B. Akhir Pekan

2.1K 133 5
                                        

Tampar aku di pipi
Biar sadar dan ku mengerti

Hujan samarkan derasnya
Tutup air mata
Temani kecewaku yang telah lama
Berdosa kah ku berdoa
Minta kau terluka
Dan tinggalkan dirinya

(Tampar - Juicy Luicy)

*

****************
Petikan gitar dan alunan suara lembut itu membuat Tasya tersenyum sambil bertepuk tangan.
Syibilla tak pernah gagal di matanya ketika bernyanyi diiringi gitar.
Suara gadis itu terasa lebih syahdu saat menyanyikan lagu² galau kekinian, apalagi lagu berbahasa Inggris, ga akan ada lawannya.

" Dek, kapan sih mau manggungnya? " ia bertanya, pada Syibila yang masih sibuk pada gitarnya.
Tasya duduk di sebelah Syibilla, menyodorkan setoples keripik kentang favorit mereka.

" 2 Minggu lagi sih kak, tapi.. "
Syibilla terdiam sejenak, sibuk mengutak atik senar gitar lalu memetiknya perlahan, sembari mendekatkan telinga ke gitar dengan fokus. Begitu saja terus berulang.

Siang ini, akhir pekan di sebuah ruang keluarga. Waktu yang dinanti oleh Syibilla dan Tasya, karena bebas dari rutinitas di sekolah dan kampus. Bangun lebih siang, tak perlu mandi dan bersiap pagi². Ah senangnya.

Sudah 2 tahun lebih Syibilla tinggal di keluarga Tasya. Ayah Tasya adalah kakak dari ayah Syibilla. Ya, Tasya adalah kakak sepupu dari Syibilla.

Walaupun saudara sepupu, tapi vibes mereka sudah melebihi saudara kandung. Tasya yang anak tunggal, sangat sayang pada Syibilla, si sulung dari 3 bersaudara.

Sejak dulu memang keluarga Tasya meminta Syibilla ikut tinggal dengan mereka. Di samping, agar Tasya ada temannya, mereka juga di kota besar dengan mutu pendidikan yang lebih baik. Ayah Tasya mendukung agar Syibilla mendapat sekolah yang bermutu supaya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi ke depannya.

Dan akhirnya, dengan segala pertimbangan matang, Syibilla memutuskan hijrah mengikuti keluarga Tasya di kota. Meninggalkan sementara Orang tua dan 2 adiknya di daerah saat memasuki jenjang SMA.

Syibilla memang anak yang tangguh. Ia bukannya tak rindu pada keluarganya, tapi demi masa depannya, memendam rasa itu dengan bernyanyi atau menulis curhatnya pada buku harian adalah obatnya. Klasik bukan? Sudah jarang anak sekarang menulis di buku harian.
Ya itulah Syibilla.

Kehangatan keluarga Tasya pun sangat membantunya untuk beradaptasi. Tak jarang, ia dan Tasya dikira benar² saudara kandung. Saling bercerita, bercanda dan pergi bersama pun mereka lakoni. Tasya yang lebih tua 4 tahun dari Syibilla pun luwes melakonkan peran sebagai kakak. Hingga si sulung itu berupa bungsu di keluarga.

" Tapi kenapa? " sahut Tasya memperhatikan Syibilla yang serius menyetem gitarnya. Meraih segenggam kripik kentang di meja, lalu mengunyah sambil mencari jawaban.
Syibilla menghentikan memetik gitar, menghembuskan nafas berat. Wajahnya sedikit bimbang.

" Kak.. " terdiam sejenak, " aku belum puas dengan kemampuanku main gitar, masih kacau " keluh Syibilla akhirnya.
Tasya menaikkan frame kacamatanya, lalu menatap Syibilla sambil tersenyum.

" Sudah bagus kok dek, kamu aja kali yang gak pede " membelai sayang kepala Syibilla.
" belum kak, aku perlu belajar lagi nih " Syibilla kekeuh dengan pendapatnya.
" Mau belajar sama siapa? Aku? " Tasya terkekeh, " makin hancur nanti main gitarmu dek"

" Eh aku gak bilang gitu ya kak " tak urung Syibilla pun tertawa
Hal² kecil seperti ini yang membuat mereka cepat sekali akrab.

" Kalau kamu mau, aku punya temen yang bisa ajarin kamu main gitar biar kakin jago, Dek" tawar Tasya lalu meraih handphonenya.

Those Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang