j. Satu Mimpiku

838 108 43
                                    

Heeeii... pa kabs readers ?
Siap nglanjut ?.. yuk segerakan aja.

' Setulus hati sepenuh jiwa
Dirimu satu mimpiku '

🍎🍎🍎🍎🍎

Tasya melihat nama yang terpampang di layar yang menyala dengan ringtone tanda panggilan masuk.
Nama Syibilla tertera disana dengan id name ' ' Dedek Bilbil ' .
Menatap langit² ruangan sekilas lalu menarik nafas untuk menenangkan diri.

Masih menyandarkan punggung pada bed rumah sakit. Tangannya terhubung dengan selang dan jarum infus yang cairannya sudah berkurang separuh lebih.
Mengangkat ponsel ke telinganya dengan tangan yang bebas, memulai pembicaraan dengan sang penelpon.

" Assalamu'alaikum Dek... " sapanya dengan nada ceria seperti biasanya.

" Wa'alaikumsalam.. kakaaakk ! Lagi dimana sekarang ? " suara teriakan manja terdengar dari seberang sana.

Tasya menjeda bincangnya sejenak.
Beruntung Syibilla hanya menghubungi via voice call, tidak dengan video call.

" Masih di kantor dek. Ada kerjaan tambahan. " jawab Tasya dengan mata yang terpejam.

' maafin dek, aku gak mau kamu kuatir. Nanti aja kalau sudah di rumah baru kakak cerita. ' batinnya berkata.

" Tumben sampe malam banget. Biasanya jam 7 udah pulang. " selidik Syibilla kemudian.

" Iyaaa, mm.. soalnya kliennya mau ke luar negeri agak lama. Jadi kerjaan minta dikebut. " alibi Tasya yang tak sepenuhnya berbohong. Garda memang akan melakukan perjalanan ke luar negeri, hingga meminta waktu mereka di awal pertemuan ini. Maka, yang ia ungkap adalah kenyataan. Kecuali lokasi Tasya berada malam ini dan apa yang sedang dilakukannya.

" Oh gituu. Kakak udah makan ? " tanya gadis itu lagi. Sarat dengan nada kekhawatiran. Tasya menyungging senyum yang tak akan bisa dilihat Syibilla saat ini.

" Udah. Kamu makan duluan aja gih. Nanti kalau nunggu kakak, malah kamu yang sakit. Ogah banget ya kakak diprotes sama Papa Mama, Ayah Bundamu juga sama pacar bucinmu yang super bawel. " Tasya mengulum senyumannya.

" Iih apaan sih kakak. Ya udah aku makan dulu yaa. Tapi asli ga suka deh makan sendirian. Om sama Ante juga masih lama pulangnya. " rengek Syibilla di akhir2 kalimatnya.

" Ya udah ajak aja Bik Inah sama Pak Agil, Pak Seno mukbang, Dek. Sekalian main catur apa main UNO. Atau bakar jagung di teras belakang. " Tasya menahan tawa geli membayangkan kerandoman usulannya.

" Boleh deh, usulan mukbang nya. Tapi kakak cepet pulang dong. " masih saja gadis itu meminta Tasya cepat kembali ke rumah.

' Tanpa kamu minta juga aku pengen pulang cepet dek. ' batin Tasya mendesah.

" Iyaa. Kakak usahain ya. Nanti kalau ngantuk, tidur duluan, ga usah nunggu kakak. Lagian kakak bawa kunci rumah juga kok. "

" Oke deh. Kakak ati2 pulangnya. Mana naik motor pula. Iih.. malem² pulang naik motor ntar bahaya lho kak. Apa dijemput Pak Seno aja ? Biar motornya ditaruh kantor gitu. Asli aku kok feeling not well ya kak. "

Tasya memejamkan matanya sesaat.
Batinnya terasa dicubit. Perasaan Syibilla memang tajam. Tapi ia tak mau menambah risau.

Ia sungguh tak tega memberitahukan keadaan sesungguhnya. Bisa dibayangkan Syibilla yang mudah panik itu akan bereaksi yang tidak². Jadi menenangkannya walau harus berbohong dan menahan nyeri dan perih karena luka2nya, akan terasa lebih baik.

Suara pintu kamar terbuka perlahan. Memunculkan sosok lelaki yang sudah mengantarnya walau penuh dengan adegan sinetron.

" Dek, udah dulu ya. Kakak gak papa. Jangan overthinking deh. Doain aja yang baik2. Ini kakak mau lanjut kerja lagi, biar cepet balik. Oke anak cantik pacarnya bule , udah dulu ya. " ucap Tasya setengah berbisik, menghindari kecurigaan Melvin.

Those Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang