17: Adik Pengertian

1.3K 144 24
                                    

Titititit ... titititit ...

Pukul tiga pagi, alarm sudah berbunyi. Rama sendiri yang memasang alarm pada pukul tiga dini hari. Tangan Rama masih menggenggam inhaler, Rama meraba nakas letak sumber suara itu berada. Rama pun menekan tombol pada jam dinding kecil berbentuk bundar tersebut.

Seketika suara nat nit nat nit pun diam.

Rama berkedip pelan mengumpulkan kesadaran. Setelah cukup bernyawa, Rama pun beranjak bangun dari posisinya.

"Rafis?" Rafis tertidur di bawah ranjang, menggunakan tikar tanpa sehelai selimut.

"Ngapain dia tidur di sini?" Rama menjumput selimut yang tadi ia kenakan. Kemudian Rama berikan untuk menyelimuti tubuh Rafis.

Leher Rama sedikit kaku, semalam dia juga merasa pusing berat. Beruntung, setelah tidur Rama sudah fresh kembali. Rama meninggalkan Rafis seorang diri di dalam kamarnya. Rama pergi ke dapur, menyiapkan bahan-bahan yang akan dibuat bakso untuk jualan nanti.

Rama menyalakan api kompor dengan ukuran sedang. Diatasnya Rama beri panci yang sudah ia isi air kran. Rama mengeluarkan stok telur puyuh dari dalam kulkas. Sambil menunggu air di panci mendidih, Rama mengambil blender untuk menghaluskan daging.

"Rajin banget," Ayah menepuk pundak Rama yang sedang fokus mengaduk daging.

"Yah, ngagetin ...!" Rama menghembuskan nafas panjang.

"Ayah mau berangkat sekarang, ini uang untuk sekolah adik-adikmu." Rendi mengeluarkan lembaran uang dari dalam dompet.

"Rama terima ya Yah." Rama lantas memasukkan uang tersebut ke dalam kantong celana.

"Sebentar, Rama bangunin mereka dulu," Rama mengecilkan api kompor lanjut berjalan cepat ke arah kamar kedua adiknya.

Rama, Rafis, dan Reva seperti biasa selalu mengantar Ayah mereka sampai depan rumah. Hari ini Ayah akan berangkat menjalani profesinya, sebagai sopir bis.

"Mas." panggil Rafis.

Rama menoleh. "Tadi aku udah minta maaf sama Ayah, janji nggak akan ngulangin lagi," kata Rafis.

Rama mencampur daging giling bersama bumbu-bumbu halus ke dalam wadah. Rafis merasa Rama kembali marah, sejak tadi ia mengajak Rama berbicara tetapi hanya cuekan semata yang Rafis peroleh.

"Aku nggak jadi pinjem hp-mu kok Mas. Jangan marah dong, aku 'kan udah minta maaf," Rafis memanyunkan bibir.

Rama menghela nafas. "Jangan bahas hp lagi. Diinget-inget bikin Mas makin kesel sama kamu," Belum selesai menguleni daging, Rama sudah beranjak meniriskan telur. Begitulah kegiatan Rama sehari-hari, sibuk.

"Yaudah, deh." Rafis menurunkan bahunya tidak bersemangat.

Rama membuat bakso lebih sedikit ketimbang hari kemarin. Kemarin bakso buatan Rama banyak yang masih tersisa, jadi Rama harus memutar otak supaya bahan-bahan tidak terbuang percuma.

Bukannya Rama tidak ikhlas membagikan sisa bakso kepada tetangga rumah. Hanya saja jika hal itu dilakukan setiap hari lama-lama Rama bisa tekor. Pengeluaran tidak sebanding dengan pemasukan, uang yang keluar tidak setimpal dengan uang yang Rama dapatkan.

"Ini cuma sedikit, semoga terjual habis." Rama merebus bakso yang sudah selesai dibentuk ke dalam air mendidih.

Rama melihat jam dinding, tak terasa sekarang sudah menginjak pukul enam.

"Rafis, Reva! Ayo sarapan." panggil Rama.

Rama tak mungkin memberi makan adik-adiknya bakso setiap hari. Pagi ini Rama memasak oseng tempe kecap, seperti usul Reva kemarin sore.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang