakan mengibarkan bendera SOS dari sorot matanya yang sayu, ia ingin menjelaskan dirinya mungkin tak sebrilian Jerome Polin atau Prof Yohannes Surya saat menghadapi angka dan rumus² jahannam itu,

" Sekali lagi kamu ketahuan main perempuan apalagi dengan anak sembarangan, papa kirim kamu ke asrama. "
Main perempuan?
Berlebihan sekali pikirnya.
Papanya apa tidak punya kosakata yang lebih sejuk di telinga. Normal sekali bukan di usia belasan menjelang 17 ini ia menaruh hati pada lawan jenis. Tidak lebih.
Pacaran? Hal yang ditabukan untuknya.
Dilarang keras.
Hari²nya saat itu hanya boleh untuk belajar, sekolah, les, mengikuti acara bersama orang tuanya.

Dan anak lelaki itu nekad melawan ketika sudah lelah dengan tekanan terus menerus padanya.

Alhasil sebulan setelah itu, sebuah negara Eropa menjadi tempatnya menuntut ilmu. Tidak sepenuhnya tinggal di asrama itu buruk. Karena ia bisa sedikit bernafas lega, saat jauh dari segala ultimatum Papanya yang penuh dengan kata Harus, Jangan, Awas.

Menghabiskan sisa waktunya di sebuah High School, menggiringnya pada suatu keyakinan.
Sempat beberapa kali hendak menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis, namun Andra belum menemukan yang cocok baginya. Yang bisa menerima dirinya tak bisa selepas bebas kaum barat sana.
Hidupnya tak bisa apabila selalu berada di bawah komando sang Papa walau dari jauh.

Di waktu ini juga ia mengenal gadis bernama Hera, yang sempat ia temukan hangover di sebuah bar karena putus cinta.
Almamater mereka ternyata sama.
Begitupun negara kelahiran mereka.
Setelah kejadian itu, mereka cukup dekat, saling bertukar cerita.
Hera sempat menaruh hati pada Andra.
Gadis itu nekad menyatakan isi hatinya, namun Andra hanya menganggapnya teman baik. Tidak lebih.

Those Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang