d. The Mission

1.1K 135 51
                                    

Syibilla melangkah ke dapur.
Ia baru saja usai membeli beberapa bumbu masakan seperti titah Bundanya.
Ini sudah hari ketiga ia menghabiskan liburannya di rumah orangtuanya.

Pagi ini Bunda mengajaknya untuk menyiapkan makanan untuk mereka sekeluarga.
Kebetulan juga ini sudah memasuki weekend.
Berkumpul dan menghabiskan waktu dengan memasak bersama Bunda menjadi sebuah atmosfer tersendiri.

" Bund, ini bener udah lengkap ? " tanya Syibila sambil menyodorkan kantung berisi barang belanjaannya.

Bunda mengabsen satu persatu barang, lalu mengangguk puas.

" Udah kak. Mantab. Sekarang bantu bunda masak ya. " titah Bunda sambil meneruskan memotong daging sapi menjadi beberapa lembaran tipis.

" Oke siap Bund. " Syibilla meletakkan kunci sepeda motornya ke gantungan dinding di ruang makan.

Menghampiri sang bunda, Syibilla mendapat tugas untuk mengupas dan memetik sayuran.
Dari dapur mungil itu, percakapan mengalir hangat.
Bunda yang menanyakan segala sesuatu selama Syibilla berada di Jakarta.
Yang dijawab dengan apa adanya oleh Syibilla. Mengalir cerita tentang kesehariannya menjafi seorang mahasiswi dengan segala hiruk pikuk perkuliahannya.
Bunda mendengarkan semua cerita sulungnya itu dengan seksama, sesekali menanggapinya dengan komentar jenaka.
Sembari menunggu makanan matang, mereka duduk berdua di area ruang makan.

Ayah dan kedua adik Syibilla sedang pergi. Belva pagi itu sudah berangkat karena ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, sedangkan Nadhif ikut Ayah ke bengkel untuk servis mobil.

" Bunda senang lihat Kakak sudah banyak kegiatan lagi sekarang. " tangan wanita cantik itu membelai kepala Syibilla dengan penuh kasih sayang. Binar di matanya sangat kentara dengan syukur yang tiada tara.

Gadis yang setahun lalu redup dan membuatnya hampir setiap saat menumpahkan airmatanya, kini sudah kembali ceria.

" Ini pasti kebanyakan makan bakso deh sama eskrim. " ledek Bunda saat menekan² pipi Syibilla yang chubby.

" Iihh Bunda.. sakit. " rengek Syibilla diakhiri dengan senyuman lebarnya.

" Kak Tasya sekarang udah kerja ya ? " tanya Bunda yang diangguki Syibilla.

" Iya Bund. Kadang pulangnya malam², kasihan banget, capek. Sekarang agak jarang ngobrol jadinya. " kisah Syibilla yang kemudian teringat belum membalas pesan Tasya tadi pagi.

Kakak sepupunya itu tak pernah absen mengiriminya pesan di pagi hari. Entah menanyakan kabar atau hanya sekedar mengungkapkan kerinduannya.

Syibilla mengambil ponsel di saku celananya, lalu mengetikkan pesan.
Setelah itu ia membaca sebuah pesan yang ia kirim, belum terbaca juga oleh Andra.
Syibilla merenung sesaat, sedang apa kekasihnya itu. Sejak kemarin tak memberinya kabar dan membalas pesannya. Tqk seperti kebiasaan seorang Andra.
Semua tak luput dari pengamatan sang bunda.

" Mikir apa sih kak ? " tanya Bunda membuat lamunan Syibilla buyar seketika.
Ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

" Eh.. nggak bund, tadi ngebales pesan kak Tasya. " elak Syibilla dengan wajah yang dipenuhi senyum.

" Oh kak Tasya. Bunda kira dari temen atau siapa gitu. " pancing Bunda dengan senyum dikulum, membuat Syibilla salah tingkah.

" Emang siapa, apa, bagaimana sih Bund ? " Syibilla terkekeh lalu mendekatkan toples kerupuk lalu mengambil isinya untuk disantap. Menutupi salah tingkah yang tiba² saja menderanya.

" Ya siapa gituu. Dulu bunda waktu kuliah juga ada beberapa yang mulai deketin. " kisah sang Bunda sambil tersenyum menerawang.
Wanita itu tetap cantik di usia yang hampir menginjak 42 tahun. Menatapnya seperti menatap Syibilla beberapa puluh tahun ke depan. Mereka mirip dari raut wajah dan juga senyumannya.

Those Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang